News  

Siapa Sebenarnya Hilmar Farid, Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Yang Pro Komunis Itu?

Polemik muncul ketika penyusunan buku Sejarah Indonesia yang dibuat oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menghilangkan profil para pahlawan nasional semisal KH Hasyim Asy’ari sebagai pahlawan bangsa sekaligus pendiri Nahdlatul Ulama (NU) tetapi malah memunculkan profil nama-nama tokoh komunis dalam buku kamus sejarah tersebut.

Belakangan tudingan muncul berkaitan nama Dirjen Kebudayaan di Kemendikbud adalah seorang yang punya background dan latar belakang yang dekat dengan aliran kiri yang ada di Indonesia dan pro Komunis.

Adalah Hilmar Farid yang sekarang menjadi Dirjen Kebudayaan di Kementerian Pendidikan dan kebudayaan yang menjadi Ketua Tim Pengarah penyusunan Kamus Sejarah Indonesia Jilid 1 yang dituding banyak pihak memiliki pemikiran dan pemahaman yang dekat dengan ajaran Komunisme.

Sebelum menjabat sebagai Dirjen Kebudayaan di Kemendikbud dia pernah menjadi komisaris di PT Krakatau Steel (Persero) sampai kemudian Presiden Jokowi melantiknya menjadi Direktur Jenderal kebudayaan yang baru pada 31 Desember 2015 menggantikan Kacung Marijan sebagai Dirjen Kebudayaan.

Pada sekitar tahun 1994 dirinya terlibat mendirikan Jaringan Kerja Budaya dan menerbitkan bacaan cetak berkala “Media Kerja Budaya” bersama para seniman, peneliti, aktivis dan pekerja budaya.

Dirinya juga aktif di Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang diketuai oleh Budiman Sudjatmiko. Seperti diketahui PRD ini adalah ormas politik anak muda yang pro Komunis dan juga anti Soeharto.

Kiprah lain dari Hilmar yang pro Komunis ini adalah seperti yang di Twitt oleh Fadli Zon pada 5 Oktober 2010 dimana Fadli menampilkan foto dirinya yang pernah berdiskusi dengan Hilmar Farid di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB UI).

“Saya dan pak Taufik Ismail (penyair) itu berada dalam posisi Manifes Kebudayaan (anti PKI) sementara dari sisi yang berseberangan ada Martin Aleida (mantan wartawan Harian Rakjat/PKI) dan juga Hilmar Farid (aktivis PRD yang kini Dirjen Kebudayaan) yang membela Lekra/PKI,” ujar Fadli Zon dalam Twitternya.

Begitu juga dalam YouTube di Javin Tv, seorang Hilmar Farid mengatakan : “Basis keberadaan legitimasi Orde Baru memang sejarah. Jadi dasarnya dia berdiri karena melakukan manipulasi sejarah. Dimulai dengan peristiwa G 30 S PKI.

Dimana gerakan 30 September yang ceritanya dikonstruksi sedemikian rupa sehingga terlihat bahwa peristiwa itu adalah kudeta oleh PKI. Dan kita tahu bahwa itu sama sekali tidak betul.

Tidak ada dasar untuk mendukung argumentasi itu dan sesungguhnya di dalam studi-studi yang ada selama ini persoalan itu sudah terlihat. Jadi masuk akal begitu jika harus menguasai pikiran orang banyak titik tumpunya itu.

Titik pijaknya adalah PKI dan dengan menginjak PKI maka narasinya mengenai sejarah akan dibenarkan,” ujar Hilmar di tayangan Javin TV itu.

Sekarang ketika Hilmar Farid menjadi seorang Dirjen Kebudayaan jadi tak heran bila dalam penyusunan Kamus Sejarah Indonesia Jilid 1 dimana dirinya adalah Ketua Tim Pengarah.

Maka para tokoh-tokoh Komunisme dicitrakan positif dalam kamus tersebut dan ditulis nama dan profilnya serta terdiri dari banyak tokoh Komunis yang ditampilkan di buku tersebut. Seperti : DN Aidit, Darsono, Henk Sneevliet dan Samaoen.

Soal atas tidak dimuatnya profil Pahlawan Nasional KH Hasyim Asy’ari dalam Kamus Sejarah Indonesia tersebut, dirinya mengatakan tidak sengaja. Ia menyatakan bahwa naskah kamus itu sebenarnya belum rampung.

Tapi yang aneh walau dibilang belum rampung tetapi Nomor Induk Standar Buku Nasional (ISBN) sudah keluar dan itu artinya adalah buku itu sudah selesai dan sudah diterbitkan.

Akhirnya banyak pihak yang mengkritik kebijakan dan langkah itu. Termasuk kritikan dan suara kecaman datang dari para tokoh-tokoh bangsa. Selain Fadli Zon ada juga Wakil Ketua DPR, Hidayat Nur Wahid yang mengkritik Kamus Sejarah Indonesia tersebut. {panjimas}