News  

SKK Migas Diduga Penyebab Utama Lapangan Gas Husky CNOOC Madura Gagal Produksi

Aneh dan mengandung tanda tanya besar saat pimpinan SKK Migas yang terkesan kuat justru mengulur waktu terus, ketika KKKS Husky CNOOC Madura Limited (HCML) sudah berulang kali minta pendapat kepada SKK Migas untuk segera melakukan terminasi kontrak penyediaan FPU atau Floating Production Unit sejak Mei 2019 hingga 27 April 2020.

Namun anehnya SKK Migas ngotot tak mau mengizinkannya. Demikian disampaikan Direktur Eksekutif CERI Yusri Usman, Minggu (10/5/2020).

“Terakhir pada 29 April 2020, HCML menulis surat ketujuh meminta ketegasan SKK Migas. Namun sesuai catatan risalah rapat tanggal 27 April 2020, ternyata SKK Migas masih saja bersikap menyarankan HCML untuk menunggu pendapat hukum baru dari Kejagung RI terlebih dahulu, berdasarkan informasi, SKK Migas telah meminta pendapat hukum baru lagi pada 9 April 2020,” tutur Yusri.

Menurut Yusri, pada Febuari 2020 Jamdatun Kejaksaan Agung RI telah memberikan pendapat hukum tegas bahwa kontrak tersebut harus dilakukan terminasi dan meminta SKK Migas meneruskan kepada HCML untuk segera melakukan proses terminasi dan beauty contest, agar segera diperoleh konsorsium kontraktor baru yang kredibel untuk bisa menyelesaikan kewajiban menyediakan FPU untuk bisa dikomersialkan segera lapangan gas tersebut, agar Industri di Jawa Timur berhasil dapat penambahan pasokan gas.

“Namun melihat kronologis berbasiskan data-data sejak awal sejak proses tender penyediaan FPU lapangan MDA-MBH CNOOC Madura senilai USD 386 juta atau setara hampir Rp 6 triliun, mulai diproses tender, dan akhirnya berujung gagal disediakan oleh konsorsium PT Anugrah Mulia Raya bersama Sandakan Offshore Sdn Bhd, Emas Offshore C&P Pte Ltd dan Pelayaran Inti Tirtanusantara, maka terlihat faktor utama penyebabnya kekacauan ini boleh dikatakan adalah dari pihak SKK Migas yang sejak awal sudah tidak benar dalam menjalankan fungsinya sebagai pengendali dan pengawas terhadap semua kegiatan KKKS HCML, yaitu sejak awal perencanaan hingga pelaksanaan pekerjaan,” kata Yusri.

Pasalnya, ungkap Yusri, sejak awal penetapan pemenang tender sudah bermasalah. Ketika sudah ada pemenang tender, mendadak SKK Migas menambah syarat bahwa konsorsium pemenang harus membangun unit FPU di galangan kapal di dalam negeri pada awal 2017.

Namun terbukti sampai tahun 2020 belum ada satupun galangan kapal dalam negeri mampu membangun unit FPU dengan ukuran sebesar itu. Akhirnya SKKMigas baru sekarang merubah ketentuan itu boleh dibangun di galangan kapal luar negeri. Sementara PT Duta Marine adalah kontraktor yang menjadi korban pertama atas kebijakan SKK Migas saat itu.

“Celakanya ketika Konsorsium PT Anugrah Mulia Raya yang telah ditunjuk sebagai pemenang menggantikan PT Duta Marine pada Mei 2017, dan diharuskan menyerahkan unit FPU dalam kondisi terintegrasi dengan fasilitas produksi lainya paling lambat Mei 2019, faktanya sudah hampir satu tahun sudah wanprestasi, namun status kontrak PT AMR dengan KKKS HCML belum diputus juga kontraknya sampai saat ini,” lanjut Yusri.

Menurut Yusri, mengingat target dalam Work Program and Badget (WP&B) yang sudah disepakati antara HCML dengan SKK Migas, komersial lapangan MDA-MBH pada Agustus 2019 untuk tambahan suplai gas 120 MMSFD bagi Industri dan masyarakat Jawa Timur. Namun akibat ketidak profesionalan pejabat SKKMigas, maka komersial lapangan tersebut bisa mundur ke akhir tahun 2021.

“Karena itu, mengingat kasus FPU HMCL sudah cukup lama mencuat di ruang publik, akan tetapi Kementerian ESDM terkesan sudah tak mampu lagi untuk mengendalikan SKK Migas untuk menjaga lifting nasional, maka Presiden Jokowi harus berani menertibkan atau mereformasi personil dan kelembagaan SKK Migas yang terbukti sebagai penghambat peningkatan lifitng migas nasional,” ungkap Yusri.

Untuk diketahui, HCML sudah meminta persetujuan SKK Migas untuk melakukan terminasi kontrak Konsorsium AMR sejak 16 Meret 2020 lalu.