Tesla Pilih India Daripada Indonesia, GMNI: Bukti Gagalnya UU Cipta Kerja Tarik Investasi

Tesla sempat ramai dikabarkan akan melakukan investasi mobil listriknya di Indonesia. Namun belakangan yang santer terdengar adalah mereka malah memilih India sebagai lokasi terbaru pabriknya. Bagaimana ini?

Sampai akhir tahun lalu kabar Tesla akan memilih Indonesia sebagai salah satu lokasi investasinya masih terdengar kencang. Beberapa strategi juga dilancarkan pemerintah untuk menarik minat perusahaan mobil listrik paling laris di dunia itu untuk masuk tanah air.

Tapi dalam setidaknya sepekan terakhir, Tesla malah disebut-sebut akan membangun pabrik terbarunya di India. Informasi Tesla akan masuk dan bikin pabrik di India pertama dikeluarkan M B.S. Yediyurappa, kepala menteri negara bagian barat daya Karnataka.

Ketua Bidang Analisis Kebijakan Publik GMNI DKI Jakarta, Teofilus Mian Parluhutan menilai dengan lebih memilihnya Tesla untuk berinvestasi di India ketimbang Indonesia adalah salah satu  contoh gagalnya kebijakan Omnibus law UU Cipta Kerja dalam menarik minat investor luar negri untuk berinvestasi di Indonesia

“Jadi dengan mendengar kabar bahwa tesla lebih memilih India untuk membangun pabrik terbaru nya ketimbang Indonesia, adalah bukti gagalnya omnibus law dalam menarik investor dari luar negri”

Menurut dia, masalah utama hambatan investasi masuk ke Indonesia adalah penegakkan hukum. Sementara Omnibus Law Cipta Kerja justru lebih banyak mengatur masalah ketenagakerjaan.

Setali tiga uang, demikian pula dengan 16 paket kebijakan ekonomi yang dirilis oleh Presiden Joko Widodo saat periode pertamanya yang sama sekali tak menyinggung penegakan hukum.

“Masalah daya saing Indonesia yang rendah itu disebabkan pemberantasan korupsi yang lemah. Itu tidak pernah dibahas di dalam Omnibus Law atau pun paket kebijakan ekonomi lainnya, bisa jadi nanti omnibus law ini bisa berakhir gagal sama seperti 16 paket kebijakan ekonomi yang dirilis oleh Presiden Joko Widodo yang dirilis pada periode pertamanya” ucap Teofilus.

Teofilus juga menambahkan bahwa pencabutan sejumlah hak pekerja dalam kebijakan Omnibus Law UU Cipta Kerja mungkin menjadi salah satu alasan investor mengubah keputusan nya untuk berinvestasi di Indonesia terutama dari negara maju yang notabene sangat menjunjung tinggi hak pekerja.

“Bahkan dengan dicabutnya hak hak pekerja dalam omnibus law, tidak menutup kemungkinan persepsi investor khususnya negara maju jadi negatif terhadap indonesia. Investor di negara maju sangat menjunjung fair labour practice dan decent work dimana hak hak buruh sangat dihargai bukan sebaliknya menurunkan hak buruh berarti bertentangan dengan prinsip negara maju,” tambahnya.

Teofilus mencontohkan, keberhasilan negara tetangga seperti Vietnam dalam menarik investasi asing bukan didominasi kesuksesan dalam menangani masalah isu ketenagakerjaan.

Namun, pemerintah Vietnam memiliki komitmen kuat dalam penegakan hukum seperti korupsi dan pungutan-pungutan liar yang merugikan investor.

Tanpa mengesampingkan masalah isu ketenagakerjaan, investor lebih sensitif terhadap kepastian hukum. Karena lemahnya penegakan hukum, banyak biaya-biaya tak pasti yang harus dikeluarkan investor yang menanamkan modalnya di Indonesia.

“Kita bisa mencontoh Vietnam, saat terjadi perang dagang antara China vs USA beberapa tahun silam banyak pabrik yang direlokasi dari China lebih memilih Vietnam ketimbang Indonesia. Negara itu disukai investor karena punya kepastian hukum yang kuat, dari pusat sampai daerah. Perizinan mudah, kemudian banyak insentif yang disediakan” tutur Teofilus.

Masalah kedua yang tidak kalah penting nya dan jadi penyebab utama rendahnya daya saing Indonesia adalah biaya logistik yang mahal. Masalah ini pun, kata dia, sama sekali tak dibahas di UU Cipta Kerja.

“Kekurangaan Indonesia di mata investor itu ada dua yaitu penegakan hukum lemah dan ongkos logistik mahal. Selama dua masalah ini tidak diselesaikan, nasib omnibus law ini akan sama saja dengan paket kebijakan ekonomi presiden pada periode pertama , yaitu gagal dalam menarik investor dari luar negeri.  ” jelas Teofilus

Teofilus mendukung bila Presiden Jokowi mempertimbangkan serius masalah ini, apalagi darurat kesehatan akibat pandemi korona, juga belum nampak kapan akan melandai.

“Sangat bijak bila Presiden Jokowi mempergunakan kewenangan konstitusionalnya untuk mengakhiri polemik dan menyelamatkan bangsa dan negara dari masa krisis baik ekonomi maupun kesehatan dengan segera menerbitkan Perpu mencabut Omnibus Law RUU Cipta Kerja, agar semuanya dikembalikan ke UU existing saja dan lebih memperhatikan masalah kepastian hukum kepada investor dan ongkos logistik yang mahal.” pungkasnya.