Masyarakat sipil yang tergabung dalam Freedom of Information Network Indonesia menilai sumber disinformasi mengenai Undang-Undang atau UU Cipta Kerja adalah Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan DPR. FOINI menilai Presiden dan DPR sama-sama tertutup.
“Presiden RI dan Pimpinan DPR harus bertanggung jawab atas kondisi yang disebabkan oleh buruknya praktik keterbukaan informasi public yang mereka lakukan tersebut,” kata perwakilan FOINI, Arif Adi Putro lewat keterangan tertulis, Ahad, 11 Oktober 2020.
Arif mengatakan berbagai disinformasi mengenai isi dari UU itu dan tuduhan hoax yang disampaikan Presiden adalah salah satu dampak dari buruknya keterbukaan informasi mengenai pembahasan UU Ciptaker.
Hingga saat ini, kata dia, publik tak bisa mengakses dokumen UU Cipta Kerja yang sudah disahkan DPR beberapa hari lalu.
“Pemerintah dan DPR seharusnya dapa melihat dan memahami bahwa UU Cipta Kerja menyangkut hajat hidup orang banyak,” kata dia.
FOINI menyayangkan bukannya lebih terbuka, pemerintah justru menggunakan polisi untuk merepresi kritik public dengan tuduhan hoaks.
Padahal, menurut FOINI, semua kesalahan informasi tersebut muncul karena pemerintah dan DPR yang tidak memberikan akses publik terhadap UU Ciptaker.
FOINI menuntut pemerintah meminta polisi menghentikan tindakan represif terhadap masyarakat yang dituduh menyebarkan hoax Omnibus Law. Mereka juga menuntut pemerintah dan DPR segera mempublikasikan dokumen UU Cipta Kerja yang telah disahkan. {teras}