News  

Cabuli 34 Santriwati Selama 2 Tahun, Modus Guru Ponpes: Harus Nurut, Tak Boleh Membantah

Guru pesantren berinisial ST (34) yang mencabuli puluhan santriwati di Trenggalek kini dituntut hukuman 17 tahun penjara dan denda oleh jaksa. Guru ngaji asal Desa/Kecamatan Pule tersebut didakwa melanggar UU Perlindungan Anak.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Trenggalek, Darfiah menjelaskan hukuman maksimal dari pasal yang disangkakan kepada ST adalah 15 tahun penjara.

“Jadi, kami maksimalkan dengan ancaman 15 tahun penjara. Tapi karena dia pengajar, jadi ada tambahan dua tahun,” kata Darfiah kepada SURYAMALANG.COM, Jumat (4/2/2022).

Dafriah mengatakan sidang kasus tersebut digelar secara tertutup karena menyangkut persoalan pidana yang melibatkan korban anak-anak di bawah umur. “Selama sidang, semua saksi kooperatif. Para korban juga datang,” kata Darfiah.

“Sidang putusan pada minggu depan,” sambungnya.

Kasus guru ngaji mencabuli puluhan santriwati ini terungkap setelah keluarga korban melapor ke Mapolres Trenggalek pada September 2021.

Sesuai hasil penyidikan, diduga SMT telah mencabuli 34 santriwati dalam waktu dua tahun. Ketika ditangkap, SMT sudah tidak mengajar di pondok pesantren tersebut.

Kronologi

ST, pengajar salah satu Pondok Pesantren di Trenggalek memiliki kalimat sakti yang membuatnya bisa mencabuli 34 santrinya selama 3 tahun.

“Kalau sama guru harus nurut. Tidak boleh membantah,” begitu kalimat yang selalu dilontarkan ST (34), warga Desa/Kecamatan Pule, Kabupaten Trenggalek kepada para korbannya.

ST adalah pengajar salah satu pondok pesantren (ponpes) yang diduga telah mencabuli puluhan santri.

Kini, ST telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pencabulan dengan jumlah korban sementara 34 santri. Ia juga ditahan di Mapolres Trenggalek.

ST mengaku, aksi bejat itu ia lakukan karena hasrat seksual yang tak terbendung. Ia juga mengaku bahwa hubungannya dengan sang istri tidak harmonis.

“Karena jarang bertemu (istri)…. Dia kerjanya pagi sampai siang, saya siang sampai malam,” kata ST, saat dihadirkan dalam jumpa pers di Mapolres Trenggalek, Jumat (24/9/2021).

Mengenakan pakaian tahanan, ST mengaku malu atas kejahatan yang sudah ia lakukan sejak 3 tahun lalu itu. “Saya minta maaf. Saya menyesal dan malu,” sambung dia.

Kasat Reskrim Polres Trenggalek, AKP Arief Rizki Wicaksana menjelaskan, tersangka selalu memakai kalimat intimidatif setiap kali membujuk korbannya.

Para korban yang tidak berdaya akhirnya hanya bisa menuruti hasrat bejat sang guru. Pencabulan yang tersangka lakukan dengan cara menyentuh dan meraba area sensitif dari para santri yang mayoritas berusia di bawah umur.

Diberitakan sebelumnya, aksi bejat dilakukan oleh seorang pengajar di salah satu pondok pesantren (ponpes) di Kabupaten Trenggalek.

Pria berinsial ST (34), warga Desa/Kecamatan Pule, Kabupaten Trenggalek itu mencabuli puluhan santri di ponpes tempat ia mengajar.

Pria beristri itu mengakui telah mencabuli sebanyak 34 santri yang belajar di sekolahan jenjang setingkat SMA di yayasan ponpes itu.

Ironisnya, pencabulan itu sudah berlangsung selama 3 tahun terakhir atau mulai 2019. Kini, ST sudah ditangkap dan ditahan di Mapolres Trenggalek.

Kasat Reskrim Polres Trenggalek menjelaskan, tersangka mengajar di ponpes itu mulai tahun 2017.

Kasus ini terungkap setelah salah seorang korban bercerita kepada orang tuanya tentang pencabulan yang dilakukan oleh sang guru ke kepadanya.

“Jadi cerita awalnya, tersangka ini diberhentikan [sebagai pengajar] dari pondok. Kemudian orang tua salah satu korban menanyakan kepada anaknya soal sang pengajar. Kemudian korban ini bercerita. Dari sini awal mula kasus terungkap,” kata Arief.

Tersangka dijerat dengan pasal 76e jo pasal 82 ayat (1), ayat (2), ayat (4) UU RI 17/2016 tentang penetapan Perppu 1/2016 tentang perubahan kedua atas UU RI 23/2002 tentang perlindungan anak.

ST diancam dengan hukuman penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 taun, serta denda paling banyak Rp 5 miliar. Karena tersangka adalah guru dan korbannya lebih dari satu orang, hukuman pidana ditambah 1/3 dari ancaman. {tribun}