News  

Dananya 3 Kali Kasus Bailout Bank Century, Ekonom INDEF: Kartu Prakerja Rawan Diselewengkan

Ekonom Indef Bhima Yudhistira khawatir dana program kartu prakerja di tengah pandemi virus corona diselewengkan. Kalau kekhawatiran itu terbukti, penyelewengan dana bisa tiga kali kasus dana bailout Bank Century.

Bhima menyoroti dana fantastis Rp20 triliun yang terkesan buru-buru dikucurkan dengan konsep pelatihan yang dipaksakan. Ia menilai konsep awal program kartu prakerja yang diubah menjadi sepenuhnya online bukan hanya tidak efektif, namun juga sia-sia.

Jika angka itu diselewengkan, jumlah penyelewengan dana bailout (talangan) pemerintah ke Bank Century sebesar Rp6,7 triliun bisa kalah jauh. Seperti diketahui aliran dana bailout tersebut masih misterius.

Kasus Bank Century terjadi setelah Bank Indonesia (BI) memutuskan menyuntikkan penyertaan modal sementara (PMS) untuk menaikkan rasio kecukupan modal (CAR) Bank Century menjadi 8 persen sebesar Rp 632 miliar.

Angka ini berdasarkan posisi keuangan per 31 Oktober 2008. Namun, dana tersebut membengkak menjadi Rp 6,76 triliun seiring memburuknya kondisi bank.

Ia juga mengaku heran dengan langkah pemerintah memaksakan peluncuran kartu prakerja di tengah pandemi virus corona. Pasalnya, Bhima menilai peningkatan keahlian bukan yang dibutuhkan saat ini. Tapi, bantuan dalam bentuk uang tunai (BLT).

Bhima menyebut banyak program pelatihan yang ‘ngawur’ dan tidak tepat untuk saat ini merupakan bukti ketidaksiapan program kartu prakerja. Kompetensi dari penyedia layanan pun dipertanyakannya.

“Contohnya ada training jurnalistik, apa sudah ada kompetensi keahlian dari lembaga pelatih dan menerbitkan sertifikat? Banyak sekali pelatihan yang tidak sesuai dan terkesan ecek-ecek,” ungkapnya.

Bhima mengaku tak habis pikir melihat berbagai macam model pelatihan yang sebetulnya tersedia di berbagai platform secara gratis.

Ia lantas menyindir program itu, peserta tak harus menggunakan saldo ratusan ribu hanya untuk belajar menggoreng singkong atau pun mengetahui sopan santun membalas email.

Ia menyebut pemerintah sebenarnya telah memiliki konsep pelatihan serupa lewat Balai Latihan Kerja (BLK). Dengan demikian, perintisan program kartu prakerja merupakan pemborosan anggaran. Konsep BLK pun matang dan memiliki standar atau ISO yang jelas.

“Solusinya ditahan dulu. Pelatihan itu cocoknya kalau sebagian ada praktiknya, apa lagi ini videonya bisa di-skip (dipercepat),” ucapnya.

Kartu Prakerja Tak Tepat Sasaran

Di kesempatan berbeda, Ekonom CORE Indonesia Piter Abdullah menyebut program kartu prakerja tak tepat digulirkan saat ini.

Jika dipaksakan, masyarakat tak mempunyai pilihan selain mendaftarkan diri demi mendapatkan dana insentif Rp600 ribu per bulan. Menurutnya, itulah alasan jumlah peserta akhirnya membludak.

“Pilihan mereka mendaftar bukan karena pelatihannya tapi mendapatkan insentifnya. Yang dibutuhkan adalah bantuan agar keluar dari persoalan mereka,” ungkapnya pada Webinar Kartu Prakerja pada Rabu (29/4).

Ia meminta pemerintah tak mencampuradukkan antara pelatihan keterampilan pekerja dengan bantuan sosial (bansos).

Di kesempatan terpisah, Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari menyebut pihaknya memberikan kebebasan kepada mekanisme pasar untuk menentukan yang dibutuhkan saat ini.

Sehingga, pemerintah menyediakan sebanyak 2.000 jenis pelatihan yang dapat diakses ke 8 platform e-commerce.

Ia pun menampik jika pemerintah yang menentukan penyediaan barang dan jasa terkait pelatihan. Sebab, dana yang dikucurkan langsung diberikan kepada penerima pelatihan.

Denni mengatakan dana sebesar Rp3,5 juta dikucurkan ke akun masing-masing peserta dan dibelanjakan untuk keperluan pelatihan di 233 lembaga pelatihan yang telah dipilih pemerintah.

“Uang APBN perginya ke penerima manfaat seperti KJP, BPNT, atau PKH di mana tidak perlu ada pengadaan barang dan jasa di e-warung karena masyarakat bebas beli barang yang mereka inginkan,” ujar Denni. {cnn}