Prediksi Masa Jabatan Presiden Ditambah, Effendi Simbolon Ragu Pilpres Digelar 2024

Politikus PDI Perjuangan (PDI-P) Effendi Simbolon menilai, perihal pencalonan presiden 2024 belum tepat dibicarakan saat ini, mengingat jadwal pelaksanaan pemungutan suara pun tak kunjung dipastikan.

Ia bahkan mengaku ragu Pilpres 2024 akan digelar. “Saya lihat, mungkin ada juga. Saya enggak lihat ada Pemilu 2024,” kata Effendi dalam diskusi acara “Satu Meja” dikutip akun YouTube Kompas TV, Kamis (18/11/2021).

Hal tersebut disampaikannya saat ditanya perihal pernyataan Wakil Ketua Umum Partai Golkar Nurdin Halid terkait kesiapan partai menerima Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dalam Pilpres 2024.

Ia memprediksi, akan ada masa tambahan waktu bagi Presiden Joko Widodo dua atau tiga tahun lagi.

Menurut dia, wacana itu bisa saja diwujudkan apabila mendapatkan persetujuan rakyat dan kemudian disidangkan melalui Sidang MPR untuk melakukan amendemen terkait masa jabatan presiden.

“Saya lihat, penambahan dua sampai tiga tahun justru. Nah ini. Kita bisa mengerti, bisa memberikan pertimbangan untuk kita sidang MPR, kemudian atas persetujuan rakyat, kita bisa amendemen untuk penambahan dua sampai tiga tahun periodesasi dari pemerintahan sekarang, itu berlaku untuk pemerintahan berikutnya,” kata Effendi.

Ia juga menjawab pertanyaan jurnalis senior Harian Kompas Budiman Tanuredjo terkait apakah amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 itu juga mempengaruhi perpanjangan masa jabatan DPR RI.

Anggota Komisi I DPR itu justru tak sependapat apabila masa jabatan anggota DPR RI mengalami penambahan waktu.

“DPR mungkin enggak usahlah. Karena kami berkompetisi sajalah. Iya, ini kan yang terganggu pemerintahan. Jadi, kalau saya sih, enggak perlulah kalau DPR (diperpanjang). Mohon maaf nih teman-teman yang 500 (anggota DPR) sekian, saya tidak mewakili saudara,” ujar dia.

Ia mengaku DPR tidak memiliki urusan politik kenegaraan seperti layaknya kepala negara atau presiden.

Menurut dia, DPR lebih banyak terlibat pada masyarakat atau akar rumput (grassroot) guna menyampaikan aspirasi kepada pemerintah.

Effendi kemudian menegaskan pentingnya para penyelenggara negara mempertimbangkan kembali wacana penambahan masa jabatan presiden dua sampai tiga tahun.

“Perlu dipertimbangkan untuk menambah atau menggantikan lebih tepat. Masa yang dianggap force majeure dua sampai tiga tahun ke depan,” ucap dia.

Atas penilaian bahwa Pemilu 2024 belum tentu dilaksanakan, Effendi kembali kepada topik terkait pernyataan Nurdin Halid soal Golkar menerima Ganjar untuk Pilpres.

Ia justru mempertanyakan mengapa Nurdin Halid terlihat bersemangat dan antusias, padahal Pemilu 2024 belum tentu terlaksana. “Jadi makanya, Bung Nurdin, saking semangatnya. Pertanyaannya, memang ada Pemilu 2024?” kata Effendi.

Hngga kini, belum ada pernyataan resmi dari KPU terkait keputusan jadwal pemungutan suara Pemilu 2024.

Hal ini karena masih adanya perbedaan pandangan soal jadwal pemungutan suara antara pemerintah, KPU, dan Komisi II DPR.

Namun, anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDI-P, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda menyebut, antara pemerintah dan penyelenggara pemilu yakni KPU telah mencapai kata sepakat terkait jadwal pelaksanaan pemungutan suara Pemilu 2024.

Menurut dia, kesepakatan itu terjadi pada pertemuan antara komisioner KPU dan Presiden Joko Widodo, 11 November 2021.

“Kami sudah mendapat informasi bahwa pada tanggal 11 yang lalu, semua komisioner KPU sudah bertemu Bapak Presiden, di mana Pak Presiden didampingi oleh mendagri dan mensesneg, yang katanya, insya Allah kabarnya sudah ada kesepakatan,” kata Rifqinizamy dalam diskusi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (18/11/2021).

Rifqinizamy menyampaikan, berdasarkan informasi yang ia terima, kesepakatan tanggal yang didapat yaitu pemungutan suara sekitar Februari 2024. {kompas}