Nasib 26 konsumen apartemen Meikarta di Cikarang, Jawa Barat (Jabar) yang mangkrak, menuntut uangnya dikembalikan alias refund, masih terkatung-katung. Pihak pengembang, PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) yang terafiliasi Lippo Group, terkesan meremehkan masalah ini. Alhasil proses ganti rugi senilai Rp4,5 miliar tak kunjung terlaksana.
Geregetan dengan perkembangan ini, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait memanggil bos Lippo Group James Riady serta anaknya, John Riady untuk membahas Meikarta, pada Rabu (23/4/2025).
“Saya undang James Riady dan anaknya John Riady untuk membahas masalah Meikarta di sini. Saya sudah telepon dia dan oke katanya mau datang,” kata Menteri Ara di Jakarta, Rabu (16/4/2025).
Selain James dan John Riady, kata Menteri Ara, undangan juga disampaikan kepada konsumen Meikarta agar hadir dalam pertemuan pada 23 April tersebut. Pertemuan ini penting untuk menyelesaikan sengketa apartemen Meikarta yang tak kunjung rampung. Sebanyak 26 konsumen menuntut pengembalian uang yang totalnya mencapai Rp4,5 miliar.
Kementerian PKP mengundang pimpinan Lippo Group dalam rangka pembahasan tindak lanjut pengaduan konsumen aparemen Meikarta yang terbengkalai. “Kami akan menggelar rapatnya secara terbuka, wartawan boleh meliputnya,” ungkap Menteri Ara.
Sebagai informasi, Kementerian PKP kembali menginisiasi pertemuan antara konsumen dengan pengembang apartemen Meikarta guna memastikan akan menuntaskan masalah ganti rugi dari korban proyek apartemen Meikarta.
Pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari instruksi Menteri PKP saat peluncuran layanan Pengaduan Konsumen Perumahan Terpadu Bantuan Edukasi dan Asistensi Ramah untuk Pengaduan Konsumen Perumahan (BENAR -PKP) beberapa waktu lalu.
Saat itu, konsumen Meikarta hadir dan meminta bantuan Kementerian PKP untuk menyelesaikan permasalahan yang telah mereka hadapi bertahun-tahun dimana unit hunian yang mereka beli belum terwujud sedangkan mereka tetap diwajibkan membayar KPR setiap bulan dan jumlahnya cukup besar.
Salah seorang konsumen Meikarta, Jeffry Victor membeberkan pengalaman pahit sehingga memutukan untuk membeli apartemen Meikarta bertipe studio 35/76 di lantai 1 dengan seharga Rp286 juta.
“Saya sudah bayar lunas. Dijanjikan unit towernya selesai pada 2020 dengan penandatanganan kembali berkas dokumen persyaratan. Namun sejak saat itu tidak ada progress sama sekali terkait pembangunan. Selain itu, muncul ketidaksesuaian untuk fasilitas yang dijanjikan yakni 2 bedroom, ternyata hanya 1 bedroom,” terangnya.
Cerita yang sama disampaikan Rini, membeli unit apartemen berukuran 54 meter-persegi yang dibanderol sekitar Rp500 juta. Karena bekerja di luar negeri dan tidak bisa mengajukan kredit bank, ia memilih pembayaran cash bertahap sebanyak 24 kali.
“Saya sudah mencicil 14 kali. Namun pada 2018, saya terpaksa menghentikan cicilan meskipun sudah memesan unit aartemen sejak 2017. Saya sudah membayar DP bahkan menambah lagi Rp60 juta. Total uang yang saya keluarkan mencapai Rp387 juta. Saya berharap duit kembali tanpa potongan atau bunga,” tuturnya.
Sementara Yosafat Erlan mengaku telah membeli unit apartemen seharga Rp300 juta pada 2017. Uang mka senilai Rpo40 juta telah dibayar, sisanya dicicil sebanyak 60 kali dari total 180 kali cicilan. Nominal cicilan mencapai Rp4,35 juta per bulan.
Kalau dikalkulasikan, lata Yosafat, uang mauk ke pengembang mencapai Rp301 juta. “Kami ingin uangnya kembali. Namun belum ada jawaban dari pengembang Meikarta, hanya bertemu dengan staf saja,” kata Yosafat.
Amina, korban apartemen Meikarta lainnya, mengaku telah membeli unit apartemen tipe studio dengan cicilan Rp12 juta per tahun. Ia menyebut cicilan sudah lunas sejak 2018, namun hingga kini unit yang dijanjikan tak kunjung diterima. “Sudah lunas sejak 2018, tapi sampai sekarang unitnya tidak ada,” keluh Amina.(Sumber)