News  

Jika Semua ASN Boleh WFA, Pelayanan Publik Bakal Amburadul! Cek Dulu Ketentuannya!

Angin segar bagi aparatur sipil negara (ASN), kini bisa bekerja di mana saja, di rumah sambil senderan pun bisa. Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) menerbitkan aturan baru yang memperbolehkan ASN bekerja dengan sistem work from anywhere (WFA). Lantas bagaimana pelayanan publik seperti di keluarahan?

Dikutip dari laman resmi KemenPAN-RB, ternyata tidak semua ASN dapat melakukan WFA. Hanya ASN dengan kriteria tertentu yang bisa melakukan WFA sebagaimana diatur dalam PermenPANRB No.4/2025.

Pada Pasal 13, dijelaskan bahwa Fleksibilitas Kerja dapat dilaksanakan pegawai paling banyak 2 (dua) hari kerja dalam 1 (satu) minggu. Ketentuan ini dikecualikan bagi ASN yang karakteristik tugasnya harus melaksanakan tugas kedinasan di luar kantor atau ASN dengan keadaan khusus.

Aturan ini juga diberlakukan dengan persentase jumlah pegawai. Pasal 14 mengatur agar setiap pimpinan instansi menetapkan presentase jumlah pegawai ASN yang dapat melaksanakan fleksibilitas kerja secara lokasi. Kemudian di Pasal 23, diatur kriteria tugas kedinasan yang dapat menerapkan WFA, rinciannya:

1. Dapat dilakukan di luar kantor selain lokasi yang menjadi penempatan kerja Pegawai ASN tersebut
2. Tidak memerlukan ruang kerja khusus dan/atau peralatan khusus
3. Dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi;
4. Memiliki interaksi tatap muka yang minimum; dan
5. Tidak memerlukan supervisi atasan secara terus menerus.

Kemudian pada Pasal 25, diatur pegawai ASN yang boleh melaksanakan WFA. Kriterianya, tidak sedang menjalani atau dalam proses hukuman disiplin dan/atau bukan pegawai baru.

Lalu pada Pasal 30 mengatur bagaimana cara dan syarat pegawai ASN dapat mengajukan WFA. Pegawai ASN dapat mengajukan jenis Fleksibilitas Kerja tertentu dengan pertimbangan keadaan khusus kepada pimpinan Unit Organisasi.

Pengajuan Fleksibilitas Kerja Pegawai ASN dalam keadaan khusus dilakukan Pegawai ASN dengan menyertakan syarat pendukung paling sedikit:

1. Alasan mengajukan untuk melaksanakan jenis Fleksibilitas Kerja tertentu yang disertai dengan bukti dukung; dan
2. Rencana kerja dan keluaran selama melakukan jenis pola pelaksanaan tugas tertentu.

Kepala Daerah Jangan ‘Asbun’
Gubernur Jakarta Pramono Anung gerak cepat alias ‘gercep’ menyambut kebijakan ini. Dia mengaku punya segudang pengalaman dalam menjalankan sistem kerja WFA saat jabat Sekretaris Kabinet. Dia mengklaim, WFA sudah menjadi kebutuhan bagi ASN Jakarta.

“Karena di Jakarta itu ASN-nya hampir 62 ribu. Sehingga dengan demikian, pasti kalau memang bisa diterapkan di Jakarta, dengan mudah akan kami terapkan. Karena menjadi kebutuhan,” kata Pramono di Jakarta, Jumat (20/6/2025).

Meski sudah menyatakan kesiapan dan klaim punya segudang pengalaman, namun Pramono tak menjelaskan rinci seperti apa skema kerja dan pengawasannya. Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto minta jangan buru-buru diberlakukan.

Dia mengatakan, kebijakan ini bisa diterapkan jika sistem pengawasannya sudah dibangun dengan matang, agar jelas tolok ukur kinerja aparatur yang bekerja tanpa terpantau mata atasannya.

“Sebetulnya yang sangat penting adalah bagaimana setiap unit kerja itu, membangun sistem pengawasan yang maksimal sehingga bisa mengukur output-nya. Bukan berarti kemudian WFA ini tidak ada ukurannya, tidak ada asesmennya, tidak ada pengawasannya. Itu kan penting, untuk memastikan output-nya seperti apa,” tutur Bima di Kantor BPSDM Kemendagri, Jakarta Selatan, Sabtu (21/6/2025).

Sehingga, kata dia, harus ada aturan-aturan teknis di setiap unit kerja. Dan nantinya, lanjut dia, Kemendagri akan melakukan pembahasan terkait hal ini.

“Yang pasti kan aturan itu sudah dikeluarkan oleh KemenPANRB, tinggal kemudian bagaimana nanti membangun, merumuskan aturan detail terkait dengan teknis pelaksanaannya, asesmennya, monefnya, dan mengukur output-nya,” kata dia.

Tak Semua ASN Senang WFA
Rupanya tak semua ASN senang dengan aturan ini, ada juga yang masih memikirkan soal layanan publik yang prima bagi masyarakat. Dina Permatasari (36), ASN Dinas Kesehatan Kota Bogor contohnya. Menurutnya, sistem demikian berpotensi menimbulkan miskomunikasi dalam bekerja, terutama antardivisi yang membutuhkan banyak koordinasi.

“Koordinasi itu jadi kunci di kantor seperti kami. Kalau banyak yang kerja dari luar, komunikasi bisa terputus. Satu bidang nunggu konfirmasi, yang satu lagi susah dihubungi, akhirnya kerjaan jadi tertunda,” kata Dina saat dihubungi wartawan, Jumat (20/6/2025).

Selain soal koordinasi, Dina juga menyebut tidak semua pegawai memiliki kesiapan perangkat atau koneksi yang stabil untuk mendukung kerja jarak jauh.

“Ada teman-teman yang laptopnya terbatas, jaringan internetnya enggak stabil. Jadi bukan cuma soal bisa kerja dari luar atau enggak, tapi juga soal akses dan kecepatan kerja. Itu semua bisa bikin miskomunikasi makin sering,” ujar dia.

Dina mengingatkan, banyak pekerjaan administratif yang membutuhkan kehadiran langsung ASN, seperti pengesahan dokumen, permintaan disposisi pimpinan, atau proses surat-menyurat. “Kami masih banyak urusan yang sifatnya manual dan butuh tanda tangan langsung. Kalau pegawainya WFA dan enggak ada di tempat, proses bisa berhenti,” ujarnya.(Sumber)