News  

Carut Marut! Ini Daftar Panjang Perusahaan Asuransi RI Yang Gagal Bayar

Industri asuransi Indonesia kembali tercoreng oleh kasus gagal bayar yang melibatkan sejumlah perusahaan asuransi besar di Tanah Air. Seakan tak cukup berhenti di PT Asuransi Jiwasraya, publik kini disuguhkan oleh kabar gagal bayar yang terjadi di PT Asuransi Jiwa Kresna (Kresna Life).

Asal tahu saja, selain dua kasus tersebut, ada sejumlah perusahaan asuransi di Indonesia yang juga bernasib serupa. Perusahaan mana saja yang tersandung kasus gagal bayar hingga merugikan nasabah, berikut adalah daftarnya.

1. PT Asuransi Jiwa Kresna (Kresna Life)

Kasus gagal bayar Kresna Life mulai terendus pada pertengahan Mei 2020 lalu.

Dalam suratnya kepada nasabah pada 14 Mei 2020, Kresna Life diinformasikan mengalami masalah likuiditas portofolio investasi sehingga menunda pembayaran atas dua produk asuransinya, yakni Kresna Link Investa (KLITA) dan Protecto Investa Kresna (PIK).

Berdasarkan informasi yang WE Online terima, manajemen Kresna Life mengklaim masalah likuiditas yang dialami perusahaan disebabkan oleh terjadinya keadaan memaksa (force majeure) akibat pandemi Covid-19.

Keadaan tersebut pun berimbas kepada portofolio investasi Kresna Life di pasar modal. Alhasil, Kresna Life kehilangan kemampuan finansial untuk memenuhi kewajiban kepada pemegang polis K-LITA dan PIK.

“Maka dari itu dengan berat hati kami memohon bapak atau ibu dapat memaklumi bahwa perusahaan akan memudahkan memberhentikan pelaksanaan kewajibannya untuk sementara waktu,” tegas Direktur Utama Kresna Life, Kurniadi Sastrawinata.

Penundaan pembayaran polis jatuh tempo tersebut dilakukan selama satu tahun, yakni sejak 11 Februari 2020 hingga 10 Februari 2021. Padahal, sebelumnya Kresna Life menginformasikan kepada nasabah bahwa penundaan hanya akan berlangsung selama enam bulan.

“Jadi tadinya 6 bulan sekarang dia bilang sampai 11 Februari 2021, dan segala pemenuhan kewajiban baru akan dikasih tahu di ujungnya, yaitu di Februari 2021. Proteslah kami terhadap, surat ini protes luar biasa,” kata salah satu nasabah beberapa saat lalu.

Kasus tersebut pun langsung mendapat respons dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Melalui surat Nomor S-342/NB.2/2020 tTanggal 3 Agustus 2020, OJK menjatuhkan sanski pembatasan kegiatan usaha (PKU) kepada Kresna Life.

Sanksi tersebut diberikan berdasarkan penilaian OJK yang menyebut Kresna Life melanggar ketentuan mengenai pelaksanaan rekomendasi atas hasil pemeriksaan sebelumnya.

“Setelah dikenakannya sanksi ini, PT Asuransi Jiwa Kresna dilarang melakukan kegiatan penutupan pertanggungan baru untuk seluruh lini usaha bagi perusahaan asuransi tersebut sejak 3 Agustus 2020 sampai dengan dipenuhinya rekomendasi hasil pemeriksaan OJK,” kata Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK, Anto Prabowo, di Jakarta, Jumat (14/8/2020) lalu.

Perlu diketahui juga, OJK melakukan pemeriksaan terhadap Kresna Life untuk periode 2019 pada Februari 2020 lalu.

Berdasarkan pemeriksaan tersebut, OJK menemukan sejumlah pelanggaran yang dilakukan Kresna Life, khususnya pada produk K-LITA. Salah satu pelanggaran yang dimaksud ialah perihal kesepakatan pemenuhan klaim kepada pemegang polis.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, Kresna Life secara sepihak memperpanjang penundaan pembayaraan polis dari yang tadinya enam bulan menjadi satu tahun, yakni sejak Februari 2020 hingga Februari 2021.

Oleh karena itu, OJK pun melakukan pengawasan serta menjatuhkan sejumlah kewajiban kepada Kresna Life, termasuk perihal pembayaran klaim kepada para pemegang polis.

2. PT Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera

Asuransi Bumiputera juga masuk ke dalam salah satu nama perusahaan asuransi di Indonesia yang tersandung kasus gagal bayar. Kesalahan pengelolaan manajemen diklaim menjadi biang kerok kasus tersebut.

Pihak manajemen mengaku, Bumiputera sempat melakukan penundaan pembayaran klaim akibat minimnya penghasilan premi yang diterima perusahaan.

Diketahui, pendapatan premi Bumiputera per Oktober 2019 mencapai Rp2,6 triliun, sedangkan jumlah klaim mencapai Rp2,7 triliun. Pada tahun yang sama, Bumiputera tercatat mempunyai rasio RBC minus hingga 628,4% dengan rasio kecukupan investasi sebesar 22,4%.

“Selama ini OJK berpandangan Risk Based Capital (RBC) atau rasio solvabilitas adalah satu-satunya ukuran. Padahal RBC tinggi sekalipun bukan jaminan asuransi sehat. Asuransi yang tidak aktif bisa memiliki RBC tinggi.”

“Dan (skenario penyehatan) ini sudah sangat-sangat terlambat dan harus ada evaluasi,” kata salah satu pengamat asuransi. Irvan Rahardjo pada Februari 2019 silam.

