News  

Bawaslu Curiga Calon Tunggal di Pilkada Setor Mahar ke Banyak Parpol

Bawaslu RI menyoroti maraknya bakal pasangan calon tunggal di Pilkada 2020. Bawaslu menilai maraknya fenomena pasangan calon tunggal berpotensi adanya masalah mahar politik.

“Apa yang menjadi potensi permasalahan pemilihan dengan pasangan calon tunggal. Pertama adalah mahar politik dengan karakteristik yang didukung oleh banyak parpol,” kata anggota Bawaslu RI, Ratna Dewi Pettalolo, Rabu (9/9/2020).

Ia mengatakan terdapat kemungkinan terjadi mahar politik apabila terdapat kesengajaan dalam mengkondisikan agar 1 pasangan calon didukung oleh banyak partai politik. Dengan demikian menutup peluang adanya kandidat lawan yang maju di pilkada.

“Ada kemungkinan terjadinya mahar politik, di mana paslon mengkondisikan banyak Parpol untuk mendukung dirinya untuk menutup peluang munculnya pasangan calon lain,” ujarnya.

Oleh karena itu, Bawaslu meminta jajarannya di daerah mencari indikasi adanya praktik mahar politik. Bawaslu berharap publik melaporkan jika menemukan dugaan praktik mahar politik di pilkada.

“Kami juga sudah menginstruksikan kepada jajaran kami di tingkat provinsi dan kabupaten kota yang sekarang sudah tercatat 28 daerah yang tercatat ada pasangan calon tunggal untuk kemudian melakukan berbagai langkah-langkah penting untuk bisa mendapatkan informasi ataupun kita berharap adanya laporan masyarakat terkait dengan dugaan terjadinya mahar politik,” ungkapnya.

Ratna mengungkap sebelumnya Bawaslu sudah pernah menerima laporan 4 kasus dugaan mahar politik, tetapi tidak sampai proses penyidikan. Sebab, ada hambatan dalam proses pembuktian.

“Ada beberapa hambatan besar yang kami dihadapi dalam penanganan pelanggaran terkait dengan mahar politik terutama berkaitan dengan proses pembuktian, karena transaksi yang terjadi terkait dengan mahar politik ini sering kali terjadi di ruang-ruang yang sangat tertutup aksesnya oleh pengawas pemilu,” ungkapnya.

Hambatan lain dalam pengungkapan kasus mahar politik adalah adanya ketakutan dari pihak pemberi, lantaran dalam undang-undang pihak pemberi juga bisa dikenai sanksi pidana sehingga sering kali pemberi mahar politik mengurungkan niat untuk mengadukan hal tersebut ke Bawaslu.

Potensi masalah selanjutnya adalah adanya calon tunggal yang merupakan petahana. Sebab, petahana memiliki banyak akses terkait fasilitas dan anggaran daerah.

“Bukan hanya soal mahar politik yang menjadi potensi permasalahan kita ke depan, tapi juga soal politik uang penguasaan seluruh akses misalnya untuk calon tunggal yang kemudian juga plus petahana akses untuk mobilisasi pemilih.”

“Kemudian melakukan intimidasi, memanfaatkan sumber daya jabatan yang dimiliki, baik fasilitas jabatan, anggaran yang kemudian bisa digunakan untuk politik uang untuk mempengaruhi pemilih,” ujarnya.

Bawaslu mengaku telah melakukan sejumlah langkah antisipasi untuk mencegah adanya praktik politik uang. Misalnya dengan mendeklarasikan Desa Adat Tolak Politik Uang di Kabupaten Sukabumi.

Selain itu, Bawaslu mengembangkan program kerja sama dengan tokoh lintas agama yang mensosialisasikan terkait bahaya politik uang.

“Memang butuh partisipasi aktif masyarakat untuk melakukan gerakan sosial yang tentu kami harapkan akan menjadi gerakan moral untuk menolak politik uang.”

“Terutama di Pilkada 2020 ini dengan komposisi pasangan calon baik yang dari pasangan calon tunggal kemudian petahana dan juga pasangan yang dicalonkan dari dinasti kekuasaan yang tentu punya akses yang sangat besar untuk memanfaatkan segala sumber daya yang dimiliki dengan kekuasaan yang ada,” sambung Ratna. {detik}