News  

Yusri Usman: Dirut Pertamina Diduga Selalu Bohong Soal Harga BBM

Adalah tak masuk akal sehat publik ketika mendengar pernyataan direktur utama Pertamina dalam RDP dengan DPR Komisi VI pada kamis (16/4/2020) telah menyatakan bahwa Pertamina belum bisa menetapkan harga BBM terbaru yang seharusnya sudah dirilis pada 31 maret 2020 dan diberlakukan pada jam 00 pada 1 April 2020.

Khususnya harga BBM umum meliputi Pertalite, Dexlite, Pertamax 92 dan Pertadex serta Pertamax Turbo merupakan wewenang penuh Pertamina, kecuali penetapan harga minyak tanah, solar dan Premium merupakan tanggung jawab Pemerintah, dalam hal ini diwakili oleh Menteri ESDM setelah berkordinasi dengan Menteri Keuangan.

Galaknya sebagian anggota DPR Komisi VI ketika bertemu Dirut Pertamina saat itu yang dirilis banyak media, tak salah akan dibaca publik sebagai sandiwara saja, seolah olah sudah membicarakan hak dan kepentingan rakyat yang lagi susah, padahal mana mungkinlah mereka begitu bersitegangnya keras, karena banyak dana dana CSR Pertamina sekitar Rp 800 miliar setiap tahunnya mengalir ke daerah dapil dapil, anehnya bukan ke area operasi Pertamina terdampak.

Apalagi kalau merujuk perhitungan formula harga eceran BBM terbaru menurut Keputusan Menteri ESDM nmr 62 K/10/MEM/2020 yang ditanda tangani oleh Arifin Tasrif pada 27 Febuari 2020, maka harga gasoline 92 menurut publikasi MOPS atau Argus seharusnya Pertamina sudah menetapkan harga Pertamax RON 92 disekitar Rp 5350 perliter mulai tanggal 1 April 2020.

Harga tersebut berbasiskan rerata harga minyak bensin di pasar dunia yang dipublikasikan pada MOPS atau Argus pada periode 25 Febuari sampai dengan 24 Maret 2020. Dan juga harga rata2 kurs (kurs tengah BI) pada periode yang sama.

Rerata MOPS atau Argus pada periode tsb. adalah 30$/bbl, sehingga MOPS = USD 30×Rp 15.500 / 159 = Rp 2.925 perliter

Gasoline 92 perliter = Rp 2.925 + Rp 1.800 + Rp 525 = Rp 5.350 perliter.

Nampak bahwa dgn harga Rp. 5.350/ ltr, sudah memasukkan penggantian biaya distribusi sebesar Rp. 1.800 dan margin sebesar Rp. 525.

Sehingga, harga Pertalite Ron 90 bisa dijual dengan harga Rp 5.300 perliter dari basis 99,12% dikalikan harga Pertamax Ron 92, begitu juga harga Premium BBM penugasan dapat dijual dengan harga Rp 5.265 perliter, berbasiskan pendekatan ke formula 98,42% dari harga Ron 92.

Sebetulnya kalau dibandingkan dengan harga jual BBM Petrol Ron 95 di Malaysia yang berstandar Euro 5 dipatok harga sekitar Rp 4500 perliter, sebetulnya bisa juga sebagai refrensi harga Premium Ron 88 untuk kebutuhan industri telah dijual Pertamina sejak 15 April dengan harga Rp 5.100 perliter diluar pajak.

Perhitungan diatas itu sangat konservatif, kalau mau lebih moderat tentu bisa dibawah itu.

Seandainya ada pengamat atau buzzers yang mengatakan bahwa wah itukan Pertamina dealnya pada bulan Febuari 2020 ketika harga minyak dunia masih tinggi, itu artinya dia tidak paham sistem perdagangan minyak. Jual beli minyak bukan seperti beli rokok atau kopi di warung, dimana detik itu juga kita deal, detik itu juga kita terima barang dan detik itu juga kita bayar dgn harga detik itu juga.

Dalam perdagangan minyak apabila deal atau tanda tangan kontrak untuk bulan Februari 2020, maka yang dilakukan saat itu adalah kesepakatan harga untuk jenis minyak, volume dengan formula harga yang akan dibayar oleh Pertamina pada saat barang tiba di titik serah terima (FOB or CFR) dengan harga sesuai tanggal penerimaan. Jadi dalam kontex ini apabila barang diterima di April meski kontrak nya di bulan Februari maka harga mengacu pada bulan April.
Demikian kira kira gambaran sederhana jual beli impor minyak di Pertamina.

Bahwa semua aturan soal distribusi dan formula harga BBM itu akarnya peraturan perundang undangan, semua itu untuk menjaga kepentingan semua pihak, Pemerintah bisa memugut pajak BBM, Badan Usaha ( Pertamina, Shell, BP, Vivo, AKR dan Petronas) bisa menikmati margin maksimal 10% dan Rakyat bisa menikmati harga BBM sesuai ke ekonomiannya, itu harus adil, jangan ada yang mengkhianatinya.

Oleh karena itu sebaiknya Pemerintah jujur pada publik bahwa saat ini apakah lagi mengharapkan disubsidi oleh rakyat, janganlah membohongi rakyat yang lagi susah lahir bathin akibat beban ekonomi dan paranoid covid 19, biasa kualat nanti. Jujur itu hebat.

Jakarta 21 April 2020
Yusri Usman, Direktur Eksekutif CERI