News  

Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia Setop Impor BBM Dari Singapura, Beralih ke AS dan Timur Tengah

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memastikan Indonesia akan menghentikan impor bahan bakar minyak (BBM) dari Singapura dan mengalihkannya ke negara lain seperti Amerika Serikat (AS) hingga Timur Tengah.

“Bukan kata mungkin lagi nih, sudah hampir pasti. Jadi kita akan mengambil minyak dari negara lain, yang bukan dari negara itu [Singapura]. [Impor] salah satu negaranya AS,” kata Bahlil ditemui di Kementerian ESDM, Jumat (9/5/2025).

Bahlil menyebut, dalam waktu enam bulan ke depan, impor dari Singapura akan dihentikan karena saat ini PT Pertamina (Persero) tengah membangun dermaga agar dapat menampung kapal yang besar lagi.

“[Dalam] 6 bulan. Sekarang kan Pertamina lagi membangun dermaga-dermaga yang bisa [memuat] kapal impor yang besar, karena kalau dari Singapura kan kapalnya yang kecil-kecil. Itu juga salah satu alasan,” terang Bahlil.

“Jadi kita membangun yang besar, supaya satu kali angkut, enggak ada masalah. Maka, pelabuhan yang lebih besar dan kedalamannya harus dijaga.”

Dia menyebutkan saat ini porsi impor dari Singapura sebesar 54%—59% dari total konsumsi BBM Indonesia, yang ditaksir mencapai 1,6 juta barel per hari (bph) per 2024.

Bukan tidak mungkin, tegas Bahlil, ke depannya tidak ada impor BBM sama sekali oleh Indonesia dari Negeri Singa.

Namun, pengurangan volume impor tersebut menurutnya akan dilakukan secara bertahap. “Bertahap ya. Tahap sekarang mungkin bisa sampai 50% mungkin suatu saat akan nol,” tuturnya.

Negosiasi Tarif

Bahlil menjelaskan pengalihan impor BBM dari Singapura ke AS juga merupakan bagian dari upaya negosiasi untuk menghindari pengenaan tarif resiprokal oleh Presiden AS Donald Trump.

“Mengalihkan sebagian bukan semuanya, kan kita sudah mempunyai perjanjian dengan Amerika. Salah satu di antara yang kita tawarkan itu adalah kita harus membeli beberapa produk dari mereka. Di antaranya adalah BBM, crude [minyak mentah], dan LPG [gas minyak cair],” jelas Bahlil.

Menurut dia, alasan pemerintah mengalihkan impor BBM dari Singapura ke AS di antaranya karena persoalan geopolitik dan geoekonomi. “Kita kan harus juga membuat keseimbangan bagi yang lain.”

Dia pun menegaskan penyetopan impor BBM dari Singapura tidak akan melalui terminasi kontrak karena Indonesia selama ini membeli dari pasar spot.

“Impor itu enggak ada kontrak. Impor itu adalah spot, [di mana] barang ada, dibeli. Jadi bukan berarti putus kontrak dalam waktu sekian,” tegasnya.

Sebuah kapal tanker minyak sedang berlabuh di fasilitas PT.Pertamina di Pelabuhan Tanjung Priok./Bloomberg-Dimas Ardian
Beban Anggaran

Di sisi lain, rencana Indonesia merealokasi impor migas, khususnya LPG, ke AS juga dikhawatirkan dapat makin menambah beban anggaran negara untuk impor migas dan subsidi energi.

Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Nasional (Aspermigas) Moshe Rizal mengatakan harga LPG AS saat ini cenderung naik lantaran biaya produksi yang makin mahal di tengah eskalasi perang tarif dengan China.

Moshe menjelaskan, proses produksi LPG tidak hanya sekadar diekstrasi dari perut bumi, seperti halnya gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG), tetapi harus melalui proses pengolahan di kilang.

“Saya bilang cukup signifikan biaya produksi [LPG] Amerika itu, karena masalah tarif ini. Kalau [gas] dari dalam tanah, biaya produksinya tidak terlalu berpengaruh, tetapi kalau dari sisi kilang, ini biaya produksinya cukup berpengaruh, karena biaya operasional dengan adanya tarif itu akan makin mahal,” terang Moshe.

“Saya belum tahu apakah sudah ada quote penawaran harga dari Amerika atau belum, tetapi kemungkinan besar akan ada dampak kepada APBN.”

Moshe menilai pemerintah kurang memperhatikan faktor nilai atau harga saat mengambil kebijakan realokasi impor LPG, minyak mentah, dan BBM ke AS demi menghindari tarif resiprokal Trump.

Pemerintah terkesan hanya memperhitungkan faktor volume yang tidak berubah dari kuota awal, padahal biaya impor juga dipengaruhi oleh harga komoditas itu sendiri berikut ongkos logistiknya.

Dari sisi jarak saja, menurut Moshe, rute kargo LPG dari AS ke Indonesia lebih jauh dibandingkan dengan dari Timur Tengah.

Belum lagi, harga LPG AS ditengarai mulai mengalami tren kenaikan karena banyak negara tengah berebut pasokan gas minyak cair dari Negeri Paman Sam sebagai bagian dari negosiasi dagang untuk menghindari tarif Trump.

“Karena yang mau menghindari tarif Trump tidak hanya Indonesia, negara lain juga kebanyakan negosiasi. Salah satu negosiasinya adalah impor lebih banyakk dari AS. Salah satu komoditas yang diimpor adalah LPG, itu tidak cuma Indonesia yang mau impor LPG.”

Moshe menggarisbawahi, makin tinggi permintaan terhadap LPG AS, makin naik pula harga komoditas tersebut.

“Terus pemerintah bilang tidak ada dampak ke APBN. Dari mana enggak ada dampaknya? […] Jelas, pasti, beban ke APBN kita. Impornya saja sudah beban, terus kita mesti kasih subsidi juga ke masyarakat biar harga stabil. Ya akan jadi beban tambahan dobel kita jadinya.”

Untuk diketahui, alokasi subsidi LPG dalam APBN 2025 adalah Rp87,6 triliun, lebih tinggi dari pagu tahun sebelumnya senilai Rp85,6 triliun.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), impor migas Indonesia sepanjang 2024 mencapai US$36,27 miliar. Postur impor itu berasal dari pembelian minyak mentah senilai US$10 miliar dan hasil migas sebesar US$25,92 miliar.

Adapun, impor LPG Indonesia sepanjang 2024 mencapai 6,89 juta ton dengan nilai mencapai US$3,78 miliar. Porsi impor LPG dari Amerika Serikat mencapai 3,94 juta ton, dengan nilai impor US$2,03 miliar.

Selain AS, Indonesia selama ini mengimpor LPG dari Uni Emirat Arab (UEA), Qatar, Arab Saudi hingga Algeria.

Di sisi lain, kuota impor minyak mentah Indonesia dari AS terbilang kecil dibandingkan dengan realisasi impor sepanjang 2024. Indonesia mengimpor minyak mentah dari AS sekitar US$430,9 juta pada periode tersebut.

Sebagian besar impor minyak mentah Indonesia berasal dari Arab Saudi, Angola, Nigeria hingga Autralia. Sementara itu, impor BBM kebanyakan berasal dari kilang di Singapura.(Sumber)