News  

Adik Gubernur, Putra Wagub dan Bibi Walikota Dilantik Jadi Kepala Daerah Baru di Sumsel

Besok, Jumat (26/2/2021) enam daerah di Sumatera Selatan akan memiliki enam pasangan bupati dan wakil bupati baru. Bupati dan Wakil Bupati terpilih di Sumsel hasil Pilkada 2020 lalu.

Mereka akan dilantik pada 26 Februari 2021 oleh Gubernur Sumsel Herman Deru di Griya Agung Palembang

Menariknya, tiga daerah itu merupakan orang- orang yang memiliki hubungan darah dengan kepala daerah di Sumsel saat ini, yaitu Bupati Ogan Komering Ulu (OKU) Timur terpilih, Lanosin Hamzah yang merupakan adik kandung Gubernur Sumsel Herman Deru.

Kemudian Bupati Ogan Ilir (OI) terpilih Panca Wijaya Akbar yang notabanennya putra Wakil Gubernur Sumsel Mawardi Yahya dan keponakan Walikota Prabumulih Ridho Yahya.

Terakhir, Bupati Musi Rawas (Mura) terpilih Ratna Machmud yang merupakan bibi atau tante dari Walikota Lubuk Linggau SN Prana Putra Sohe.

Tiga Kabupaten lainnya yaitu Musi Rawas Utara (Muratara), OKU dan OKU Selatan akan dilantik pada waktu dan tempat yang sama. Sedangkan Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) saat ini masih berproses di Mahkamah Konstitusi (MK).

Pengamat Politik dari Universitas Sriwijaya (Unsri) Dr Febrian berharap para Bupati dan Wakil Bupati terpilih dan segera dilantik tersebut untuk bisa merealisasikan janji- janji politiknya selama kampanye lalu, dan tidak membeda- bedakan pendukung siapa, melainkan bekerja untuk membangun daerahnya bersama- sama.

Ahli hukum tata negera ini pun mengingatkan kepala daerah yang ada, untuk bekerja sesuai hak dak kewajiban sesuai aturan yang ada.

Agar tidak tersandung hukum dikemudian hari jika berkaca dari banyaknya kepala daerah di Sumsel yang akhirnya merasakan dinginnya hotel prodeo (penjara).

Dari catatan yang ada, sejumlah kepala daerah banyak diajukan ke meja hijau, dan dihukum serta diberhentikan dari jabatannya.

Mulai dari Syahrial Oesman (eks Gubernur Sumsel), Eddy Yusuf (eks Wagub Sumsel), Yan Anton Ferdian (eks Bupati Banyuasin), Fahri Azhari (eks Bupati Muba), Romi Herton (eks Walikota Palembang), Budi Antoni Aljufri (eks Bupati Empat Lawang), Ahmad Yani (eks Bupati Muara Enim).

Sedangkan yang proses hukumnya masih berjalan, seperti eks Bupati Muara Enim Muzakir Sa’i Sohar, Juarsah (Bupati Muara Enim) dan Wabup OKU terpilih yang akan dilantik Johan Anuar.

“Pertama, mereka tentunya harus paham atas jabatan, dan akan melakukan tindakan- tindakannya dalam kewenangan pemerintahan.

Artinya apa yang dikerjakan, dilakukan dan didengar atau apapun namanya itu harus ada tolak ukur maupun parameternya, dan harus berdasarkan peraturan perundang- undangan,” kata Febrian, Kamis (25/2/2021).

Selain itu Dekan Fakultas Hukum Unsri ini, hal lainnya yang perlu diperhatikan pada peraturan kebijakan, legalitas suatu tindakan pemerintahan, yang nantinya jadi tolak ukur atas apa yang dikerjakan.

“Kalau dia memahami itu, persoalan- persoalan yang menyangkut jabatan seperti pengadaan barang dan jasa itu tidak kemudian terkena persoalan,” jelasnya.

Ditambahkan Febrian, kalau terjadi penyimpangan yang dimaksud seperti pengadaan barang dan jasa itu rentan, kalau ada penyimpangan seperti melakukan mark up harga, atau pungli (pungutan liar) maupun gratifikasi, dimana tolak ukurnya didalam hukum tidak dibolehkan, maka akan terjerat masalah hukum.

“Artinya, seorang pejabat baik Bupati dan wabup, Wako dan wawako maupun Gubernur dan Wagub, ia harus tahu hak dan kewajiban sebagai seorang pejabat, kalau tidak maka rentan tersandung hukum,” tegasnya.

Febrian sendiri menganalisasi jika berkaca banyaknya kepala daerah di Sumsel selama ini tersandung hukum, secara umum pengamatannya, kepala daerah yang ada bukan tidak tahu akan hak dan kewajibannya sebagai kepala daerah, tapi lebih pada penyimpangan, atau perilaku yang menyimpang seperti korupsi dan akibatnya ditahan.

“Ini (korupsi) bisa saja karena cost politik selama ini yang tinggi, tapi itu juga kadang bukan ukuran costnya, kadang lebih banyak pada perilaku kepala daerahnya sendiri, sehingga banyak faktor juga,” tuturnya.

Dilanjutkan Febrian, kalau hal ini dikaji mendalam kenapa banyak menyimpangan dilakukan kepala daerah dan wakilnya, mengingat kalau sudah umum terjadi diseluruh Indonesia, ia menilai hampir sama saja gejala dan penyebabnya untuk memperkaya diri.

“Artinya, ada kesalahan hakiki, misalnya Pilkada, Pileg tidak terlepas dari politik uang dan berulang terus, apalagi sistem pemilihan dilakukan secara langsung dianggap mengakibatkan rentan mengembalikan biaya itu, dan jadi luar biasa. Namun, ada juga yang tidak begitu,” pungkasnya.

Terpisah Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Benny Irwan tak menampik jika di provinsi Sumsel banyak kepala daerahnya tersandung hukum dan hingga saat ini masih berproses.

“Iya, di Sumsel banyak sekali kasus hukum bagi kepala daerahnya, sehingga saya bingun juga. Seperti yang terjadi di Kabupaten Muara Enim yang saya rasa baru pertama kali terjadi di Indonesia, Bupatinya ditahan, Wabupnya juga tidak ada, dan Sekda tidak ada,” pungkasnya. {tribun}