News  

China Peringatkan Indonesia dan AS Jangan Bertingkah di Natuna Atau Beijing Bakal Bertindak

Patut rasanya Indonesia memperkuat barisan tempurnya di Natuna karena adanya ancaman dari China. Berkali-kali kapal survei dan coast guard China masuk ke ZEE Indonesia di Natuna Utara.

China punya alasan sendiri kenapa mereka ngebet di Natuna Utara yang jadi wilayah Indonesia. Asal mula China berbuat demikian karena klaim sepihak Nine Dash Line yang mereka canangkan sejak lama.

China menyerobot 90 persen perairan Indo Pasifik, mengklaim diri jadi pemilik tunggal karena faktor sejarah. Nine Dash Line jelas menyalahi United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).

Klaim China ini tak main-main, sepanjang 1.800 km ia menegaskan semua miliknya. Tak boleh ada negara lain yang boleh mengakui kecuali China.

Klaim berdasarkan faktor sejarah dimana Dinasti Ming China dulu wilayah kekuasaannya seperti Nine Dash Line. Selain faktor sejarah, China ingin menguasai perairan ini lantaran kekayaan alamnya.

Dalam laporan CSIS, perairan Indo Pasifik punya cadangan minyak minyak bumi sebanyak 2.500-10.000 juta barel.

Sektor perikanan juga tinggi di wilayah ini dimana dalam setahun total nelayan bisa meraup 767.126 ton ikan laut dari sana.

Seperti yang dijelaskan di atas, karena faktor sejarah lah China berani mengeluarkan klaim Nine Dash Line. Celakanya ZEE Indonesia di Natuna Utara sekalian ‘dijilat’ China.

Dikutip dari 163.com, 16 Maret 2022, media China tersebut menjelaskan bila sebelum Indonesia berdiri, mereka sudah menduduki pulau Natuna. Hal ini lantaran Dinasti Song pertama kali datang ke Natuna.

Mereka kemudian menamai Natuna sebagai Zhanghai Qitou. Lantas China mengklaim jika ada kapal asing melewati Natuna dahulu, ia sama saja masuk ke wilayah China.

“Pada Dinasti Song, karena perkembangan pelayaran, banyak kapal di sini, dan kapal asing yang melewati Natuna dianggap telah masuk ke wilayah China,” jelas 163.com.

Keberhasilan Dinasti Song menduduki Natuna lantas diwarisi oleh Dinasti Ming. Pada periode Dinasti Ming inilah Nusantara akhirnya mengenal siapa itu Laksamana Cheng Ho atau akrab disapa di China Zheng He.

Kekaisatan kala itu memerintahkan Cheng Ho melakukan pelayaran ke Nusantara. Sebelum masuk ke perairan Jawa hingga selat Malaka nantinya, Cheng Ho transit di Zhanghai Qitou untuk isi ulang bekal.

Selama di pulau Natuna itulah Cheng Ho memperkuat kedudukan Dinasti Ming di sana. Nama Zhanghai Qitou lantas ia ganti dengan Wanshengyu, Anbuna.

“Karena lokasi lalu lintasnya, Dajiqitou digunakan oleh armada Zheng He sebagai pos pos pertama di laut, yang mengawali sejarah pengelolaan Kepulauan Natuna oleh Tiongkok.

“Bagan Navigasi Zheng He” dari Dinasti Ming menggambarkan lokasi Jijiqitou (Natuna).” papar 163.com.

Jika menurut literatur China, Dinasti Ming menguasai Natuna selama 200 tahun lebih. Apalagi sudah ada sempalan bangsawan Dinasti Ming yang kabur ke Natuna dari China usai kalah melawan Dinasti Qing. Orang Ming itu ialah Zhang Jiexu.

Zhang Jiexu lantas mendirikan kerajaan kecil di sana. Ia berhasil memonopli lalu lintas pelayaran di sekitaran Natuna sehingga kerajaannya walau kecil namun diperhitungkan oleh bangsa lain.

Tapi kemolekan kerajaan Zhang membuat bangsa Eropa tertarik memilikinya. Benar saja pada abad ke-19 Belanda datang dan merebut Natuna.

