Dari Nikita Mirzani Hingga Ria Ricis Pamer Saldo ATM, Ciri Gangguan Jiwa?

Nikita Mirzani di Youtube Billy Syahputra, Memamerkan Saldo ATM

Semakin ramai saja deretan artis yang pamer saldo ATM. Tren ini diawali Barbie Kumalasari yang kala itu mendapat tantangan dari Uya Kuya.

Kala itu, saldo yang tertera di ATM Barbie Kumalasari sekira Rp2 miliar. Tren ini kemudian menular ke selebriti lainnya. Sebut saja Ruben Onsu, Raffi Ahmad, Ria Ricis, hingga yang paling baru adalah Nikita Mirzani.

Tren ini mendapat komentar pedas dari kalangan selebriti, seperti Tamara Bleszynski. Dia menyebut tren ini sangat memalukan. Sementara itu, Andhika Pratama memberi komentar cukup pedas terhadap tren ini. Baginya, tren ini tak jauh berbeda dengan sampah.

Karena semakin masif, redaksi coba menanyakan pada Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa RS Awal Bros Bekasi Barat dr. Alvina, SpKJ, apakah ini bagian dari penyakit jiwa. Lantas, apa jawaban dokter?

Dokter Alvina menerangkan, perilaku memamerkan harta yang dilakukan selebriti belakangan ini belum tentu merupakan gangguan jiwa. Sebab, mendiagnosa sakit jiwa harus melalui proses penilaian yang komprehensif.

“Kita harus melakukan evaluasi secara lengkap terlebih dahulu sebelum menyimpulkan atau menegakkan diagnosis gangguan jiwa tertentu,” terangnya pada Okezone, Kamis (21/11/2019).

Nah, untuk kasus pamer saldo ATM para selebriti, dr Alvina menegaskan, bisa saja perilaku memamerkan harta adalah bagian dari pekerjaan mereka di dunia hiburan untuk meningkatkan popularitas mereka.

Bila sikap pamer seseorang dikaitkan dengan gangguan jiwa, tentunya perilaku tersebut akan disertai ciri-ciri lainnya seperti merasa diri yang paling penting, fantasi berlebih tentang kesuksesan, kekuatan, kepintaran, atau kecantikan.

Atau, mungkin mereka memiliki keyakinan bahwa dirinya unik, istimewa, dan hanya bisa dimengerti orang-orang spesial tertentu. Mereka pun membutuhkan pengakuan berlebihan dan kurang empati, serta memiliki perilaku eksploitatif.

Akibatnya, akan timbul rasa iri pada orang lain atau yakin bahwa orang lain iri pada dirinya, serta adanya perilaku arogan dan nakal yang menetap dimulai pada masa dewasa muda.

“Jika ciri-ciri tersebut terdeksi, maka ada kemungkinan seseorang mengalami gangguan kepribadian narsisistik,” tegasnya.

Adapun narsisistik, adalah gangguan kepribadian yang dialami seseorang yang menganggap dirinya sangat penting dan harus dikagumi.

Kebiasaan pamer pun termasuk gangguan kepribadian narsisistik, dan biasanya orang tersebut memiliki masalah dengan rasa kepercayaan diri dan rasa keberhargaan diri, seperti self confidence dan self worth, sehingga butuh untuk terus menerus mendapatkan pengakuan.

Jadi, lanjut Alvina, tujuan seseorang melakukan tindakan-tindakan yang termasuk dalam gangguan kepribadian narsisistik adalah untuk memperoleh kepuasan pribadi walau bersifat sementara, untuk memiliki teman atau relasi walau bersifat sementara, dan agar dirinya dianggap penting atau istimewa.

Dampak narsisistik terhadap diri seseorang adalah bisa muncul gangguan jiwa lainnya seperti gangguan mood atau pun muncul masalah dalam relasi. Gangguan narsisistik ini biasanya dilakukan berulang karena memang sudah bagian dari ciri-ciri kepribadiannya.

Biasanya, orang yang mengalami gangguan narsisistik dapat sembuh dengan cara dirinya akan menyadari ada yang salah bila berulang kali mengalami kegagalan dalam relasi.

“Orang yang mengalami gangguan narsisistik cenderung tidak menyadari bahwa dirinya mengalami narsisistik sampai ia mengalami masalah relasi yang berulang,” ujar dr Alvina.

Alvina melanjutkan, cara penyembuhan orang yang mengalami narsisistik pun dapat dilakukan dengan cara melakukan terapi khusus gangguan kepribadian narsisistik.

Terapi yang digunakan, adalah dengan psikoterapi yang jangka waktunya biasanya cukup lama dan terapi dari gangguan jiwa lainnya bila diperlukan.

Biasanya, orang lain akan merasa kesal karena orang dengan gangguan narsisistik ini cenderung merasa selalu benar, merasa yang paling penting, dan lain sebagainya. “Kita bisa menyikapi mereka dengan tidak terlalu larut dalam beradu argumen atau kritik,” kata dr Alvina.

Bila seseorang yang mengalami gangguan narsisistik adalah orang yang dekat dengan kita, mungkin kita bisa menyarankan atau mengarahkan mereka dengan cara yang baik untuk datang berkonsultasi ke psikiater.

“Intinya, kita harus lakukan evaluasi lengkap terlebih dahulu baru kita bisa membuat kesimpulan bahwa orang-orang tersebut mengalami gangguan jiwa atau tidak,” tambahnya.

Menurutnya, seseorang tidak bisa terlalu cepat membuat kesimpulan bahwa mereka mengalami gangguan jiwa. Namun, jangan juga mengabaikan seseorang yang sudah merasa terganggu dan membutuhkan pertolongan profesional.

“Hendaknya kita menjadi masyarakat yang suportif dan tidak menghakimi sehingga seseorang yang memang membutuhkan bantuan profesional tidak merasa malu untuk datang berkonsultasi,” pungkas dr Alvina. {okezone}