News  

Dikritik Puan, Ternyata Dasar Aturan JHT Cair Usia 56 Tahun Dibuat Di Era Megawati

Ketua DPR RI Puan Maharani ikut memberikan tanggapan soal Permenaker Nomor 2 tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT). Dalam aturan itu, klaim JHT baru bisa dicairkan saat pensiun di usia 56 tahun.

Puan mengatakan, kebijakan tersebut tidak sensitif pada keadaan pekerja. Sebab dana JHT merupakan hak pekerja dan bukan milik pemerintah sehingga JHT harusnya dapat dicairkan kapan pun.

“Perlu diingat, JHT bukanlah dana dari pemerintah, melainkan hak pekerja pribadi karena berasal dari kumpulan potongan gaji teman-teman pekerja, termasuk buruh,” kata Puan dalam keterangan resmi, Senin (14/2).

“Kebijakan itu sesuai peruntukan JHT, namun kurang sosialisasi dan tidak sensitif terhadap keadaan masyarakat khususnya para pekerja,” dia melanjutkan.

Eks Menko PMK itu menilai, penetapan JHT baru bisa cair saat usia 56 tahun memberatkan. Terlebih banyak pekerja dirumahkan bahkan terpaksa keluar dari perusahaan akibat pandemi COVID-19.

“Dalam membuat kebijakan, pemeritah harus melibatkan partisipasi publik dan juga perlu mendengarkan pertimbangan dari DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat,” tegasnya.

UU SJSN di Balik Kebijakan JHT Baru Bisa Cair di Usia 56 Tahun

Kepala Biro Humas Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Chairul Fadhly Harahap menjelaskan, Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 mengacu pada Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) yang diterbitkan 2004 lalu.

“Program JHT merupakan program perlindungan untuk jangka panjang,” kata Chairul dalam keterangan resmi, Minggu (13/2).

Berdasarkan penelusuran kumparan, pencairan JHT diatur dalam Pasal 35 ayat 2 dan 37 ayat 1 dalam UU SJSN. Di kedua pasal itu, disebutkan bahwa JHT dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap.

Undang-Undang ini disusun dan disahkan saat Megawati Soekarnoputri menjabat sebagai Presiden. Dalam naskah UU SJSN, tertera tanda tangan Megawati pada 19 Oktober 2004.

Chairul menjelaskan, kendati tujuannya untuk perlindungan di hari tua alias masa pensiun, meninggal dunia, atau cacat total tetap, UU SJSN memberikan peluang bahwa dalam jangka waktu tertentu pekerja yang membutuhkan dapat mengajukan klaim sebagian dari manfaat JHT.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015, klaim terhadap sebagian manfaat JHT tersebut dapat dilakukan apabila peserta telah mengikuti program JHT paling sedikit 10 tahun.

Adapun besaran sebagian manfaatnya yang dapat diambil yaitu 30 persen dari manfaat JHT untuk pemilikan rumah, atau 10 persen dari manfaat JHT untuk keperluan lainnya dalam rangka persiapan masa pensiun.

Sementara terkait pekerja yang terdampak PHK, di mana mereka selama ini mengandalkan dana JHT saat berada di situasi tersebut, Kemnaker menilai ada banyak dana atau program lainnya yang bisa dimanfaatkan. Mulai dari pesangon, uang penghargaan masa kerja, hingga uang penggantian hak.

Kemnaker sendiri, kata Chairul, juga meluncurkan program baru sebagai bantalan buat korban PHK. Program tersebut yakni Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). {kumparan}