Indonesia tak henti-henti dirundung masalah. Perebutan kekuasaan. Saling tikam bahkan saling bunuh sesama elit. Tentu Anda tahu betul, Jokowi besar oleh PDIP. Jadi presiden pun, Jokowi karena sokongan PDIP. Tapi Jokowi pula yang berkhianat pada PDIP dan Megawati Soekarnoputri.
Tanpa PDIP, Jokowi yang ketika mencalonkan Walikota Solo bergelar doktorandus (Drs) itu tidak akan bisa menjadi Walikota Solo. Demikian pula, Jokowi yang aslinya tukang kayu takkan bisa menjadi Gubernur Jakarta tanpa sokongan PDIP. Posisi tertinggi negara ini pun yang dulu bergelar doktorandus berubah menjadi insinyur tidak akan bisa Jokowi raih untuk menjadi RI-1 tanpa PDIP.
Anda pun tahu, Jokowi yang didukung PDIP di 2014 dan 2019 menjadi presiden dari hasil mencuri. Memang bisa? Tidak ada yang tidak bisa di Indonesia. Yang menang bisa kalah. Yang kalah bisa menang. Tergantung bohir. Siapa kandidat presiden yang paling diuntungkan bohir-bohir itu. Itulah yang menang.
Banyak saksi hidup ngomong. Sesungguhnya pemenang Pilpres 2014 dan 2019 sebenarnya Prabowo Subianto. Media center Cikeas tahun 2014 sempat merilis hasil hitung cepat sebelum diralat. Kabarnya ada dendam SBY terhadap Prabowo Subianto. Rumor menyebut ada yang pernah kena tempeleng ketika sama-sama di TNI. Ketika itu masih ABRI.
Bahkan stasiun televisi, Metro TV yang sempat dipelsetkan publik karena kecewa menyebut Metro Tivu menayangkan hasil quick count Prabowo-Hatta unggul 58 persen dari Jokowi-JK sebelum mati listrik. Setelah listrik on lagi, tiba-tiba Jokowi-JK menang Pilpres versi quick count dari Prabowo-Hatta.
Hal serupa terjadi di Pilpres 2019. Pilpres paling brutal di Indonesia karena 894 petugas Pemilu meninggal dunia. Ada yang menyebut diracun. Lagi-lagi Prabowo kalah dari Jokowi. Seharusnya Prabowo menang atas Jokowi. Prabowo kalah karena Pemilu penuh manipulasi dan terkooptasi. Pemenang Pilpres sudah dikunci oleh Situng yang salah hitung.
Yang lebih tragis Anies Baswedan. Seharusnya Pilpres 2024 berlangsung dua putaran. Pada putaran pertama Prabowo-Gibran meraup 33 persen suara. Sementara Anies-Muhaimin berhasil memperoleh 24,95 persen dari suara sah. Sementara itu, pasangan Ganjar-Mahfud sukses meraup 16,47 persen suara.
Sirekap yang kontroversial itu berhasil menggelembungkan perolehan suara Prabowo-Gibran menjadi 58,59 persen. Sirekap mencuri 15 persen suara. Jadi deh Pilpres satu putaran. Anak haram konstitusi sukses menjadi RI-2. Bila dua putaran, banyak pihak meyakini pasangan Anies-Muhaimin bakal menang. Makanya sama Sirekap dikunci satu putaran.
Anies-Muhaimin berjiwa besar. Negarawan sejati. Meski kemenangannya dicuri, Anies-Muhaimin tetap menyalami Prabowo-Gibran saat KPU menetapkan pemenang Pilpres 2024.
Pemilu yang tidak membawa keberkahan bagi seluruh rakyat Indonesia. Bencana datang bertubi-tubi. Presiden hasil mencuri. Jauh dari keberkahan seperti harapan kita semua.
Umumnya kita menjalani hidup di dunia ini menginginkan adanya kebaikan atau keberkahan. Waktu berkah, umur berkah, rezeki berkah, harta berkah bahkan jabatan yang kita peroleh membawa keberkahan. Berkah itu bermanfaat bagi diri dan orang banyak.
“Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan membukakan untuk mereka berbagai keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (para rasul dan ayat-ayat Kami). Maka, Kami menyiksa mereka disebabkan oleh apa yang selalu mereka kerjakan.” [QS al-A’raf : 96]
Bila ingin Indonesia berkah bagi yang mencuri jabatan presiden melalui pemilu manipulatif dan situng yang salah hitung dan sirekap yang cuma merekap hasil yang dimenangkan harus dihukum sebelum Allah subhanahu wata’ala menghukumnya.
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” [QS. al-Maidah: 38]
Yogyakarta, 16 Syawal 1446/15 April 2025
Tarmidzi Yusuf, Kolumnis