Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, menilai ada syarat tertentu agar lebih dari dua poros koalisi dapat tercipta pada Pilpres 2024. Menurut dia, lebih dari dua poros capres-cawapres dapat tercipta hanya jika PDIP maju sendiri.
Sebab, Adi menyoroti saat ini kekuatan PDIP masih sangat dominan. Jika PDIP tak berkoalisi, partai-partai politik baru akan lebih berani menandingi.
“Kalau lihat kekuatan partai sangat mungkin akan ada 4 calon. Dengan catatan PDIP maju sendiri. Tanpa koalisi. Nanti ada poros Gerindra, Golkar, mungkin satu lagi poros Islam. Bisa,” kata Adi saat dihubungi, Senin (21/2).
Namun jika PDIP berkoalisi dengan Gerindra, misalnya, Adi berpendapat hanya akan ada 2 poros yang maju. Ia memprediksi poros lainnya akan dipimpin oleh Golkar.
“Saat ini kemungkinannya [PDIP dengan] Gerindra. Tapi kalau PDIP-Gerindra, rasa-rasanya cuma bakal ada dua poros di luar itu. Yang bisa bikin tandingan hanya Golkar. Karena Golkar sudah patok Airlangga Hartarto jadi capres,” papar Adi.
“Di luar 3 partai besar itu, kok, rasa-rasanya sampai saat ini belum ada hilal politik bahwa mereka akan bikin poros tandingan, misalnya poros Islam. Selain enggak punya figur, mereka juga enggak punya logistik, melawan dominasi tiga itu,” tambah dia.
Adi menerangkan, politik nasional tak seindah yang dibayangkan masyarakat. Ada dugaan-dugaan taktis mengapa calon presiden-wapres cenderung hanya dua poros.
Salah satu yang terlihat, kata Adi, partai-partai seringkali tak punya figur dan modal. Ia menyoroti bergabung dengan koalisi adalah strategi parpol kecil dan menengah untuk memenangkan pileg.
“Pileg seringkali pakai dana-dana interest yang didapat dari pilpres pemenangan koalisi itu. Kalau disebut bisa 4 poros bisa, ya, dari dulu ada, ya, enggak? Kenyataannya enggak ada. Enggak punya nyali, figur, uang,” ujar dia.
“Ya, ongkos politik kita mahallah. Mereka dana pileg itu, ya, masih cari dana di koalisi pilpres itu, ya, enggak? Partai-partai saat ini enggak punya sikap tegas,” tambahnya.
Adi tak menutup penuh kemungkinan tiga hingga empat koalisi di Pilpres 2024. Tetapi, ia menegaskan ini akan sulit secara realita.
“Partai besar punya figur kuat, misal Gerindra [dengan] Prabowo, PDIP [dengan] Ganjar, [tapi] partai-partai lain enggak ada. Muhaimin maju elektabilitasnya 0 persenan, Airlangga 1-2 persen, yang lain enggak muncul. Gimana mau bikin poros sendiri kalau dari internal mereka enggak punya?” tutur Adi.
“Ada figur non parpol Anies elektabilitasnya masih 12 persenan, masih jauh dari Prabowo dan Ganjar. Anies juga kelihatan belum punya modal kuat, kan. Karena elektabilitas dan popularitas butuh logistik untuk gerakan mesin partai, jadi penentu poros-poros politik terbentuk apa tidak,” kata dia.
Prediksi bubarnya koalisi Jokowi-Ma’ruf di Pemilu 2024 disuarakan Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani. Dengan bubarnya koalisi, maka ada kemungkinan, calon yang diusung di Pilpres 2024 lebih dari dua.
Menanggapi hal ini, Adi berharap PPP tak hanya memberi sinyal, namun betul-betul bisa mengambil sikap mandiri tanpa PDIP.
“Sejak 2014 PDIP sangat dominan. Kenapa baru sekarang PPP ngomong? Coba kalau dari dulu ngomong itu bagus. PPP dulu dukung Prabowo tapi lompat dukung Jokowi tengah jalan, 2019 awalnya enggak dukung Jokowi. Kalau menilai PDIP dominan kenapa mau dukung PDIP?” terang Adi.
“Jangan hanya karena bulan madu mereka akan berakhir. Bilang aja PPP mau lagi lirik calon lain misal Anies. Sekarang, kan, banyak elite PPP kalau foto dengan Anies,” tandas dia.
Prediksi pasangan capres dan cawapres kian menghangat jelang Pilpres 2024. Selain Arsul, Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun juga memperkirakan parpol koalisi Jokowi akan terpecah sehingga muncul lebih dari dua paslon.
Refly Harun melihat ada potensi empat poros pengusung Pilpres 2024. Salah satu skenario yang dilihatnya mungkin yakni pasangan Prabowo Subianto-Puan Maharani, Anies Baswedan-Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Ganjar Pranowo-Muhaimin Iskandar (Cak Imin), dan Airlangga Hartarto-Zulkifli Hasan. {kumparan}