Organisasi Kemasyarakatan (ormas) Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) menyampaikan masukkan ke DPR RI tentang Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang tengah penjadi polemik.
SOKSI adalah salah satu dari tiga Ormas Trikarya pendiri Partai Golkar. Dua ormas lainnya adalah Kosgoro 1957 dan Ormas MKGR
Masukan SOKSI termuat dalam secarik surat bernomor 496.20/Depinas-SOKSI/VI/2020 yang ditandangani Ketua Harian Dewan Pembina SOKSI Bobby Suhardiman, Wakil Ketua Umum (Waketum) Depinas Ahmadi Noor Supit dan Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Depinas Dina Hidayana pada 17 Juni 2020.
Dalam surat terdapat 10 poin yang menjadi masukan SOKSI kepada DPR RI mengenai RUU HIP. Berikut 10 poin masukan SOKSI dalam salinan surat yang dikirim ke RadarAktual
1. Pancasila adalah azas tunggal, yang merupakan Dasar Negara, ideologi, pandangan hidup, jati diri serta sumber dari segala sumber hukum Negara Republik Indonesia yang memiliki ke khas an tersendiri dan mengandung nilai-nilai luhur berbangsa dan bernegara. Sehingga tidak bisa dan tidak boleh direduksi atau didegradasi menjadi Norma Hukum atau Undang Undang (UU);
2. Bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah Negara yang berKetuhanan Yang Maha Esa, sebagaimana termaktub dalam Konstitusi/ UUD 1945 alinea ke 4, dimana urusan Negara tidak bisa dan tidak boleh dipertentangkan dengan urusan Agama ataupun sebaliknya;
3. Lima sila di dalam Pancasila adalah satu kesatuan utuh dan tidak bisa dieliminir satu dengan lainnya, yang harus dilaksanakan sebaik-baiknya secara murni dan konsekuen;
4. Dalam RUU lialuan Ideologi Pancasila, tidak dicantumkan Dokumen Sejarah sangat penting, terkait Komunisme dan ajaran lain yang bertentangan dengan Pancasila, seperti:
a. KETETAPAN MPRS (TAP MPRS) No XXV/MPRS/1966 Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Paham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme;
b. KETETAPAN MPR (TAP MPR) No. 1/MPR/2003 tentang Peninjauan Kembali Materi dan Status Ilukum Ketetapan-Ketetapan MPRS dan Ketetapan-Ketetapan MPR dari tahun 1960 hingga tahun 2002, (khususnya Pasal 2 ayat 1); c. UNDANG-UNDANG Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan atas KUIIP tentang Keamanan dan Keselamatan Negara, yang memuat sanksi tegas pidana atas pelaku penyebaran ajaran yang bertentangan dengan Pancasila (Pasal 107 a-e); d. UNDANG-UNDANG Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan PERPPU ORMAS menjadi UNDANG-UNDANG; e. dan Aturan/Perundang-undangan terkait lainnya;
5. Terdapat pasal-pasal kontroversial atau bermasalah, misalnya:
a. Keseluruhan Pasal 7, yang mengekstraksi Pancasila menjadi Trisila kemudian Ekasila. Hal ini jelas menghilangkan keutuhan serta kemurnian sila-sila dari Pancasila;
b. Pasal 19 ayat 1, bahwa Haluan Ideologi Pancasila merupakan pedoman bagi Penyelenggara Negara dalam menyusun dan menetapkan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan pembangunan nasional yang berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Pasal ini secara jelas menunjukkan potensi tumpang tindih kewenangan antar Lembaga/Kementerian yang sudah ada;
c. Pasal 44 ayat 1, yang menyebutkan bahwa Presiden merupakan pemegang kekuasaan dalam Pembinaan Haluan Ideologi Pancasila. Pasal ini memunculkan phobia publik terhadap kemungkinan berubahnya Negara Demokratis menjadi Otoritarian;
d. Pasal 56 tentang Pendanaan, dimana konsekuensi dari pembentukan Badan dan unsur-unsurnya serta aktivitas pembinaan dibebankan kepada APBN. Saat ini justru mendesak untuk diambil langkah-langkah percepatan stabilitas sosial ekonomi dengan strategi efektivitas serta efisiensi keuangan Negara akibat pandemic Covid 19, karenanya bukan waktu yang tepat menambah beban anggaran diluar prioritas;
e. Dan pasal-pasal lain yang pada umumnya tidak substantif, multitafsir, serta tumpang tindih dengan aturan/ fungsi Lembaga/Kementerian lainnya, yang sebagian besarnya justru bertentangan dengan strata hukum serta pemaknaan dari Pancasila itu sendiri.
6. Tidak ada urgensi yang jelas, mengapa RUU ini diperlukan dan dilakukan secara terburu-buru tanpa memperhatikan hirarki perundangan, mekanisme, arah, manfaat serta pihak-pihak yang menjadi obyek;
7. Perlu diingat pula bahwa Pancasila adalah satu-satunya yang mampu menjaga keutuhan NKRI dengan merekatkan seluruh anak bangsa yang beraneka ragam agama, suku, budaya, bahasa dan lain-lain, sekaligus membuat bangsa kita menjadi bangsa yang disegani karena kewibawaan dari Jati Diri Pancasila;
8. RUU Haluan Ideologi Pancasila dalam realitanya telah menuai kontroversi, penolakan serta kritik tajam khususnya dari kalangan aktivis Islam, para purnawirawan dan kalangan luas lainnya. Hal ini tidak bisa diabaikan dan perlu SEGERA mendapat perhatian khusus. Jika dibiarkan atau dipaksakan untuk diteruskan, maka RUU ini justru akan memicu konflik tajam dan segregasi bangsa ke depannya;
9. Fakta bahwa masih terbukanya ancaman terhadap ideologi atau ketahanan nasional, seperti: radikalisme, terorisme, komunisme, kapitalisme ataupun paham/ajaran lain yang bertentangan dengan Pancasila, harus direspon secara cepat, bijak namun tegas;
10. KESIMPULAN, Atas dasar pemikiran dan kajian mendalam, Ormas SOKSI meminta RUU Haluan Ideologi Pancasila untuk DIBATALKAN, bahwa tidak ada urgensi dan subtansi yang mendesak untuk RUU Haluan Ideologi Pancasila ini diteruskan pembahasannya menjadi Undang-Undang, mengingat hirarki perundangan serta hampir keseluruhan isinya yang rancu, multitafsir dan tumpang tindih antar satu dengan lainnya serta aturan yang telah ada. Menjadi berbahaya jika RUU ini justru me-negasi-kan Pancasila itu sendiri.