Indonesia menjadi negara dengan populasi muslim terbesar menurut data Global Muslim Population terbaru. Tak heran jika umat Islam yang ingin berangkat haji jumlahnya sangat banyak. Antusiasme inilah yang kemudian membuat antrean haji bisa sampai puluhan tahun.
Ibadah haji adalah rukun Islam kelima yang menjadi dambaan muslim. Umat Islam di Indonesia memiliki semangat untuk menunaikan ibadah haji yang begitu tinggi. Namun, tingginya antusiasme ini menyebabkan antrean haji menjadi sangat panjang, bahkan di beberapa daerah waktu tunggu bisa mencapai lebih dari 40 tahun.
Fakta Antrean Haji di Indonesia
Setiap tahun, Indonesia mendapatkan kuota haji dari pemerintah Arab Saudi berdasarkan kesepakatan Organisasi Konferensi Islam (OKI) yakni sekitar 1 orang per 1.000 penduduk muslim. Dengan penduduk muslim Indonesia mencapai lebih dari 230 juta jiwa, permintaan untuk berhaji jauh melebihi kuota yang diberikan.
Menurut catatan pemberitaan detikHikmah, pemerintah Indonesia-Arab Saudi menyepakati kuota haji 2025 sebanyak 221.000 jemaah. Jumlah tersebut dialokasikan untuk jemaah reguler sebanyak 203.320 kuota dan jemaah haji khusus sebanyak 17.680 kuota.
Kuota jemaah haji reguler terdiri atas 190.897 jemaah haji reguler yang berhak lunas sesuai urutan porsi, 10.166 jemaah haji reguler prioritas lanjut usia, 685 pembimbing ibadah pada Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU), dan 1.572 petugas haji daerah (PHD).
Jemaah yang mengisi kuota haji ini telah melewati masa tunggu yang beragam, tergantung provinsinya. Berdasarkan data dari Kementerian Agama RI, waktu tunggu paling lama berada di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan mencapai 47 tahun. Sedangkan masa tunggu paling singkat berada di Kabupaten Maluku Barat Daya dengan estimasi antrean 11 tahun.
Berikut estimasi waktu tunggu haji di beberapa provinsi:
- Provinsi Aceh perkiraan waktu tunggu 34 tahun
- Provinsi Jawa Tengah perkiraan waktu tunggu 32 tahun
- Provinsi Jawa Timur perkiraan waktu tunggu 34 tahun
- Provinsi DKI Jakarta perkiraan waktu tunggu 28 tahun
- Provinsi Kalimantan Selatan perkiraan waktu tunggu 38 tahun
- Provinsi Sulawesi Tenggara perkiraan waktu tunggu 27 tahun
- Provinsi Sulawesi Selatan perkiraan waktu tunggu 47 tahun
- Provinsi Papua perkiraan waktu tunggu 13-39 tahun
- Provinsi Maluku perkiraan waktu tunggu 11-30 tahun
Lamanya antrean keberangkatan haji ini disesuaikan dengan jumlah pendaftar haji dan kuota yang disediakan pemerintah. Untuk melihat estimasi waktu tunggu secara lebih detail bisa mengakses laman Kementerian Agama https://haji.kemenag.go.id/v5/?search=waiting-list
Hukum Berhaji Orang yang Belum Mampu
Mengutip buku Ensiklopedia Fikih Indonesia: Haji & Umrah karya Ahmad Sarwat, Lc, M.A., pergi haji merupakan ibadah wajib bagi setiap muslim. Berhaji juga menjadi salah satu rukun Islam. Namun, ibadah ini hanya diwajibkan bagi umat Islam yang mampu secara materi dan fisik.
Berikut beberapa hukum berhaji bagi umat Islam yang belum mampu:
1. Gugur Kewajiban bagi yang Tidak Mampu
Jumhur ulama sepakat bahwa hanya orang-orang yang mampu saja yang diwajibkan mengerjakan ibadah haji. Bagi yang tidak mampu maka gugurlah kewajiban haji atasnya, hingga suatu hari dia dikaruniai kemampuan itu.
Dalil yang melandasinya termaktub dalam Al-Qur’an surah Ali ‘Imran ayat 97,
فِيهِ ءَايَٰتٌۢ بَيِّنَٰتٌ مَّقَامُ إِبْرَٰهِيمَ ۖ وَمَن دَخَلَهُۥ كَانَ ءَامِنًا ۗ وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنِ ٱلْعَٰلَمِينَ
Artinya: Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.
Dalam hadits dijelaskan, seseorang datang kepada Nabi SAW dan bertanya, “Ya Rasulullah, hal-hal apa saja yang mewajibkan haji?” Beliau menjawab, “Punya bekal dan punya tunggangan.” (HR Tirmidzi)
2. Kewajiban yang Boleh Ditunda
Mazhab Asy Syafiiyah memandang bahwa kewajiban berangkat haji bagi mereka yang mampu tidak harus disegerakan, melainkan boleh diakhirkan. Dasar hukum yang melandasinya adalah melihat ibadah haji yang dikerjakan Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW mengerjakan ibadah haji satu kali dalam seumur hidupnya. Beliau beberapa kali ke Makkah namun tidak untuk berhaji, melainkan hanya mengerjakan umrah.
3. Skala Prioritas
Jika ada seorang yang mampu secara materi kemudian menunda berhaji, ia tidak berdosa. Di sisi lain, mungkin ada kewajiban-kewajiban yang jauh lebih mendesak dan harus disegerakan, misalnya kewajiban membayar zakat dan lainnya.
Dalam hal ini, banyak para ulama menekankan pentingnya umat Islam membuat skala prioritas dalam ibadah. Tujuannya untuk mendahulukan ibadah yang lebih penting dibandingkan yang kurang penting, walaupun sama-sama wajib hukumnya.
(Sumber)