News  

Harga BBM Tak Juga Turun, Para Aktivis Somasi Jokowi

Sejumlah orang yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Penggugat Harga BBM melayangkan somasi kepada Presiden Jokowi. Somasi dilakukan terkait kebijakan Jokowi yang tak segera menurunkan harga BBM walau minyak dunia sedang tertekan.

Koalisi tersebut antara lain beranggotakan Marwan Batubara (pengamat energi), Hatta Taliwang (aktivis yang pernah tersangkut kasus dugaan makar), dan Iwan Piliang (aktivis). “Surat somasi sudah kami sampaikan ke Setneg kemarin pagi,” kata Marwan, Rabu (10/6).

Marwan menambahkan memberikan waktu selama satu minggu kepada pemerintah untuk menanggapi somasi tersebut. Kalau tidak, maka pihaknya akan menggugat Jokowi ke pengadilan.

Sementara itu Abdurrahman Syebubakar anggota koalisi menjelaskan gugatan diajukan karena kebijakan pemerintah yang tidak segera menurunkan harga BBM telah merampas uang rakyat.

Hitungan koalisi total uang masyarakat yang dirampas akibat kebijakan BBM tersebut mencapai Rp13,75 triliun. Perhitungan tersebut didasarkan pada kelebihan bayar yang telah diberikan masyarakat akibat membayar harga BBM yang lebih mahal selama April dan Mei.

Dua bulan tersebut merupakan waktu di mana harga minyak dunia turun tajam. Ia menambahkan perampasan uang rakyat tersebut telah mencekik leger masyarakat miskin.

Pasalnya dalam beberapa bulan belakangan ini masyarakat tertekan ekonominya karena virus corona.

“Per Maret 2020 sesuai data Kadin, ada sektar 30 juta rakyat yang kehilangan pekerjaan karena virus corona. Di tengah kondisi tersebut seharusnya pemerintah turunkan harga BBM sesuai dengan ketentuan supaya kehidupan masyarakat yang kena dampak krisis akibat covid 19 ini bisa tidak semakin berat,” katanya.

Sebagai informasi pemerintah memutuskan untuk tidak menurunkan harga BBM walaupun minyak dunia dalam beberapa bulan terakhir tertekan hebat. Menteri ESDM Arifin tasrif mengatakan kebijakan tersebut diambil karena pemerintah mempertimbangkan kemampuan PT Pertamina (Persero).

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan perseroan memang sedang dalam tekanan. Tekanan datang dari pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi akibat penyebaran wabah virus corona beberapa waktu lalu.

Pelemahan tersebut telah meningkatkan beban keuangan perusahaan. Pasalnya, 93 persen pengeluaran perseroan menggunakan kurs dolar AS.

Di tengah tekanan pelemahan kurs tersebut, Nicke juga menambahkan Pertamina mendapatkan beban berat dari virus corona yang membuat penjualan BBM anjlok. Data Pertamina, secara nasional, permintaan BBM turun hingga 25 persen.

Bahkan di kota-kota besar, penurunan permintaan lebih dari 50 persen. Ia memprediksi masalah tersebut akan membuat pendapatan perseroan turun 38-45 persen akibat pandemi. {CNN}