Golkar: Siapa Penjaga Laut Kita, KPLP Atau Bakamla?

Anggota Komisi I DPR RI Bobby Adhityo Rizaldi mendukung regulasi keamanan laut agar diintegrasikan, sehingga penanganan pengamanan laut di Indonesia tidak tumpang tindih.

Hal ini disampaikannya merespon gagasan pemerintah untuk merealisasikan Omnibus Law tentang Pengamanan Laut.

Menurutnya, Pemerintah perlu memberikan titik terang terkait otoritas yang berwenang dalam penanganan pengamanan laut Indonesia.

“Dengan adanya kasus di perairan Natuna Utara ini, kita harus memikirkan kembali siapa yang ditunjuk pemerintah sebagai Coast Guard,” kata Bobby di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (14/1/2010).

Politisi muda Partai Golkar itu menyebutkan, saat ini terdapat 17 Undang-Undang (UU) yang relevan tentang kelautan. Sementara, ada 2 UU yang secara bersamaan mengatur mengenai penjaga pantai (coast guard).

UU tersebut adalah UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan UU Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan.

Diketahui, UU Pelayaran menghadirkan Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai Indonesia (KPLP) di bawah koordinasi Kementerian Perhubungan, sedangkan Coast Guard Badan Keamanan Laut (Bakamla) di bawah UU Kelautan.

Kedua lembaga tersebut ditugasi mengatur keamanan laut, namun belum terkoordinasi.

“Secara infrastruktur KPLP itu memiliki jumlah kapal yang lebih banyak dan markas logistik serta kewenangan utamanya sebagai penegakkan hukum. Bakamla, kapalnya lebih besar tapi tidak memiliki kewenangan hukum. Jadi dua-duanya ini harus saling mengisi,” terang legislator daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan II itu.

Khusus menghadapi coast guard China yang berkeliaran di ZEE Indonesia, menurutnya Pemerintah perlu menyiasati dengan adanya regulasi tunggal yang mengatur keamanan laut.

“Ini kan siasat Tiongkok. Dia (RRT) melapisi bahwa penegak hukumnya itu sipil tetapi sebenarnya posturnya adalah para militer. Nah, ini yang harus disikapi pemerintah dengan mengkordinasikan kedua UU tersebut,” tandasnya.