News  

Faisal Basri Tuding Smelter China Bikin Rugi Negara Hingga Rp.200 Triliun

Ekonom Senior Faisal Basri menuding pabrik pemurnian (smelter) milik investor China yang ada di Indonesia telah membuat rugi RI. Menurut catatannya kerugian negara bisa mencapai Rp 200 triliun.

Faisal menilai Indonesia terlalu mengobral kepada China dalam hal smelter nikel. Banyak pabrik pemurnian nikel di Indonesia yang merupakan investasi China ternyata memberikan keuntungan terlalu besar kepada China.

“Coba bayangkan kalau pengusaha China punya smelter di China itu beli bijih nikelnya US$ 80 per ton, tapi kalau pengusaha china yang punya smelter di Indonesia beli bijih nikelnya US$ 20 per ton, kan bodoh kita. Jangan diobral begitu,” tegasnya saat berbincang dengan detikcom.

Dia juga menilai smelter milik investor China di RI tidak sepenuhnya mendukung industrialisasi di Indonesia. Karena ternyata mereka masih melakukan ekspor produk turunan nikel setengah jadi. Menurutnya hal itu telah merugikan Indonesia sekitar Rp 200 triliun dalam 5 tahun terakhir.

“Setidaknya Rp 200 triliun dalam 5 tahun ini, coba bayangkan. Dan sampai sekarang tidak ada lembaga pemerintah yang menyanggah ucapan saya itu. Mereka malu, mereka pun tahu tapi mereka tidak berdaya.

Nah pasti ada kekuatan yang besar sekali di balik itu yang membacking. Saya mengatakan juga mereka tidak perlu PR, karena PR-nya Pak Luhut dan kantornya sendiri,” tambahnya.

Faisal menerangkan para smelter nikel milik investor China di Indonesia menurutnya masih melakukan ekspor produk turunan nikel dalam bentuk nickel pig iron dan feronikel.

“Jadi tidak benar bahwa smelter china itu mendukung industrialisasi di Indonesia, yang betul smelter China mendukung industrialisasi di China. Masa kita diam saja, harusnya itu sudah dipansus-kan di DPR,” tegasnya.

Tak hanya itu, di beberapa smelter nikel milik investor China di Indonesia ternyata mendatangkan TKA China yang begitu banyak. Bahkan untuk posisi terendah sekalipun, seperti juru masak hingga satpam.

“Sudah itu mereka bebas bawa pekerjanya bukan yang ahli, kalau ahli kita nggak keberatan, tapi kalau bawa tukang kebun, yes tukang kebun, saya datanya ada semua.

Insya Allah saya bicara dengan data selalu. Kemudian satpam, lantas juru masak. Ya boleh 1-2 orang juru masak, tapi jangan semua dong,” terangnya.

Menurut catatannya, perbandingan investasi China dengan tenaga kerja yang dibawanya mencapai 3,4. Artinya setiap US$ 1 juta yang dia tanamkan membawa 3,4 TKA China.

Menurutnya hal itu yang harusnya diwaspadai oleh pemerintah Indonesia saat menerima investasi dari China. Jangan terlalu mudah mengabulkan keinginan China dalam proses negosiasi.

“China itu koefisiennya 3,4. Jadi kasarnya untuk US$ 1 juta yang masuk ke Indonesia dia bawa 3,4 orang. Nah kalau Singapura bahwa 0,1 orang, kan jauh sekali. Terbesar kedua adalah Korea 1,6. Tapi China jauh 3,4,” tutupnya. {detik}