Politikus PDI Perjuangan, Beathor Suryadi, kembali melontarkan kritik tajam terhadap integritas proses demokrasi yang melibatkan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak awal karier politiknya. Beathor menyebut bahwa selama 21 tahun berkuasa, Jokowi tidak pernah menunjukkan dokumen kependidikan yang diverifikasi secara sah oleh KPUD Solo, KPUD DKI Jakarta, maupun KPU RI.
Pernyataan ini disampaikannya merespons keterangan mantan Ketua KPUD Solo, Eko Sulistyo, yang mengaku bahwa Jokowi memiliki dua gelar sarjana — doktorandus dan insinyur — namun tanpa tercantum asal institusi pendidikan secara eksplisit dalam dokumen ijazahnya. Eko juga mengungkapkan bahwa KPUD Solo tidak pernah melakukan verifikasi berkas secara formal pada saat Pilkada Solo pertama dan kedua. Harusnya, Eko melakukan publik ekspos terkait identitas Jokowi.
“KPUD Solo tidak memverifikasi dokumen tersebut secara tuntas. Bahkan tidak ada Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari sekolah atau universitas asal,” ujar Beathor mengutip penjelasan Eko dalam pernyataan kepada Radar Aktual, Senin (30/6/2025).
Ia juga menduga praktik serupa terjadi dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta hingga Pemilihan Presiden. Beathor menilai, seharusnya setelah terpilih, Jokowi melakukan ekspos terbuka kepada rakyat tentang identitas dan legalitas seluruh dokumen kependidikannya.
“Selama 21 tahun Jokowi menikmati kekuasaan dan mendapatkan berbagai keuntungan bagi diri dan keluarganya, tetapi juga menjadi beban bagi bangsa dan negara,” lanjutnya.
Atas dasar ini, Beathor mendesak agar Presiden Jokowi, Universitas Gadjah Mada (UGM), KPU, Bawaslu, serta Komisi II DPR RI menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada rakyat Indonesia karena telah lalai dalam memastikan keabsahan proses Pilkada Solo, Pilkada DKI, dan Pilpres.
Lebih jauh, Beathor juga menyarankan agar dalam pidato permintaan maaf tersebut, Jokowi sekaligus mengumumkan pengunduran diri putranya, Gibran Rakabuming Raka, dari jabatan Wakil Presiden RI.
“Langkah berikutnya, Mahkamah Konstitusi dan MPR RI harus segera memproses pemilihan Wakil Presiden pengganti secara konstitusional,” tegas Beathor.