News  

Faisal Basri: Indonesia Menuju Negara Corporatocracy

Faisal Basri, Ekonom Indonesia

Oleh: Faisal Basri

Demi investasi, apa saja sudah dan akan diberikan oleh pemerintah.

Pertama, Tak cukup dengan tax holiday sampai selama 20 tahun dan super tax deductable, melainkan pemerintah juga akan menurunkan tarif PPh Badan secara bertahap dari 25 persen yang berlaku dewasa ini menjadi 22 persen pada tahun 2021 dan 2022, lalu menjadi 20 persen mulai tahun 2023.

Untuk wajib pajak perusahaan terbuka (go public) akan menikmati potongan tarif PPh Badan sebesar tiga persen dari tarif umum (sebelumnya 5 persen).

Itulah salah satu unsur dari isi rancangan Omnibus Law. Masih banyak lagi keringanan perpajakan lainnya yang tertuang dalam rancangan Omnibus Law.

Rencana ini pernah disampaikan Presiden Jokowi pada 2016. Presiden menggunakan acuan Singapura yang memang mengenakan tarif PPh Badan sebesar 17 persen. Apakah pantas membandingkan tarif PPh Badan di Indonesia dengan di Singapura?

Mengapa tidak menggunakan acuan China yang tarifnya juga 25 persen atau India (25,17 persen) atau Brazil (34 persen). Negara yang menerapkan tarif rendah pada umumnya adalah negara (perekonomian) kecil seperti Singapura, Taiwan (17 persen), Hongkong (16,5 persen), Macau (12 persen), dan Timor-Leste (10 persen).

Karena pasarnya kecil dan tidak memiliki kekayaan sumber daya alam melimpah, maka tarif pajaklah yang mereka bisa andalkan untuk menarik investor.

Dengan penduduk tahun 2020 sebanyak juta jiwa dan terbesar keempat di dunia sehingga merupakan potensi pasar yang menggiurkan— serta kekayaan alamnya yang cukup melimpah dan beraneka ragam, sejatinya Indonesia tidak kalah menarik dengan Singapura yang mengenakan tarif lebih rendah.

Tengoklah rerata berbagai kelompok negara yang tertera di bagian kanan peraga di atas: semua dengan tarif PPh Badan lebih tinggi dari Indonesia.

Kedua, rancangan omnibus law menggelar karpet merah bagi taipan tambang batu bara. Tidak akan ada lagi pembatasan luas lahan konsesi.

Bisa dimaklumi, banyak petinggi negeri di pusat pusaran kekuasaan memiliki konsesi batu bara atau setidaknya dekat dengan pengusaha batu bara berskala besar. Perpanjangan kontrak tak perlu lagi lewat lelang. Pendek kata omnibus law memberikan kepastian untuk keberlanjutan usaha.

Bisnis batu bara memang sangat menggiurkan. Tahun 2018 produksi batu bara mencapai 549 juta ton.  Pada tahun yang sama, nilai ekspor batu bara mencapai 20,6 miliar dollar AS. Tak ada komoditas lain yang bisa menyainginya, mendekati saja tak sanggup.

Ironisnya, obral buat pengusaha atau investor beriringan dengan rencana pemerintah mencabut subsidi untuk elpiji melon 3 kilogram dan menaikkan iuran BPJS Kesehatan.

Faktor-faktor penghambat usaha di daerah akan dibereskan dengan mencabut sejumlah kewenangan daerah. Nantinya kewenangan akan ditarik ke pusat.

Yang masih samar-samar adalah soal ketenagakerjaan. Selama ini perpepsi yang kuat di kalangan pengusaha dan sebagian kalangan pemerintah meyakini bahwa aturan tentang ketenagakerjaan menghambat investasi.

Namun, karena sedemikian tertutupnya pembahasan tentang ini, kita tunda dulu pembahasannya supaya tidak menambah simpang siur.

Sedemikian tertutupnya pembahasan, sampai-sampai yang terlibat dalam penyiapan draf omnibus law haru menandatangani surat pernyataan di atas meterai untuk tidak membocorkan isi rancangan pembahasan kepada pihak ketiga. {faisalbasri}