Berapa triliun rupiah bila ingin menang Pilpres di Indonesia. Siapkan uang bertriliun-triliun. Tidak ada makan siang gratis dalam politik. Kekayaan calon presiden dan wakil presiden tidak akan cukup untuk membiayai nyapres. Cari konglomerat uang tak berseri. Menang nyapres. Indonesia berpotensi tergadai.
Disinilah celah penyalahgunaan APBN bila calon presiden incumbent maupun calon presiden yang didukung oleh presiden yang sedang berkuasa. Gratis? Tidak. Ada deal-deal tertentu. Fenomena ini bisa Anda lihat secara terang benderang dengan presiden Indonesia yang berkuasa hari ini dengan mantan presidennya.
Tak hanya APBN yang disalahgunakan dengan kemasan bantuan sosial yang dibagi-bagikan jelang hari pencoblosan. Penyalahgunaan UU juga menjadi pintu iming-iming. Misalnya perubahan masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 8 tahun dalam UU Desa.
Tidak semua pembiayaan nyapres bersumber dari APBN. Itu berlaku hanya bagi calon presiden “ordal” rezim berkuasa. Sumber lainnya adalah pendanaan calon presiden dan wakil presiden oleh bohir. Bohir alias pemilik modal, pemilik proyek. Bohir take and give bila menang. Misalnya mengemas proyek perampasan tanah rakyat dengan Proyek Strategis Nasional seperti di Rempang.
Tinggal cari figur calon presiden yang bisa dikendalikan. Calon presiden yang rela masuk gorong-gorong. Baru-baru ini ada gubernur yang rela nyemplung ke sungai yang penuh sampah di Sukabumi. Apalagi kalau bukan pencitraan. Gubernur rasa content creator ini mungkin ingin mengikuti jejak presiden berijazah palsu yang bergelar raja tukang tipu.
Pendanaan nyapres? Gampang. Ada konglomerat alias kelompok orang-orang yang membuat rakyat melarat. Gadaikan harga diri dan kehormatan bangsa demi ambisi serakah kekuasaan. Anda bisa menang. Modalnya populer. Nyemplung ke sungai penuh sampah menjadi strategi menaikan popularitas dan mencari simpati publik.
Pendanaan biaya Pilpres terhadap calon presiden tertentu oleh konglomerat disertai dengan janji-janji tertentu sebagai bentuk pegadaian baru dalam politik. Menggadaikan Indonesia ke kelompok orang-orang yang membuat rakyat melarat.
Hal ini bisa dikonfirmasi ketika mencuatnya kasus pagar laut yang diduga kuat melibatkan Sugianto Kusuma. Populer Aguan. Salahsatu konglomerat yang sering membuat rakyat melarat. Tanah rakyat dirampas. Laut disertifikasi. Hebatnya Aguan si konglomerat yang membuat rakyat melarat tak tersentuh hukum karena diduga ikut menjadi bohir calon presiden yang menang pemilu penuh misteri dan kontroversi.
Semua menteri pasang badan termasuk presidennya. Cuma berani bongkar pagar laut. Mati suri ketika harus mengungkap siapa dalang pagar laut. Apalagi menyeretnya ke meja hijau. Sugianto Kusuma alias Aguan tidak tersentuh hukum. Malah bertemu presiden di Istana.
Bandung, 29 Ramadan 1446/29 Maret 2025
Tarmidzi Yusuf, Kolumnis