Rizal Ramli: Jangan Hanya Berani Lawan Baliho, Hadapi Dong Kapal China Yang Masuk Laut Natuna

Ekonom Senior Rizal Ramli menanggapi soal kabar ribuan kapal perang China masuk ke perairan Laut Natuna Utara.

Sebelumnya, Bakamla juga menyampaikan bahwa beberapa waktu lalu, ribuan kapal perang China itu berlalu lalang di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Laut Natuna Utara.

Rizal mengingatkan pihak terkait untuk lebih berani menindak terhadap siapa saja kapal asing termasuk China yang masuk ke wilayah tersebut.

Melalui cuitan di akun Twitter pribadinya itu, Rizal Ramli menyebut seharusnya jangan hanya berani melawan baliho.

Hal itu nampaknya sebagai sindiran, sebab sebelumnya Rizal Ramli sempat merespon cuitan mantan juru bicara Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, yakni Adhie Massardi melalui akun Twitter pribadinya @RamliRizal, yang memang menyinggung soal masuknya kapal China dengan Baliho.

“Satire, mosok beraninya sama baliho doang,” kata Rizal Ramli.

Namun, Rizal Ramli menilai pernyataan Adhie Massardi soal kapal China dengan baliho tersebut dikatakan untuk menyindir seseorang.

“Jangan hanya berani lawan Baliho. Hadapi dong intrusi kapal-kapal nelayan Tiongkok di Laut Natuna Utara, seperti laporan Bakamla. Jangan cemen dong,” kata Rizal Ramli, sebagaimana dikutip Pikiran-Rakyat.com dari akun Twitter @RamliRizal, Sabtu, 18 September 2021.

Rizal Ramli juga meminta agar mampu menunjukan sikap yang sama, atas masuknya ribuan kapal China di Natuna Utara yang dikawal oleh kapal pengamanan atau coast guard.

Sementara itu, saat patroli di laut Natuna, Panglima Komando Armada I TNI AL, Laksamana Muda TNI Arsyad Abdullah, memastikan kapal-kapal perang Indonesia (KRI) selalu bersiaga di perairan Laut Natuna Utara.

Hal itu disampaikan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat, Arsy menyatakan, mereka berpatroli udara guna memastikan kehadiran unsur TNI AL di Laut Natuna Utara.

Arsyad juga menegaskan tugas TNI AL berdasarkan UU Nomor 34/2004 tentang TNI, melaksanakan tugas menjaga dan mengamankan kedaulatan di perairan nasional dan hak berdaulat nasional di perairan, termasuk Laut Natuna Utara, dengan menggelar operasi ‘Siaga Segara 21’.

Dalam mengamankan Laut Natuna Utara dituntut kehadiran KRI selama ada 1 X 24 jam dan di sana TNI AL mengerahkan lima KRI secara bergantian.

“Paling tidak ada tiga atau empat KRI berada di laut, sementara lainnya melaksanakan bekal ulang, sehingga dapat memantau kapal-kapal yang kemungkinan memasuki perairan yurisdiksi Indonesia,” katanya.

Selain KRI, kata Arsyad, operasi di Laut Natuna Utara juga melibatkan pesawat udara TNI AL untuk melakukan patroli udara maritim secara rutin di wilayah itu.

“Dari hasil patroli udara hari ini, empat KRI berada di Laut Natuna utara untuk menjaga keamanan laut dan memberikan rasa aman bagi para pengguna laut khususnya para nelayan Indonesia,” kata Arsyad

Demikian, dia mengatakan hasil patroli udara tidak dijumpai adanya kapal perang ataupun kapal Penjaga Pantai negara asing, demikian pula dengan kapal ikan asing.

Terkait video viral, tentang kapal nelayan yang memvideokan keberadaan kapal perang asing, dia menyatakan itu bisa saja terjadi.

Kapal perang yang viral dalam video itu mungkin sedang melintas damai atau sedang melintas di Laut Natuna Utara, sebagai wilayah zona ekonomi eksklusif Indonesia.

Di atas ZEE Indonesia juga ada hak pelayaran internasional atau freedom of navigation, dimana semua negara memiliki hak lintas damai.

Kendati begitu, dia menegaskan kapal-kapal perang atau kapal non militer yang bersenjata tetap yang melintas harus menunjukkan itikad tidak bermusuhan dengan negara pemilik hak kedaulatan perairan.

Dalam adab kemiliteran laut internasional, hal itu ditandai beberapa hal, di antaranya membungkus meriam-meriam dan menempatkan meriam-meriam itu tidak dalam posisi membidik sesuatu, mengibarkan bendera-bendera isyarat identitas, membuka kanal komunikasi radio, hingga menyimpan peluru-peluru kendali di dalam silo-silonya. {PR}