Politik kadang menghadirkan kejutan-kejutan dalam hasil akhir. Sesuatu yang menurut hitungan matematik tidak mungkin terjadi, bisa terjadi dalam politik.
Kasus Ahok yang tumbang oleh Anies Baswedan yang semua lembaga survei meliris hasil yang memberi keyakinan bahwa Ahok akan menang dan mengalahkan lawan-lawanya, tapi apa yang terjadi, Ahok tumbang dan Anies yang menjadi pemenang. Itulah politik tidak bisa diukur oleh matematika pengetahuan statistik semata.
Inilah yang dinamakan kejutan politik dimana publik dan masyarakat tidak bisa diukur oleh survei semata. Saat ini kita bisa melihat keajaiban politik lagi di negeri jiran tetanga kita. Sosok yang sudah tua, usia 92 tahun, lahir dari koalisi opisisi, bisa memenangkan pertarungan politik dan menjadi salah satu keajaiban politik.
Mahathir Mohamad menjadi Perdana Menteri pertama di dunia dalam usia 92 tahun. Inilah yang menjadi kejutan politik terbaru. Ternyata masyarakat jiran lebih berharap bagi masa depan mereka pada orang tua yang konsisten dan peduli terhadap nasib mereka. Tidak memandang usia siapapun bisa terjadi.
Hampir persis apa yang terjadi di 2014 di mana terpilihnya Jokowi menjadi presiden. Seorang mantan bupati dan gubernur yang jaraknya berdekatan bisa memimpin dan jadi presiden. Ini juga menjadi keunikan dan keajaiban-keajaiban dalam dunia politik.
Apa yang kita bisa ambil makna dan hikmah dari kejutan- kejutan politik ini? Politik itu dinamis, apapun bisa terjadi. Tidak ada hal tidak mungkin dalam kamus politik. Sesuatu yang menurut akal kita tidak mungkin bisa saja terjadi. Bagaimana makna yang harus diambil oleh pemimpin dan calon pemimpin.
Bagi pemimpin yang berkuasa, hal ini menjadi lebih sensitif terhadap keinginan masyarakat, dan bagi calon pemimpin tentu menjadi spirit tersendiri bahwa semua orang bisa saja menjadi pemimpin. Tidak memandang kasta, usia, tetapi bagaiman mendapat mandat dari masyarakat, memberikan keyakinan mereka bisa mengantungkan harapanya kepada pemimpin yang mereka pilih.
Bagaimana momentum politik tahun ini dan tahun depan di negeri kita ini? Tentu semua putra putri terbaik bangsa memiliki kesempatan yang sama. Semoga kedepan akan lahir pemimpin yang betul- betul sesuai dengan keinginan masyarakat. Siapapun itu, baik petahana dan calon baru tentunya siapa yang mendapat kepercayaan lebih dia yang akan memenangkan pertarungan.
Jokowi selaku petahan tentu akan memaksimalkan kinerjanya yang bisa mempertahankan untuk terpilih kembali, dengan cara mefokuskan target dan pogram yang sedang dan sudah dilaksanakan. Kalau itu bisa terwujud dan masyarakat merasa puas tentu akan menjadi modal utama dalam memenangkan pertarungan periode kedua kalinya.
Bagi calon lain seperti Prabowo tentu juga memilki semangat tersendiri dalam bertarung kedua kali melawan Jokowi, selain konsisten dari awal sebagai tokoh pemimpin partai oposisi. Ini yang memberikan efek positif terhadap partai yang dipimpinanya selalu ditempatkan oleh lembaga survei nomor urut dua atau tiga , dan masuk papan atas partai bersama PDIP dan Golkar,
Adanya hasil pemilihan di negeri tetangga Malaysia yang memenangkan oposisi memberikan harapan bagi oposisi bisa terjadi di Indonesia. Harapan itu tentu diperbolehkan, tetapi memang Malaysia dan Indonesia berbeda persoalan bangsanya. Tidak bisa disamakan, walaupun dalam politik bisa saja terjadi.
Dalam hal ini kita menatap persoalan bangsa dan kita berharap kedepan bangsa ini lebih baik. Momentum politik harus dimanfaatkan sebaik mungkin oleh pemimpin bangsa ini untuk mewujudkan keinginan terbaiknya.
Hemat penulis, bahwa masyarakat tentu mendambakan stabilitas di semua bidang agar mereka nyaman. Tentu tantanganya bagi petahaa dan calon lain yang bertarung bisa membuktikan itu, agar dapat mandat masyarakat.
Kita tunggu kejutan politik di tahun depan, siapapun yang terpilih kita berharap bangsa ini lebih maju dan sejahtera.
Deni Yusup, Peneliti Nusantara Riset