News  

Pemerintah Sulit Atasi Pandemi COVID-19, Masalahnya Ada di Masyarakat

Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengidentifikasi tiga hal yang membuat Covid-19 menjadi masalah yang sulit selesai khususnya di Indonesia.

Peneliti Penduduk dan Lingkungan LIPI, Lengga Pradipta mengatakan, ketiga faktor tersebut yaitu internal, eksternal, dan institusional.

Ia menjelaskan, faktor pertama yaitu internal yang berasal dari masyarakat Indonesia sendiri. Misalnya saja, di banyak daerah masih banyak masyarakat yang tidak mematahui anjuran untuk tidak beribadah secara berjamaah di tempat ibadah.

“Di daerah-daerah yang agamanya kuat, mereka percaya bahwa kematian datangnya dari Tuhan. Jadi, Covid-19 adalah trigger saja, tapi yang punya kuasa itu Tuhan. Ini mengubah stigmanya agak sulit,” kata Lengga, dalam sebuah diskusi daring, Jumat (15/5).

Faktor kedua adalah berkaitan dengan eksternal masyarakat yaitu banyaknya media yang tidak kredibel. Begitu banyak propaganda beredar di internet menyebabkan masyarakat merasa resah.

Terutama informasi yang beredar di media sosial. “Di Google banyak media yang kredibilitasnya belum tentu, tapi sudah membuat berita tentang Covid-19. Kemudian, di sosial media, ada berita-berita yang menjelaskan Covid-19 itu justru bikin saya jadi takut,” kata Lengga menjelaskan.

Terakhir, yaitu faktor ketiga yang bersifat institusional. Ia menjelaskan, dinamika pernyataan pemerintah yang dimuat di media. Pada Januari, di saat negara-negara lain mempersiapkan diri dengan Covid-19, narasi yang beredar di Indonesia adalah negara ini tidak akan mudah tertular.

Ternyata, pada Maret 2020, terdeteksi kasus pertama di Indonesia. Sejak itu, jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia terus bertambah dengan penambahan yang cukup besar serta tidak menentu setiap harinya.

“Data kita masih miskin. Kemudian tidak ada transparansi awal-awalnya terhadap jumlah pasien dan jumlah orang yang terdampak dan orang yang meninggal. Di bulan pertama, itu masih simpang siur,” kata dia lagi.

Sementara itu, Direktur Legal Culture Institute (LeCi) M. Rizqi Azmi menilai, saat ini peraturan yang ada di Indonesia menangani pencegahan Covid-19 tidak jelas termasuk mengenai pembatasan sosial berskala besar (PSBB). “PSBB atau bisa disebut peraturan sering berubah-berubah,” kata Rizqi.

Selain itu, terdapat beberapa peraturan yang tumpang tindih dan pernyataan pejabat yang tidak konsisten. Salah satunya mengenai peraturan memperbolehkan ojek online untuk membawa penumpang. Ada yang membolehkan namun ada yang melarang hal tersebut.

Ia juga mencontohkan pernyataan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang mengatakan penerapan lockdown paling tepat dilakukan. Pernyataan tersebut sudah dikeluarkan Anies sejak Januari lalu.

Indonesia akhirnya membuat konsep karantina sendiri yakni PSBB yang baru dikeluarkan 31 Maret 2020. “Tapi pada 10 April itu baru pertama kali diterapkan di Jakarta,” kata Rizqi.

Terkait masalah-masalah ini, Lengga melanjutkan, ada beberapa hal yang perlu didorong agar Covid-19 di Indonesia segera teratasi.

Pertama adalah menyiapkan masyarakat untuk terbiasa dengan risiko-risiko, khususnya bagi mereka yang pasrah karena merasa kematian berada di tangan Tuhan. Orang-orang ini biasanya menjadi tidak berhati-hati.

Ia mengakui stigma tersebut tidak dapat dengan mudah diubah. Namun, agar aman, pola pikir masyarakat yang demikian harus diubah dan segera dihilangkan. Sebab, akan berbahaya bagi dirinya sendiri dan orang lain.

Kemudian, Lengga menambahkan, informasi yang salah atau melenceng mengenai Covid-19 harus diluruskan. Jangan sampai berita-berita yang beredar justru membuat masyarakat merasa takut dan tidak aman.

Selain itu, pemerintah harus mengambil kebijakan berdasarkan ilmu pengetahuan, bukan politik. “Ini kan banyak para pembisik yang mungkin memberikan masukan kebijakan kepada pimpinan. Nah, ini harus difilter,” kata Lengga.

Ia juga mendorong agar masyarakat dan pemerintah terus fokus pada sektor-sektor yang fundamental. Misalnya adalah kesejahteraan, pendidikan, dan kesehatan.

Pada (15/5), pemerintah kembali menyampaikan perkembangan kasus covid terkini di Indonesia. Juru Bicara Pemerintah Penanganan Virus Corona Achmad Yurianto mengatakan, jumlah kasus positif mengalami penambahan sebanyak 490 orang, sehingga total kasus tercatat mencapai 16.496 orang.

Jumlah kasus sembuh juga bertambah sebanyak 285 orang, menjadikan total kasus sembuh sebanyak 3.803 orang. Adapun, kasus meninggal bertambah 33 orang sehingga total menjadi 1.076 orang.

Yurianto mengatakan, hampir sebagian besar daerah di Indonesia telah terdampak virus ini. Virus corona meluas hingga 383 kabupaten/kota di 34 provinsi. “Artinya sudah hampir sebagian besar kabupaten kota kita sudah terdampak,” ucapnya.

Sementara itu, akumulasi kasus ODP yang masih dipantau sebanyak 262.919 orang dan kasus PDP sebanyak 34.360 orang. Yuri menegaskan, bertambahnya kasus tersebut menunjukan masih adanya kontak dengan kasus positif tanpa gejala.

Karena itu, ia kembali menekankan agar masyarakat tetap disiplin menjalankan protokol kesehatan secara ketat, seperti menggunakan masker, mencuci tangan dengan sabun, dan menjaga jarak.

Yurianto mengatakan PSBB adalah senjata bersama untuk mengendalikan laju penularan virus corona. Bahkan, PSBB juga dinilai mampu memutus rantai penularan virus membahayakan itu.

“Keberhasilan pengendalian Covid-19 sangat bergantung pada kesungguhan dan kedisplinan kita semua yang terus menerus dan tidak terputus sehingga bisa memutus rantai penularan virus corona, serta mengurangi angka positif dan angka kematian,” kata Yurianto. {republika}