3. PT Asuransi Jiwasraya

Kasus gagal bayar berikutnya yang tak kalah menghebohkan terjadi di perusahaan asuransi pelat merah, Jiwasraya. Kasus gagal bayar Jiwasraya mengemuka ke publik pada Oktober 2018 lalu.

Ketika itu, manajemen perusahaan mengaku bahwa Jiwasraya tak sanggup membayar kliam polis jatuh tempo atas produk asuransi JS Saving Plan senilai Rp802 miliar. Mengejutkannya, klaim polis jatuh tempo yang tidak dapat dibayarkan Jiwasraya angkanya membengkak menjadi Rp12,4 triliun.

Defisit, itulah yang diklaim menjadi biang kerok gagal bayar Jiwasraya. Diketahui, posisi aset Jiwasraya tercatat sebesar Rp23,26 triliun, jauh lebih rendah daripada kewajiban perusahaan yang mencapai Rp50,5 triliun. Alhasil, Jiwasraya mengalami ekuitas negatif hingga Rp27,24 triliun.

Satu per satu fakta mengenai faktor di balik masalah keuangan Jiwasraya akhirnya terungkap. Kesalahan penempatan investasi menjadi yang paling disoroti.

Manajemen Jiwasraya terbukti melakukan kesalahan karena menempatkan portofolio investasi pada saham lapis tiga dan instrumen dana tunggal tanpa memerhatikan standar profesional pelaku investasi di pasar modal.

Hal itulah yang kemudian berujung pada kerugian investasi dalam jumlah besar yang dialami Jiwasraya.

“Adanya penempatan portofolio investasi Jiwasraya pada saham lapis ketiga dan instrumen reksa dana tunggal yang diduga tidak menggunakan kaidah dan standar profesional pelaku investasi di pasar modal, juga turut menjadi faktor yang menyebabkan perseroan mengalami kerugian dan utang dalam jumlah yang sangat besar.”

“Sampai akhirnya manajemen Jiwasraya tidak mampu membayar kewajiban terhadap nasabah,” imbuh Direktur Utama Jiwasraya, Hexana Tri Sasongko, pada Juli 2020 lalu.

Insiden kesalahan penempatan portofolio investasi pun turut menyeret beberapa nama besar, salah satunya adalah pemilik PT Hanson International Tbk (MYRX), yakni Benny Tjokrosaputro.

Benny yang saat ini masih dalam penahanan aparat diklaim menjadi salah satu aktor yang membuat Jiwasraya mengalami gagal bayar.

4. PT Bumi Asih Jaya

Kasus gagal bayar berujung pencabutan izin usaha oleh OJK juga pernah dialami oleh Bumi Asih Jaya.

Tepat pada 18 Oktober 2013, izin usaha Bumi Asih Jaya dicabut karena tak memenuhi ketentutan perihal kesehatan keuangan, yakni rasio solvabilitas atau risk based capital (RBC) dan rasio perimbangan investasi terhadap cadangan teknis dan utang klaim.

Dengan mempertimbangkan masalah tersebut, OJK melakukan sejumlah langkah pembinaan supaya Bumi Asih Jaya dapat memperbaiki rasio solvabilitasnya.

Namun, sampai batas waktu yang diberikan, Bumi Asih Jaya tak kunjung membaik. Hal itulah yang kemudian memaksa OJK untuk mencabut izin usaha BUmi Asih Jaya.

Kasus tersebut berjalan cukup panjang dan terbilang sengit antara perusahaan dan OJK sehingga sampai ke meja hijau. Hingga akhirnya, pihak OJK berhasil mempailitkan Bumi Asih Jaya.

Selama proses kepailitan tersebut, Bumi Asih Jaya tercatat memiliki utang Rp1,2 triliun kepada krediturnya. Tim kurator telah membagikan Rp50 miliar secara pro-rata kepada seluruh pemegang polis tahap pertama pada September 2016.

Dana itu dibagikan kepada 29.000 pemegang polis dan kantor pajak yang memiliki tagihan Rp37 miliar. Merasa tidak terima, Bumi Asih Jaya pun melakukan perlawanan dengan gugatan ganti rugi terhadap OJK senilai Rp5,4 triliun dan rincian kerugian materil sebesar Rp1,4 triliun.

5. PT Asuransi Jiwa Bakrie Life

Gagal bayar akibat kerugian investasi di pasra modal sudah lebih dulu dialami oleh Bakrie Life pada tahun 2008 silam. Bedanya, kerugian investasi Bakrie Life lebih disebabkan oleh kondisi pasar modal yang mengalami tekanan hebat akibat krisis di Amerika Serikat (AS).

Atas insiden tersebut, portofolio investasi Bakrie Life pun ambruk. Alhasil, para pemegang polis produk investasi Diamond Investa pun harus ikut menelan rugi hingga sebesar Rp500 miliar. Setelah melakukan penjajakan, Bakrie Life pun berkomitmen untuk untuk mencicil kerugian tersebut kepada nasabah.

Sayangnya, upaya mencicil kerugian tersebut tak berjalan mulus. Belasan tahun nasabah hanya bisa menunggu pihak Bakrie Life menuntaskan kewajibannya tersebut.

Asal tahu saja, pembayaran polis Bakrie Life sejatinya juga sudah mendapat keringanan dari pemegang polis dengan diskon 70%. Utang Bakrie Life secara total kepada nasabah Diamond Investa mencapai Rp 360 miliar. Singkat cerita, pada 17 April 2017 lalu OJK resmi mencabut izin operasional Bakrie Life. {WE}