Yakin Laporan TPF Munir Tak Hilang, Rachland Nashidik: Pasti Di Laci Istana

Elite Partai Demokrat (PD) Rachland Nashidik berbicara soal laporan tim pencari fakta (TPF) kasus pembunuhan Munir Said Thalib. Rachland menyebut laporan TPF Munir pasti ada di laci Istana Kepresidenan.

“Munir, hari ini, 17 tahun lalu, dibunuh di langit Romania. Ini kutipan yang sering ia sebut dalam banyak percakapan. ‘To glorify democracy and to silence the people is a farce; to discourse on humanism and to negate people is a lie’. (Paulo Freire, Pedagogy of the Oppressed),” kata Rachland di akun Twitter-nya yang sudah diperkenankan untuk dikutip, Selasa (7/9/2021).

Rachland meyakini laporan TPF Munir tidak hilang. Dia menuding laporan TPF Munir ada di Istana dan juga dipegang penegak hukum. Sebab, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membagikannya kepada aparat kala itu.

“Omong kosong laporan TPF Munir hilang. Laporan pasti ada di Istana, tapi juga di laci para penegak hukum. Pada hari laporan itu disampaikan, Presiden SBY membagikannya pada mereka. Mungkin omong kosong hilang itu cermin upaya penguasa mengelak desakan mengusut sekutunya sendiri?” ujarnya.

Rachland menepis tuduhan yang menyebut SBY menghilangkan laporan TPF Munir. Menurutnya, rantai kasus Munir putus karena ada pihak yang dibebaskan pengadilan.

“Twist seolah laporan TPF dihilangkan SBY untuk mencegah pengungkapan pembunuhan Munir adalah hoax. Fakta keras: pemidanaan aktor aktor utama, dari Garuda hingga BIN, sudah dilakukan. Tapi rantai kasus putus karena Muchdi PR, Deputi V BIN saat Munir dibunuh, dibebaskan pengadilan,” ucap Rachland.

Pemerintahan SBY, kata Rachland, memutuskan laporan TPF Munir tak dibuka selama penyidikan masih berlangsung. TPF Munir menurut Rachland tak mempersoalkannya karena hukum bekerja mengusut dan memidana nama-nama dalam laporan TPF.

Kebutuhan agar laporan TPF Munir agar dibuka menurut Rachland baru terasa kuat saat kasus terhenti di masa Presiden Jokowi. TPF Munir, menurut Rachland, wujud keberhasilan penegakan hukum masyarakat sipil dengan aparat hukum.

“Meski penuh masalah dan dinamika, TPF Munir adalah sebuah bukti bahwa kerja sama negara hukum dengan civil society adalah mungkin dan bisa. TPF diisi bukan hanya aktivis LSM namun juga aparat hukum dan birokrasi negara. Retno Marsudi, kini Menlu RI, salah satu anggotanya,” sebut Rachland.

“Polri di masa itu memilih sisi yang benar dari sejarah: profesional mengabdi pada pengungkapan kebenaran. Di jajaran perwira tinggi Polri, saya selamanya berterima kasih pada Suyitno Landung, Bambang Hendarso Danuri, dan Mathius Salempang. Tanpa mereka, TPF tak bisa berbuat banyak,” imbuhnya.

Rachland bercerita, TPF Munir kala itu dipimpin Brigjen Marsudhi Hanafi. Seorang perwira reserse asal Palembang.

Pada jajaran perwira menengah, Rachland tak melupakan nama Daniel Tifauna dan rekan-rekannya. Salah satu dari mereka, Anton Charliyan, kemudian menjadi Kapolda Jawa Barat. {detik}