Hasbiallah Ilyas Kritik Vonis Ringan Korupsi APBD COVID, Desak KY Periksa Hakimnya

Anggota Komisi III DPR RI Hasbiallah Ilyas mempertanyakan vonis tiga tahun penjara yang diberikan ke Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Budi Sylvana dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) COVID-19 di Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Menurutnya, kasus korupsi pengadaan APD COVID-19 di Kemenkes itu bukan hanya merugikan keuangan tapi juga menyangkut nyawa masyarakat.

“Enggak bisa itu COVID itu. Korupsi COVID itu menurut saya korupsi yang merusak soal nyawa ini,” ujar Hasbiallah dikutip Minggu (8/6/2025).

Dia menegaskan, Budi Sylvana seharusnya diberikan hukuman yang berat oleh majelis tindak pidana korupsi. Hasbi bahkan tak segan untuk meminta hakim yang berkaitan diperiksa oleh Lembaga seperti Komisi Yudisial (KY).

“Bukan hanya soal merugikan keuangan tapi soal nyawa. Itu harus dihukum dengan seberat-beratnya. Kalau hanya seperti itu hakimnya juga diperiksa itu,” tuturnya.

Sebelumnya, Ketua Majelis Hakim, Syofia Marlianti, menyatakan Budi bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan kekuasaannya dalam proyek pengadaan alat pelindung diri (APD) COVID-19 di Kemenkes, yang mengakibatkan kerugian negara.

“Menjatuhkan pidana oleh karenanya terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 3 tahun,” kata Hakim Syofia saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (5/6/2025).

Selain pidana penjara, Budi juga dijatuhi hukuman denda sebesar Rp100 juta. Jika tidak dibayar, denda tersebut akan digantikan dengan pidana kurungan selama dua bulan.

“Serta denda sebesar Rp100 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti pidana kurungan selama 2 bulan,” tambah hakim.

Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan bahwa hal yang memberatkan adalah Budi dinilai tidak mendukung upaya pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi dan telah menurunkan kepercayaan publik terhadap Kementerian Kesehatan.

Sementara itu, hal yang meringankan adalah Budi bersikap sopan selama persidangan dan memiliki tanggung jawab terhadap keluarganya.

Budi terbukti melanggar Pasal 3 juncto Pasal 16 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan kedua.

Namun, hakim tidak menjatuhkan pidana pengganti karena Budi tidak menikmati secara langsung hasil dari tindak pidana korupsi tersebut.(Sumber)