“Pada awal abad ke-19, pewaris terakhir Zhang Jiexu meninggal, kerajaan hancur, dijajah oleh Belanda, dan kemudian di bawah yurisdiksi Indonesia.

Belanda menjajah Kepulauan Melayu dan Kepulauan Natuna secara bersamaan. Untuk memutuskan ikatan budaya dengan China, mereka mengubah nama Anbuna menjadi Natuna, yang merupakan asal dari Kepulauan Natuna,” jelas 163.com.

Sejarak kemudian berubah lagi, serangan kekaisaran Jepang kemudian melunturkan penjajahan 350 tahun Belanda akan Nusantara.

Jepang tak begitu tertarik mengurus Natuna dimana Rikugun dan Kaigun lebih mementingkan pertahanan di Papua Nugini menghadapi Amerika Serikat (AS).

Saat penjajahan Jepang itulah kaum nasionalis semakin bernafsu membawa Indonesia merdeka.

Hal itu kejadian pada 17 Agustus 1945, Indonesia merdeka dan otomatis ‘mewarisi’ semua wilayah bekas jajahan Belanda masuk dalam bingkai NKRI termasuk Natuna.

Sejurus kemudian PBB juga mengakui kemerdekaan Indonesia hingga pada 1982 Jakarta meratifikasi UNCLOS, posisi Natuna semakin kuat karena pengakuan internasional yang berdasarakan konvensi hukum laut itu.

Di sinilah China tak terima karena mereka merasa Natuna sudah diurus, dikembangkan tapi besarnya Indonesia yang memiliki.

“Sejarah Kepulauan Natuna dapat dikatakan bahwa China seorang diri mengembangkannya menjadi surga, dan juga menjadi tanah merdeka bagi orang China.

Pada pertengahan abad ke-20, Indonesia mengusir penjajah Belanda untuk mendirikan negara merdeka,” jelas 163.com.

Klaim Nine Dash Line bukan cuma ditentang oleh Indonesia, negara lain macam AS juha tak setuju dengan keputusan sepihak China ini. China sendiri mengakui bahwa dirinya kalah dalam perebutan Natuna melawan Indonesia.

Mungkin Beijing sadar bahwa faktor sejarah tak bisa dijadikan dasar klaimnya saat ini, zaman sudah berubah. “China adalah kekaisaran terkuat di Asia Timur dari Kekaisaran Qin sampai awal Dinasti Ming. Status Kepulauan Natuna saat ini: China telah kalah,” kata 163.com.

AS sendiri nampaknya mendukung Indonesia mempertahankan Natuna Utara dari rongrongan China. Hal itu disampaikan oleh state.gov dimana AS siap memberikan bantuan militer ke Indonesia mempertahankan Natuna.

“Kerja sama keamanan adalah pilar utama kemitraan strategis kami. Amerika Serikat bangga menjadi mitra pertahanan terbesar Indonesia dalam hal jumlah latihan dan acara tahunan di mana kita berpartisipasi bersama.

Kerja sama kita dalam kontraterorisme dan dalam melawan ekstremisme kekerasan juga merupakan komponen penting dari upaya bersama kita untuk membangun dunia yang lebih aman.

Kami mendukung upaya kuat Indonesia untuk menjaga hak maritimnya dan melawan agresi RRT di Laut Cina Selatan, termasuk di zona ekonomi eksklusifnya di sekitar Kepulauan Natuna,” tegas state.gov.

China sendiri juga pernah memprotes latihan militer Indonesia-AS dalam tajuk Garuda Shield 2021. Beijing mengirim surat protes resmi ke Indonesia pada Desember 2021 lalu dan merasa prihatin dengan keamanan kawasan Natuna.

“Dalam surat resmi mereka, pemerintah China mengungkapkan keprihatinan mereka tentang stabilitas keamanan di daerah itu,” kata Seorang anggota parlemen dan komite keamanan nasional Indonesia, Muhammad Farhan dikutip dari Reuters, Rabu 1 Desember 2021. {PR}