Wacana Pembelajaran Jarak Jauh Permanen Di Mata Hetifah

Wacana penerapan pembelajaran jarak jauh (PJJ) secara permanen menimbulkan keresahan di masyarakat. Hal ini menyusul pernyataan Mendikbud Nadiem Makarim dalam rapat kerja dengan komisi X DPR RI yang beredar di masyarakat.

“Pembelajaran jarak jauh, ini akan menjadi permanen. Bukan pembelajaran jarak jauh pure saja, tapi hybrid model,” ujar Nadiem.

Berbagai pihak menilai, pelaksanaan pembelajaran jarak jauh secara permanen belum cocok untuk diterapkan di Indonesia, mengingat segala keterbatasan yang dimiliki.

Sehubungan dengan hal tersebut, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menyatakan hal tersebut bukan berarti setelah Covid-19 PJJ akan dilaksanakan sepenuhnya.

“Yang saya tangkap dari pernyataan tersebut maksudnya setelah semua adaptasi yang telah kita lakukan selama pandemi, tidak mungkin kita kembali sepenuhnya melakukan KBM dengan cara-cara lama. Justru kita harus maksimalkan teknologi yang sudah kita pelajari untuk mengoptimalkan proses belajar mengajar, dengan mengkombinasikan PJJ dan tatap muka,” ujarnya.

Hetifah mengatakan, kedepannya Kemendikbud akan menerapkan beberapa strategi untuk meningkatkan akses terhadap teknologi.

“Antara lain memastikan setiap satuan pendidikan memiliki infrastruktur TIK yang memadai, bekerjasama dengan provider dan membuat paket subsidi internet, juga bekerjasama dengan Kominfo dan PLN untuk menyediakan akses internet dan listrik yang merata. Itu semua tercantum dalam draft peta jalan pendidikan nasional 2020-2035,” papar Hetifah.

Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar bidang Kesra ini menyatakan, pemanfaatan teknologi bisa dimanfaatkan untuk menjembatani kesenjangan pendidikan.

“Kesenjangan kualitas dan geografis bisa sedikit banyak teratasi dengan bantuan teknologi. Misalnya, anak-anak di pelosok sekarang bisa mendapatkan pengajaran dari guru-guru terbaik skala nasional melalui bantuan aplikasi. Ini bisa kita manfaatkan untuk pemerataan. Namun demikian, kita terus ingatkan Kemendikbud bahwa kesediaan akses untuk semua merupakan prasyarat, jika tidak justru ini bisa menambah kesenjangan,” ungkap Hetifah.

Meski begitu, politisi perempuan asal Kalimantan Timur (Kaltim) ini mengingatkan bahwa tidak semua hal bisa tergantikan dengan PJJ.

“Misalnya pembangunan karakter, itu memerlukan keteladanan yang anak lihat sehari-hari, jadi tidak mungkin diajarkan hanya secara jarak jauh. Juga kemampuan bersosialisasi, harus tatap muka. Saya rasa Kemendikbud juga mengerti ini dan tidak mungkin semerta-merta dihilangkan.” pungkasnya.