Tekno  

Mochtar Riady Bongkar Penyebab Gagalnya MatahariMall.com

Mochtar Riady, Pendiri Ciputra dan MatahariMall.com

Pendiri Ciputra Group, Mochtar Riady mengakui adanya kegagalan dalam membangun mataharimall.com seiring perkembangan bisnis yang saat ini lebih berbasis digital.

“Mataharimall.com itu gagal karena melawan hukum alam, langsung dibuat besar, tidak dari kecil dulu,” kata Mochtar Riady saat menjadi pembicara kunci pada Pertemuan Digital Indonesia yang digelar oleh Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) di Djakarta Theatre, Kamis.

Ia mengungkapkan bahwa ketika memulai mataharimall.com, langsung menyewa ratusan tenaga ahli di bidang teknologi digital. “Ada 300 orang,” kata Mochtar Riady yang kini berusia 91 tahun itu.

Ia membandingkan dengan Alibaba yang membuat pasar di dunia digital, atau Amazon yang membuka toko di dunia internet. “Jadi harus jelas dulu kemana arahnya,” ujar dia.

Ia melanjutkan, era digital sebenarnya bukan barang baru karena sudah ada sejak tahun 1946 hingga berkembang sampai saat ini. “Perkembangan ini yang mengarah ke ‘artificial intelligent’ yang harus diantisipasi dan dimanfaatkan,” katanya mengingatkan.

Ia mencontohkan negara-negara di Eropa Selatan dan Amerika Selatan yang saat ini mengalami kemunduran karena tidak memanfaatkan perkembangan revolusi industri.

Sedangkan China yang 20an tahun lalu masih jauh tertinggal dari Indonesia, kini menikmati kemajuan setelah memanfaatkan revolusi industri dan era digital. “China sekarang sudah menjadi negara terbesar kedua di dunia,” ujar dia.

Perubahan teknologi yang begitu cepat harus diantisipasi pula agar tidak ikut “binasa”.

“Yang gagal karena tidak sensitif dengan perubahan ekonomi karena perubahan teknologi, perubahan politik karena perubahan teknologi, padahal perubahan teknologi memberi peluang lain untuk tetap tumbuh dan hidup,” kata Mochtar Riady.

Perkembangan teknologi seharusnya dimanfaatkan untuk perdagangan, bisnis, yang lebih mudah, efisien dan luas. Hadir dalam pertemuan tersebut Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, dan Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro. {wartaekonomi}