Darurat Sipil, Demokrat: Kewajiban Minim Kekuasaan Nambah, Enak Sekali!

Ketua DPP Partai Demokrat Jansen Sitindaon menyindir kebijakan Darurat Sipil yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dalam rangka menangani merebaknya virus corona baru atau Covid-19.

“Darurat Sipil: Kewajiban minim. Kekuasaan bertambah. Enak sekali boss!!,” kicau Jansen di akun Twitter pribadinya, Senin (30/3).

Jokowi beralasan, kebijakan penetapan darurat sipil saat ini lantaran kebijakan sosial sudah perlu diterapkan dalam skala besar. Physical distancing atau jaga jarak fisik harus diterapkan secara tegas, disiplin, dan efektif.

Dalam Perppu 23/1959 tentang keadaan bahaya memang mengatur Darurat Sipil. Dimana Perppu tersebut mencabut UU 74/1957. Dan baru ditantatangani oleh Presiden Soekarno pada 16 Desember 1959.

Adapun bunyi Pasal 3 dalam Perppu 23/1959 menegaskan bahwa penguasa keadaan darurat sipil adalah Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang selaku penguasa Darurat Sipil Pusat.

Presiden dalam status darurat sipil dapat dibantu suatu badan yang terdiri atas: Menteri pertama; Menteri Keamanan atau Pertahanan; Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah;

Menteri Luar Negeri; Kepala Staf Angkatan Darat; Kepala Staf Angkatan Laut; Kepala Staf Angkatan Udara dan Kepala Kepolisian Negara.

Dalam pasal itu juga memberikan kewenangan lebih terhadap Presiden lantaran dapat menentukan susunan yang berlainan dengan yang tertera di atas bila dinilai perlu.

Di level daerah, penguasaan keadaan darurat sipil dipegang oleh kepala daerah serendah-rendahnya adalah kepala daerah tingkat II (bupati/wali kota).

Sementara dalam pasal 7 Perppu 23/1959 dijelaskan, penguasa darurat sipil daerah harus mengikuti arahan penguasa darurat sipil pusat, atau dalam kondisi darurat seperti saat ini dengan merebaknya Covid-19.

Presiden dapat mencabut kekuasaan dari penguasa darurat sipil daerah. Penghapusan keadaan bahaya (baik darurat sipil maupun darurat militer) dilakukan oleh presiden/panglima tertinggi angkatan perang. {rmol}