PT Dirgantara Indonesia diduga memberikan upeti atau uang ke sejumlah pejabat di Kementerian Pertahanan, TNI, dan lembaga negara lainnya sepanjang 2008-2016.
Seperti dikutip dari investigasi Majalah Tempo edisi Sabtu, 24 Oktober 2020, Total upeti mencapai Rp 178,98 miliar.
Duit itu merupakan imbalan atas 79 kontrak dari pemberi kerja, lembaga pemilik anggaran yang disebut sebagai “end user”, yang sebagian di antaranya untuk pengadaan pesawat dan helikopter.
Dalam salah satu berkas yang berjudul “Proyek helikopter Bell 412EP Kemenhan-TNI AD APBNP 2011″ tertulis nama mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan , Marsekal Madya Eris Herryanto. Di kolom uang tercatat Rp 250 juta.
Dalam dokumen berbeda, ada juga nama Jenderal Moeldoko, yang menjabat KSAD selama tiga bulan pada 2013– kini Kepala Staf Kepresidenan. Pada kolom uang, tertera angka Rp 1 miliar.
Di bawah Moeldoko, berderet nama perwira lain beserta jumlah duit, dari puluhan hingga ratusan juta rupiah. Angka total untuk “Markas Besar Angkatan Darat” Rp 2,35 miliar.
Pelaksana tugas juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ali Fikri, mengatakan lembaran berkas tersebut sudah dikantongi lembaganya. KPK mendapatkannya dari perusahaan rekanan PT Dirgantara ketika mengusut korupsi di perusahaan pelat merah bidang penerbangan ini.
“Uang dari PTDI yang dikeluarkan untuk mitra dan digunakan lagi untuk berbagai kebutuhan tersebut akan ditelusuri lebih lanjut oleh penyidik,” kata Ali seperti dikutip dari Majalah Tempo edisi 26 Oktober-1 November 2020.
Ali enggan menyebutkan nama-nama penerima aliran dana tersebut. Menurut dia, penyidik masih berfokus merampungkan pengusutan korupsi pengadaan pesawat dan helikopter oleh PT Dirgantara.
Sudah ada enam tersangka yang dijerat dengan kerugian negara mencapai Rp 202,19 miliar dan US$ 8,6 juta, atau totalnya mencapai Rp 303 miliar. “Untuk siapa-siapanya, nanti akan dibuka di persidangan oleh penuntut umum,” ujar Ali.
Adapun Eris Herryanto membantah menerima duit sebagaimana tertulis dalam catatan. “Jangan memancing saya mengomentari berita yang saya sendiri tidak akui. Sekjen bukan pejabat yang menentukan, kenapa harus terima uang? Lebih baik ke Kemhan saja untuk dapat data akurat,” katanya.
Budiman juga mengatakan tidak pernah menerima setoran dari PT Dirgantara Indonesia ataupun rekanannya. “Tidak pernah sama sekali karena memang kami tidak mau,” ujar Budiman, yang belakangan menjadi KSAD sebelum digantikan Moeldoko.
Sanggahan juga disampaikan Moeldoko. “Saya jadi KSAD hanya tiga bulan, tidak sempat mengurusi pengadaan,” ucapnya, “dan pastinya saya juga sudah tidak ingat.”
Bagaimana duit dari PT Dirgantara Indonesia diduga mengalir ke Kementerian Pertahanan dan TNI? Baca selengkapnya di Majalah Tempo: Upeti Dirgantara Buat Tentara. {TEMPO}