News  

Gus Dur Rekomendasikan 5 Buku Ini Untuk Dibaca Santri

Gus Dur

Gus Dur merupakan kiai yang ilmunya sangat mumpuni. Ia memperkenalkan buku-buku yang cocok untuk dibaca para santri.

Sedikitnya ada lima buku yang direkomendasikan oleh Gus Dur untuk para santri. Buku tersebut antara lain karya Aera Eropa karya J.M. Romein. Buku ini diterjemahkan dari ‘Aera van Europa’ oleh penerbit Ganaco Bandung.

Buku ini bercerita tentang sejarah dunia yang kemudian terfokus pada peradaban Eropa.

Buku Aera Eropa bercerita tentang tantangan geografis orang Eropa, faktor demografi, etnologi dan ‘jiwa’ orang Eropa, tentang bangsa Yunani, Romawi, Byzantium, tentang agama Nasrani.

Persinggungan Islam dan Eropa, dan Protestantisme, tentang renaissance, tentang kempauan ‘teknik’ orang Eropa, tentang nasionalisme, kapitalisme dan ‘penemuan’ daerah (jajahan) baru.

Tentang aufklarung, tentang revolusi Industri, revolusi Prancis dan Rusia, Revolusi Amerika, imperialisme modern, sampai jatuhnya ‘musim gugur’ di Eropa.

Empat buku lain yang direkomendasikan Gus Dur untuk para santri ini bergenre ekonomi politik. Antara lain buku “Mystery of Capital” karya ekonom Peru, Hernando de Soto.

Buku ini antara lain menjawab mengapa para petani di negara berkembang hampir selalu terperangkap dalam jurang kemiskinan, hanya bisa menanam untuk memenuhi kebutuhan hidup sendiri.

Salah satunya dalah soal kepemilikan lahan yang ‘informal’, sembari menunjukkan contoh keberhasilan ekonomi kapitalisme Jepang dan Amerika yang dirancang sejak zaman sebelum Perang Dunia I.

Selanjutnya adalah Buku The Moral Ecomomy of Peasant karya James C. Scott, seorang ilmuwan politik dan antropolog Amerika. Buku ini sudah diterjemahkan oleh penerbit LP3ES dengan judul Moral Ekonomi Petani.

James Scott menyampaikan kesimpulan yang menyakitkan tapi tetap perlu dicena oleh para santri yang mungkin sebagian besarnya adalah anak para petani. Disebutkan para petani di Asia Tenggara pada umumnya adalah manusia yang sangat statis.

Mereka sangat tergantung kepada norma-norma yang ada. Mereka juga cenderung menghindari resiko.

Bahkan ketika seorang petani mengalami suatu keadaan yang menurut mereka dapat mengancam kelangsungan hidupnya, maka mereka menjual dan menggadai harta benda mereka. Ini yang disebutnya sebagai norma subsistensi dalam masyarakat petani.

“Etika subsistensi” ini menjadi salah satu gagasan utama dalam karya Scott, yaitu etika untuk bertahan hidup dalam kondisi minimal yang melandasi segala perilaku kaum tani dalam hubungan sosial mereka di pedesaan.

Termasuk pembangkangan mereka terhadap inovasi yang datang dari pemerintah, dan bahkan pada saatnya akan memunculkan pemberontakan.

Dalam hal ini ia memang lebih terasa seperti seorang konsultan pemerintah, namun beberapa analisasnya tetap layak dibaca oleh anak para petani yang ingin mengembangkan pertanian orang tuanya.

Lalu buku karya Clifford Geertz yang dikenal dengan buku The Religion of Java yang diterjemahkan menjadi ‘Santri, Abangan dan Priyayi’, yang merupakan hasil penelitiannya di Yogyakarta dan Pare Kediri.

Namun antropolog Amerika ini sebenarnya adalah seorang ekonom. Gus Dur mengenalkan satu karya Geertz yang juga penting dan sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia yaitu Involusi Pertanian.

Involusi artinya kemunduran. Fokus Geertz adalah pertanian di wilayah Jawa. Buku ini menunjukkan bahwa kehadiran sistem pertanian modern yang dibawa oleh kolonial Belanda tidak memuncukan perubahan, namun justru memunculkan involusi karena jumlah penduduk yang terus bertambah.

Buku terakhir yang direkomendasikan Gus Dur adalah buku-buku atau serpihan pemikiran dari ekonom Belanda di masa lalu, yaitu J.H, Boeke tentang “Dua Economy”, ekonomi formal dan nonformal.

Kritik utama yang disampaikan oleh Gus Dur dari hasil membaca catatan Boeke adalah semestinya pemerintah tidak hanya menganakemaskan sektor formal.

Karcis atau retribusi yang dikumpulkan oleh para pedagang di pasar tradisional itu saja kalau dikumpulkan sebenarnya jumlahnya bisa lebih besar dari pajak usaha formal.

Kira-kira begitu, jika pemerintah hendak “berbisnis” dengan rakyat. Ada satu kaidah fikih yang sering diulang-ulang oleh Gus Dur: “Tashurruful imam alar roiyyah manutun bil maslahah”, bahwa apapun kebijakan pemerintah harus berorientasi menyejahterakan rakyatnya.

Terlepas dari sosok seorang Gus Dur yang secara dramatis disebut “pintar sebelum lahir” karena anak dan cucu orang-orang besar, ia adalah seorang pembaca yang budiman.

Bahkan semasa kecil konon ia sudah menghatamkan buku monumental Das Kapital karya Karl Mark, buku yang saat ini terancam akan disita oleh aparat keamanan.

Seperti dilansir dari NU Online, banyak kutipan menarik Gus Dur terkait kegemarannya membaca buku yang layak dibikin quote. Misalnya begini, kata Gus Dur: “Sebodoh-bodohnya orang adalah yang meminjamkan buku. Namun lebih bodoh lagi, yang meminjam buku lalu dikembalikan.”

Syahdan, Gus Dur bukanlah orang yang paling rajin membaca buku. Ada cerita menarik dari sumber kedua namun bisa dipertanggungjawabkan keabsahannya.

Seorang yang lebih ‘gila’ dalam membaca buku bernama Hasyim Wahid. Diceritakan, setiap pulang dari luar negeri Gus Dur selalu membawa buku baru, kemudian diberikan kepada adiknya itu.

Suatu ketika Gus Dur mendapatkan kritik pedas dari sang adik, tidak jelas ini terkait apa. Tidak tanggung-tanggung, kritiknya menggunakan buku referensi yang diberikan oleh kakaknya sendiri.

Gus Dur tidak bisa berkelit karena kritiknya memang benar-benar ilmiah, atau bahasa pesantrennya ada maroji’-nya. Lalu Gus Dur menjawab enteng, “Kamu itu memang kurang kerjaan. Masa dibawain buku sebanyak itu kok dibaca semua!” {okezone}