News  

Upaya Gagalkan Demo UU Cipta Kerja, Mulai WA Diretas Hingga Dinyatakan Reaktif COVID-19

Aksi buruh melakukan penolakan UU Cipta Kerja di Kepulauan Riau menghadapi sejumlah upaya penggagalan. Seperti yang diceritakan Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kepulauan Riau Saiful Badri.

Ia yang menjadi komando aksi mengalami peretasan pada Akun WhatsApp dan menyebarkan pesan hoax ke grup WhatsApp agar massa membubarkan diri.

Saiful bercerita, ketika itu ia bersama ratusan buruh dari Batam hendak menggelar unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja, Kamis, 8 Oktober 2020. Mereka berangkat sekitar pukul 08.15 wib.

Setelah tiba di Pelabuhan SRI Bintan Pura handphone Saiful berbunyi, salah seorang teman buruh menelpon. “Saya angkat, mereka bilang, apa yang saya tulis di grup itu, saya disuruh cek WhatsApp,” ujarnya kepada Tempo, Minggu, 11 Oktober 2020.

Ketika Saiful melihat WhatsAppnya, aplikasi itu tidak bisa dibuka lagi. Tidak hanya WhatsApp nomor telpon pangilan biasa HP nya juga tidak bisa digunakan. “Kawan-kawan bilang saya meminta buruh membubarkan diri,” ujarnya.

Saiful sempat membagikan tangkapan layar pesan yang meminta kawan-kawannya bubar di dalam grup “Buruh Batam”.

Pesan itu berbunyi, “Hidup buruh!, salam perjuangan untuk rekan-rekan buruh semuanya, mari kita membubarkan aksi unjuk rasa ini karena aksi ini telah ditungangi politik pencitraan, jangan mudah terprovokasi oleh elit organisasi yang menjual nama kita untuk keuntungan mereka, Syaiful Badri Sofyan,”.

Grup WA tersebut tempat koordinasi para buruh di Batam dan Kepri menjalankan aksi. “Setelah saya mengetahui itu, WA sudah tidak bisa di buka lagi, begitu juga nomor seluler biasa,” katanya.

Setelah mengetahui WA-nya diretas Saiful mengklarifikasi bahwa ajakan untuk bubar itu bukan dirinya, baik melalui teman-teman buruh dan juga di akun facebook.

Meskipun diretas, Saiful dan buruh lainnya terus bergerak ke lokasi aksi di Dompak, Tanjungpinang, Provinsi Kepri. Sesampai di Gedung Kepri, setelah beberapa kali orasi, 10 perwakilan massa diminta untuk bertemu Ketua DPRD Kepri Jumaga Nadeak.

Sebanyak 10 orang itu termasuk Saiful di dalamnya sebagai Ketua SPSI Provinsi Kepri. Sebelum bertemu Jumaga, Saiful dan rekannya Danil diminta masuk keruangan khusus, di ruangan tersebut disampaikan dia reaktif COVID-19 dan harus di bawa kerumah sakit terdekat.

“Rapid test dilakukan oleh tim Gugus Tugas COVID-19, darah saya di ambil, setelah itu disampaikan saya reaktif COVID-19,” katanya.

Setelah itu, Saiful terpaksa meninggalkan massa yang terus berorasi di luar DPRD Provinsi Kepri. Ia diminta untuk dirujuk ke Rumah Sakit Provinsi Kepri untuk melakukan tes suap. “Awalnya saya tidak mau, lalu mereka bilang dua jam saja, saya akhirnya ikut ke rumah sakit,” katanya.

Setelah sampai di RSUD Raja Ahmad Tabib, Saiful menunggu hampir dua jam untuk dilakukan suap. Tetapi setelah dua jam test usap juga tidak dilakukan. “Malahan petugas RS meminta saya untuk menginap semalam di ruangan kusus, saya tidak maulah, nanti karena itu pula saya positif,” katanya.

Karena menolak di isolasi di RSUD, Saiful disuruh untuk ke RSKI Galang, di Kota Batam. Setelah sempat cekcok dengan petugas, akhirnya Saiful pasrah dan di bawa ke Galang sore itu meninggalkan massa.

Sesampai di Galang, Saiful juga diminta bergabung dengan pasien lain. Ia juga menolak karena takut terinfeksi, apalagi hasil rapid tesnya tidak dinyatakan dalam surat resmi. Setelah itu, keesokan harinya Saiful dites usap, dengan hasil negatif. “Jam 13.00 wib saya dibolehkan pulang,” katanya.

Saiful mengatakan, tidak ada hasil tertulis swap yang kalau dirinya negatif. “Saya minta surat jalan, juga tidak diberikan,” tambahnya lagi.

Ia mengatakan, setelah ditetapkan reaktif ketika di Kantor DPRD Provinsi Kepri aksi tetap berlanjut dan ricuh. Bahkan beberapa mahasiswa yang ikut aksi terluka.

Saiful mengatakan, sampai saat ini akun WhatsApp tak bisa digunakan, sedangkan nomor seluler sudah bisa digunakan lagi. “Yang diblokir saya sendiri aja,” katanya.

Tidak hanya itu, Saiful sempat membuat akun WhatsApp dengan nomor baru, namun hanya bisa digunakan dirinya beberapa jam saja, setelah itu diblokir lagi. “Saya buat siang, malamnya sudah di blokir lagi, yang saya hubungi hanyalah kawan-kawan media menggunakan WA itu,” kata Saiful.

Saiful sampai saat ini memastikan tidak ada ancaman lain terhadap penolakan omnibus law selain peretasan tersebut, hanya saja pikirannya terganggu. Ia juga masih mendiskusikan dengan rekan buruh lainnya untuk membawa kasus ini ke ranah hukum.

“Mungkin karena saya jadi target, saya ketua SPSI, saya juga yang membuat grup buruh Batam dan juga adminnya, setelah diretas, kawan-kawan semua keluar dari grup itu,” katanya. {tempo}