News  

Saksi Sebut Impor Gula Mentah Era Tom Lembong Adalah Keputusan Logis

Tom Lembong (IST)

Saksi dalam kasus dugaan korupsi importasi gula, Muhammad Yany, menyatakan bahwa kebijakan impor gula mentah atau raw sugar pada masa Tom Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan dinilai sebagai langkah yang logis. Kebijakan tersebut diambil pada periode 2015–2016.

Yany, yang menjabat sebagai Kepala Subdirektorat II Importasi Produk Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan di Kementerian Perdagangan pada 2014–2016, menjelaskan, dalam perdagangan internasional, istilah Gula Kristal Putih (GKP) tidak dikenal.

“Di pasar internasional, istilah GKP tidak dikenal,” ujar Yany saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (20/3/2025).

Ia memaparkan, di pasar global hanya terdapat dua jenis gula, yakni gula mentah atau raw sugar dan gula rafinasi atau refined sugar. Oleh karena itu, lanjut Yany, PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) atau PPI tidak dapat mengimpor GKP secara langsung karena hanya memiliki Angka Pengenal Importir Umum (API-U). PPI pun harus bekerja sama dengan perusahaan swasta yang memiliki Angka Pengenal Importir Produsen (API-P).

“Nah, keduanya ini tidak bisa langsung disalurkan ke masyarakat,” kata Yany.

Penjelasan Yany tersebut menjawab pertanyaan jaksa penuntut umum (JPU) terkait kebijakan impor gula mentah yang dilakukan Tom Lembong pada 2015. Dalam sidang tersebut, JPU berpendapat bahwa seharusnya kebijakan impor dilakukan dalam bentuk GKP.

Sementara itu, penasihat hukum Tom Lembong, Zaid Mushafi, menilai kebijakan impor gula mentah bertujuan menjaga stabilitas harga gula dalam negeri. Ia menjelaskan, impor gula mentah memberikan sejumlah manfaat strategis.

Pertama, pengolahan gula mentah di dalam negeri memungkinkan Indonesia menghemat devisa. Kedua, proses pengolahan tersebut menciptakan lapangan pekerjaan baru. Ketiga, harga jual GKP kepada masyarakat dapat ditekan lebih rendah dibandingkan mengimpor gula yang sudah jadi.

“Ini penting karena harga yang lebih murah bisa langsung dirasakan oleh masyarakat. Dengan impor gula mentah, harga jual kepada konsumen bisa ditekan agar stabilitas harga gula di pasar dalam negeri tetap terjaga,” kata Zaid usai sidang pemeriksaan saksi.

Dalam perkara dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan pada 2015–2016, Tom Lembong didakwa merugikan keuangan negara senilai Rp 578,1 miliar. Kerugian tersebut diduga terjadi akibat penerbitan surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah pada periode 2015–2016 kepada 10 perusahaan tanpa melalui rapat koordinasi antarkementerian, serta tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.

Surat persetujuan impor gula kristal mentah itu diberikan kepada perusahaan-perusahaan yang sebenarnya tidak berhak mengolah gula mentah menjadi gula kristal putih, karena perusahaan tersebut merupakan produsen gula rafinasi.

Tom Lembong juga disebut tidak menunjuk badan usaha milik negara (BUMN) dalam pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula. Ia justru menunjuk Induk Koperasi Kartika (Inkoppol), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Inkoppol), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (Puskopol), serta Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI/Polri.

Atas perbuatannya, Tom Lembong didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). (Sumber)