Bantah Setara Institute Soal 3 Kota Intoleran di Sumbar, Desra Ediwan: Keliru! Faktanya Sumbar Sangat Toleran

Persoalan intoleransi masih menjadi diskursus yang menarik untuk dibahas, apalagi isu ini menjadi wacana utama yang didengungkan oleh Pemerintahan Joko Widodo. Setara Institute melalui riset ilmiahnya mengupas hal ini dan menemukan fakta menarik terkait sepuluh kota paling intoleran di Indonesia.

Berdasarkan hasil riset tersebut ada tiga kota di Provinsi Sumbar yang masuk dalam 10 kota paling intoleran. Kota tersebut adalah Kota Padang, Kota Pariaman dan Padang Panjang.

Terkait dengan predikat yang diberikan oleh Setara Institute terhadap daerah di Sumbar ini, Desra Ediwan, Sekretaris Golkar Sumbar memberikan perspektif yang berbeda.

Ia menganggap, Sumbar merupakan wilayah yang toleran dan cukup terbuka. Memang Sumbar mayoritas penduduknya beragama Islam. Namun hal itu tidak mengartikan bahwa Sumbar pantas disebut sebagai daerah Intoleran.

“Kami memegang erat falsafah budaya Minang yakni Adat Basandi Sarak, Sarak Basandi Kitabullah. Itu merupakan salah satu filosofi hidup yang dipegang dalam masyarakat Minangkabau, yang menjadikan Islam sebagai landasan utama dalam tata pola prilaku dalam nilai – nilai kehidupan,” ungkap Desra Ediwan kepada redaksi Golkarpedia.com (12/04/2022).

“Sehingga ketaatan beragama memang menjadi hal yang lumrah terjadi di Sumbar. Tetapi Sumbar saya kira cukup toleran dengan pemeluk agama lain. Berdasar pengalaman saya pribadi, setiap minggu umat agama kristen tetap beribadah meskipun dilakukan dengan berkumpul di rumah,” tambah politisi Partai Golkar ini.

Terkait apakah tidak ada atau tidak disediakan rumah ibadah bagi mereka hingga mereka beribadah di rumah, Desra Ediwan menjelaskan bahwa pendirian rumah ibadah perlu aturan. Tidak boleh di dalam rumah orang mendirikan rumah lain.

“Populasi umat agama lain tidak terlalu banyak, sedangkan menurut peraturan yang ada kan membutuhkan izin dari masyarakat sekitar untuk mendirikan rumah ibadah bagi mereka. Ini tidak hanya berlaku di Sumbar, tetapi secara nasional,” ucapnya menegaskan.

Peraturan yang dimaksud oleh Desra Ediwan adalah Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Mendagri Nomor 9 Tahun 2006.

Dalam SKB menteri itu dinyatakan bahwa pendirian rumah ibadah harus memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dengan beberapa persyaratan antara lain memiliki jamaah minimal 90 orang yang berada di sekitar lokasi rumah ibadah yang akan dibangun

dan itu dibuktikan dengan KTP, mendapatkan persetujuan dari minimal 60 warga setempat yang diketahui oleh pejabat desa/ kelurahan setempat.

“Mereka saat ibadah di rumah secara bersama tidak lebih dari sepuluh orang. Tapi kami di sini pun menjamin keberlangsungan ibadah mereka, tidak ada yang akan mengganggu.

Beda persoalan kalau untuk mendirikan rumah ibadah, masyarakat yang dominan agaknya tidak setuju. Kami berpikir, sepuluh orang juga kan rasanya mubazir kalau harus mendirikan rumah ibadah. Ibadah silahkan, pendirian rumah ibadah ya ikut aturan,” kata Desra Ediwan.

Terakhir, saat ditanyakan mengenai sikap Partai Golkar, Desra Ediwan menekankan Partai Golkar selalu mengikuti aspirasi masyarakat Sumbar.

Produk Perda yang yang menjadi indikator penelitian Setara Institute dan dirasa bermasalah pun tidak menjadi persoalan baginya selama masyarakat menghendaki.

“Golkar Sumbar ikut aspirasi masyarakat terbanyak. Di sini kuat Islamnya, kami ikut apa kata masyarakat. Tapi perlu saya tekankan, Golkar Sumbar terbuka untuk siapapun dan toleran terhadap agama apapun.

Di Mentawai misalnya yang mayoritas beragama kristen, kami juga ikut memeriahkan dan hadir setiap kali ada acara keagamaan seperti Natal di sana, jadi sebetulnya tidak ada masalah,” Desra Ediwan menjelaskan.