News  

Soal Deposito Rp. 70 Miliar yang Disita KPK, Ridwan Kamil Angkat Suara

Ridwan Kamil (IST)

Kasus dugaan korupsi yang terjadi pada bank BUMD milik Pemprov Jabar belakangan ini heboh jadi perbincangan. Itu setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan untuk mencari bukti.

Salah satu yang menyita perhatian publik adalah penggeledahan rumah mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil dan kantor Bank BJB. Dari proses penggeledahan itu, KPK disebut-sebut menyita deposito senilai Rp70 miliar.

Atas kasus itu, Ridwan Kamil angkat bicara terkait penyitaan berbagai barang bukti oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah menggeledah rumahnya di Bandung, Jawa Barat, pada Senin (10/3). Pria yang karib disapa Kang Emil itu menegaskan bahwa uang deposito senilai Rp 70 miliar bukan miliknya.

“Deposito itu bukan milik kami. Tidak ada uang atau deposito yang disita
saat itu,” kata Ridwan Kamil dalam keterangan tertulis, Selasa (18/3).

Ridwan Kamil memastikan dirinya tetap beraktifitas seperti biasa, meski belakangan ini ramai pemberitaan soal dugaan korupsi dana iklan bank BUMD Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar.

“Tetap melakukan aktifitas keseharian seperti biasa. Hanya saja, sejak awal tahun, memang jarang meng-update kegiatan keseharian pribadi di media sosial,” ujar RK.

Ia mengamini, saat menjabat sebagai gubernur, dirinya memiliki fungsi sebagai ex-officio. Menurutnya, untuk urusan BUMD, biasanya mendapat laporan dari Kepala Biro BUMD atau Komisaris terkait sebagai perwakilan Gubernur.

KPK menyebut telah terjadi dugaan mark up dalam anggaran belanja iklan untuk media di Bank BJB. Namun, ia mengklaim tidak tahu sama sekali persoalan tersebut.

“Untuk masalah ini, saya tidak pernah mendapat laporan, sehingga saya tidak mengatahui perihal yang menjadi masalah hari ini,” tegas RK.

Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur sebelumnya mengakui, pihaknya mengamankan berbagai barang bukti berupa dokumen hingga alat elektronik saat menggeledah rumah mantan Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil (RK). Penggeledahan terhadap rumah milik RK yang berlokasi di Bandung, Jawa Barat, pada Senin (10/3).

Upaya paksa penggeledahan itu terkait kasus dugaan korupsi dana iklan pada bank BUMD Pemerintan Provinsi (Pemprov) Jabar. KPK akan memanggil RK untuk mengonfirmasi dan mendalami barang bukti yang diamankan dari keadiamannya itu.

“Penyidik telah melakukan penggeledahan beberapa waktu lalu, dan tentunya dari penggeledahan itu kami menyita beberapa dokumen, dan juga barang bukti elektronik, dan untuk kepentingan itu, kami harus melakukan konfirmasi yang bersangkutan terkait dokumen-dokumen yang ada,” ujar Asep Guntur di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (16/3).

Asep memastikan, penyidik KPK bakal mrmanggil RK untuk diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi dana iklan pada PT. BPD Jawa Barat dan Banten. Keterangan Ridwan Kamil dianggap penting untuk menambah terang perkara dugaan korupsi tersebut.

“Kita membutuhkan informasi yang sebanyak-banyaknya, sehingga perkara ini benar-benar bisa mendapat jalan ceritanya yang bulat. Sehingga kontruksi perkara yang ditangani, itu benar-benar terbangung dengan baik,” ujar Asep.

Meski demikian, Asep belum bisa memastikan secara rinci terkait waktu pemanggilan terhadap Ridwan Kamil. Ia memastikan, akan disampaikan jika penyidik sudah mengagendakan pemeriksaan.

“Nanti dikabari. Kita juga harus mendalami dokumen-dokumen yang kita kemarin hasil sita, kemudian barbuk elektronik itu harus kita pelajari dulu, sehingga kita tahu informasi apa yang akan ditanyakan, atau akan digali pada pak RK. Jadi tidak bisa sekarang, digeledah lalu dipanggil,” tegasnya.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan mantan Direktur Utama PT BPD Jawa Barat dan Banten alias Bank BJB, Yuddy Renaldi bersama empat orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana iklan. Selain Yuddy Renaldi, KPK juga menetapkan Pimpinan Divisi Corsec BJB, Widi Hartoto. Serta tiga orang pihak agensi di antaranya ID, SUH dan SJK.

Kasus dugaan korupsi dana iklan untuk penayangan di media TV, cetak, dan online itu diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp 222 miliar. (Sumber)