News  

Pengamat Intelijen dan Geopolitik: Asing Menggoyang Pemerintahan Prabowo Melalui Bursa Saham

Amir Hamzah (IST)

Pengamat intelijen dan geopolitik Amir Hamzah menilai bahwa penutupan sementara bursa saham baru-baru ini bukan sekadar fenomena pasar, tetapi bagian dari permainan asing yang ingin menggoyang stabilitas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya, pola ini bukanlah hal baru dan pernah terjadi pada pemerintahan sebelumnya untuk menciptakan ketidakstabilan politik dan ekonomi.

“Kita bisa melihat bagaimana gejolak di pasar saham ini memiliki pola yang sama dengan skenario yang pernah terjadi menjelang kejatuhan pemerintahan lain di berbagai negara. Asing memiliki berbagai cara untuk melemahkan pemerintahan yang dianggap tidak sejalan dengan kepentingan mereka, salah satunya melalui tekanan ekonomi,” ujar Amir kepada Radar Aktual di Jakarta, Selasa (19/3).

Dalam beberapa pekan terakhir, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami fluktuasi tajam yang berujung pada kebijakan penghentian perdagangan sementara (trading halt). Beberapa analis menyebut faktor ekonomi global dan sentimen domestik sebagai penyebabnya, tetapi Amir Hamzah melihat adanya indikasi keterlibatan asing yang lebih dalam.

“Pasar modal adalah medan perang ekonomi. Investor asing, baik institusi maupun individu, bisa dengan mudah memanipulasi sentimen pasar dengan aksi jual besar-besaran yang memicu kepanikan. Ini bisa menjadi tekanan politik bagi pemerintahan yang sedang berkuasa,” jelas Amir.

Ia menambahkan bahwa strategi ini sering digunakan untuk melemahkan rezim yang dianggap berseberangan dengan kepentingan global tertentu. “Bukan hanya di Indonesia, kita pernah melihat hal serupa terjadi di Amerika Latin, Asia, dan Eropa Timur. Pasar dipermainkan untuk membangun persepsi bahwa pemerintahan sedang gagal dalam mengelola ekonomi,” imbuhnya.

Selain tekanan melalui bursa saham, Amir juga menyoroti bagaimana kekuatan asing kerap menggunakan kelompok-kelompok sipil untuk menciptakan narasi bahwa pemerintahan yang sah tidak demokratis.

“Ada pola di mana kelompok-kelompok sipil, termasuk LSM dan tokoh tertentu, tiba-tiba sangat vokal menyuarakan isu demokrasi dan kebebasan sipil di saat bersamaan dengan gejolak ekonomi. Ini bukan kebetulan, tetapi strategi sistematis,” papar Amir.

Menurutnya, kritik terhadap kebijakan Prabowo terkait investasi asing, hilirisasi industri, dan ketahanan pangan membuat beberapa kekuatan eksternal merasa perlu untuk merongrong stabilitas pemerintahan. “Dengan menekan ekonomi dan membangun narasi negatif, mereka berharap bisa menurunkan kepercayaan publik terhadap Prabowo,” katanya.

Amir mengingatkan bahwa skenario ini bisa berujung pada tiga kemungkinan: pertama, meningkatnya tekanan ekonomi yang membuat kebijakan pemerintah terhambat; kedua, terciptanya instabilitas sosial yang dapat dimanfaatkan untuk merusak legitimasi pemerintahan; dan ketiga, meningkatnya intervensi asing dalam kebijakan strategis Indonesia.

Ia menyarankan agar pemerintah lebih tegas dalam mengontrol arus modal asing, memperkuat regulasi di sektor keuangan, dan meningkatkan koordinasi antara pemerintah, aparat keamanan, dan otoritas keuangan untuk mencegah manipulasi pasar.

“Ketahanan ekonomi dan stabilitas politik harus dijaga dengan pendekatan yang lebih waspada. Jangan sampai kita jatuh dalam perangkap ekonomi yang berujung pada kekacauan politik,” tegasnya.

Dugaan adanya permainan asing dalam gejolak bursa saham bukanlah sesuatu yang bisa diabaikan. Dengan mengombinasikan tekanan ekonomi dan propaganda sipil, pihak eksternal berpotensi melemahkan pemerintahan Prabowo. “Oleh karena itu, pemerintah dan masyarakat perlu lebih cermat dalam membaca dinamika ini dan mengambil langkah antisipatif agar Indonesia tetap berada di jalur stabilitas dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” pungkasnya.