Beberapa waktu lalu BPJPH menemukan adanya unsur porcine (babi) dalam sembilan produk yang diuji di laboratorium. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, Prof KH Asrorun Ni’am Sholeh beri tanggapan.
Menurutnya, tujuh dari sembilan produk tersebut telah bersertifikat halal sehingga perlu ada tindak lanjut yang serius. Prof Niam juga mengapresiasi BPJPH terhadap langkah penguatan sistem jaminan produk halal yang telah dilakukan.
“Saya mengapresiasi langkah-langkah pengawasan yang dilakukan oleh BPJPH dalam menjamin produk halal di masyarakat. Pengawasan ini penting karena menjadi salah satu titik lemah dalam sistem penguatan jaminan produk halal yang perlu terus diperbaiki,”kata Prof Niam yang dilansir dalam laman MUI, Selasa (29/4/2025).
Terkait hal ini memang perlu ada pengawasan yang berkelanjutan, apalagi regulasi sertifikat halal ini berlaku tanpa batas waktu. Sehingga aturan tersebut dapat menimbulkan potensi moral hazard, yaitu kondisi ketika pelaku usaha merasa tidak lagi diawasi sehingga berpotensi mengabaikan kepatuhan terhadap standar halal dan merusak sistem jika tidak disertai pengawasan yang memadai.
MUI juga melakukan penelaahan dan diskusi mendalam untuk mencari kemungkinan-kemungkinan penyebab munculnya kandungan yang bertentangan dengan standar halal. Ada delapan kemungkinan yang diidentifikasi:
1. Perbedaan sampel antara yang digunakan saat proses sertifikasi halal oleh LPH dan yang diambil saat pengawasan
2. Perbedaan waktu pengambilan sampel yang dapat memengaruhi hasil uji laboratorium
3. Perbedaan metode pengujian laboratorium, yang secara ilmiah bisa menghasilkan hasil yang berbeda
4. Ketidakcermatan saat uji laboratorium
5. Keteledoran baik dari pihak LPH, Komisi Fatwa, atau mekanisme pengawasan yang kurang akurat
6. Perbedaan alat laboratorium yang digunakan dalam proses pengujian
7. Faktor persaingan usaha atau potensi adanya motif lain di balik temuan tersebut
8. Kemungkinan teknis lain yang masih perlu ditelusuri secara lebih detail.
MUI juga akan menindaklanjuti temuan secara serius melalui proses evaluasi internal.
“Temuan ini tentu akan menjadi bahan berharga dalam proses i’adatun nazor atau telaah ulang fatwa di Majelis Ulama Indonesia,” kata Kiai Ni’am.
Direktur Utama LPPOM, Muti Arintawati juga menyampaikan hasil penelusuran LPPOM dari 9 produk yang diumumkan BPJPH, 7 diantaranya telah diaudit LPPOM.
Proses audit telah dilakukan secara menyeluruh sesuai Sistem Jaminan Produk Halal (SPJPH). Selanjutnya, pengujian laboratarium terhadap produk yang diaudit oleh LPPOM dengan metode Real-Time PCR di laboratarium terakreditasi menunjukkan tidak adanya kandungan babi.
“Data ini telah menjadi dasar Komisi Fatwa MUI untuk menetapkan fatwa kehalalan produk, dan BPJPH menerbitkan sertifikasi halal berdasarkan ketetapan halal tersebut,” ujar Muti.
LPPOM dalam menanggapi temuan ini berupaya melakukan uji laboratarium terhadap produk yang dimaksud. Di pasaran, LPPOM mengaku tidak berhasil menemukan seluruh produk nomor batch yang sama dengan produk yang diumumkan BPJPH karena produk tersebut telah ditarik dari peredaran.
“Secara bertahap, kami mengambil sampel yang ada di pasaran dan segera melakukan proses pengujian. Pengujian dilakukan menggunakan beberapa metode di dua laboratarium terakreditasi. Salah satunya metode real-time PCR SNI 9278:2024 yang direkomendasikan oleh BPJPH sebagai metode analisis identifikasi porcine,” ungkapnya.
Pertama, Corniche Fluffy Jelly Marshmallow (identitas sampel) dengan nama produsen Sucere Foods Corporation, Philippines. Kedua, ChompChomp Car Mallow (Marshmallow Bentuk Mobil) (identitas sampel) dengan nama produsen Shandong Qingzhou Erko Foodstuffs, China.
Ketiga, ChompChomp Flower Mallow (Marshmallow Bentuk Bunga) (identitas sampel) dengan nama sampel Shandong Qingzhou Erko Foodstuffs, China. Keempat, Hakiki Gelatin (identitas sampel) dengan nama produsen PT. Hakiki Donarta, Indonesia.
Keempat produk ini dari hasil uji laboratorium tidak terbukti adanya DNA babi. Sementara ketiga produk lainnya masih dalam proses pengujian.(Sumber)