Pemilu 2024 yang akan diselenggarakan serentak untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2024-2029 serta jajaran legislatif masih dua tahun lagi. Namun aroma Pemilu sudah tercium, setidaknya dari sentimen publik di media sosial.
Di era digital seperti sekarang, media sosial memang merupakan tempat strategis untuk menggalang simpati serta suara masyarakat, serta menggiring opini publik. Toh politik pada dasarnya merupakan seni membentuk dan mempengaruhi opini publik.
Berbicara kembali mengenai Pemilu 2024, di platform-platform media sosial tersebut mulai muncul nama-nama yang digadang oleh publik akan memimpin mereka di tahun 2024-2029. Mulai dari yang dirasa paling populer seperti Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, Puan Maharani, Airlangga Hartarto sampai yang kurang banyak dibicarakan seperti Gatot Nurmantyo, Jenderal Andika Perkasa dan figur lainnya.
Kami pun mencoba menelisik mengenai ketertarikan pegiat dan pengguna media sosial dalam menyikapi dengungan Capres dan Cawapres menjelang Pemilu 2024 ini.
Dengan menggunakan tools olah data, dapat diketahui data sentimen publik atas lima nama teratas yang berpotensi akan menjadi Capres dan Cawapres 2024. Data ini kami himpun dari tanggal 1 April sampai dengan 31 April 2022. Tools olah data ini menghimpun data percakapan yang menyebutkan nama terkait melalui platform twitter, media pemberitaan, website dan blog.
Nama pertama adalah Anies Baswedan. Data Anies Baswedan cukup mengejutkan, karena biarpun terkesan ramai dan selalu menjadi perbincangan publik terhadap apapun yang dilakukannya, kami menemukan sentimen negatif yang mendominasi percakapan dengan penyebutan kata “Anies Baswedan” di dalamnya. Terdapat 17.281 mentions untuk nama Anies Baswedan sepanjang bulan April 2022.
Dari 17.281 mentions tersebut membentuk proporsi sentimen sebesar 58,7% penyebutan dengan sentimen negatif dan ada 41,3% penyebutan dengan sentimen positif. Hal yang perlu disorot bukan hanya soal sentimen, tetapi reach atau jangkauan orang melihat penyebutan nama Gubernur DKI Jakarta ini di media sosial maupun pemberitaan. Reach yang dimiliki Anies Baswedan tertinggi dibanding tokoh lain yakni 56 juta orang.
Artinya sebagai sebuah kampanye, nama Anies Baswedan, berhasil tersosialisasi dengan baik dan efektif meskipun tone yang dihasilkan negatif. Hal ini pun sejalan dengan pemahaman bahwa masyarakat masih menyukai pemberitaan yang buruk daripada sebuah prestasi.
Hasil olah data terhadap Anies Baswedan ini kami himpun dari source berbagai instrumen, yakni Twitter 41,3%, News 36,7%, Web 18,2%, Blog 3,3%.
Di urutan kedua berdasar sentimen publik kami menemukan nama Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Sentimen yang terbentuk terhadap Ganjar Pranowo positif. Proporsinya adalah 61,2% penyebutan positif dan 38,8% pembicaraan negatif dari 14.121 mentions.Sementara untuk jangkauan dari hasil penyebutan Ganjar Pranowo adalah sebanyak 39 juta orang.
Source hasil olah data Ganjar Pranowo didapat dari News atau pemberitaan sebesar 41,3%, lalu Twitter sebesar 39,5%, selanjutnya Web 16,1%, dan Blog 2,4%. Di sini bisa kita lihat bahwa sentimen positif yang membentuk Ganjar Pranowo lebih banyak dari hasil pemberitaan, berbeda dengan Anies Baswedan yang lebih masif di platform twitter.
Posisi ketiga dengan sentimen terbaik ada nama Airlangga Hartarto. Sentimen publik yang dibentuk Airlangga Hartarto adalah 76,3% pembicaraan positif dan 21,7% pembicaraan negatif dari 13.707 mentions . Hal ini berdampak baik untuk Airlangga Hartarto, meskipun terkesan sepi dari pembahasan, nyatanya nama Airlangga Hartarto bisa mencuat ke permukaan sebagai salah satu figur yang diperhatikan publik.
Source atau data yang membentuk sentimen bagi Airlangga Hartarto pada periode 1 April sampai 31 April 2022 terdiri dari News pemberitaan sebanyak 45,1%, lalu di Twitter ada 32,5% penyebutan nama Airlangga Hartarto didengungkan, sementara Web 16,8%, dan terakhir adalah Blog 2,4%.
Sama seperti Ganjar Pranowo, Airlangga Hartarto lebih banyak tersorot pemberitaan daripada pembentukan melalui penyebutan nama di platform media sosial seperti twitter. Reach yang terbentuk dari penyebutan nama Airlangga Hartarto pun cukup signifikan, yakni sebanyak 39 juta orang. Meski begitu, reach yang dicapai Airlangga Hartarto agaknya tertinggal jauh dari Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo.
Di posisi keempat atau sentimen tertinggi kedua ada nama Puan Maharani. Politisi PDIP ini memiliki 82,4% pembicaraan positif dan 17,6% penyebutan negatif dari 27.274 mentions. Mentions nama Puan Maharani terhitung paling tinggi dibanding empat kompetitor nama lainnya.
Sedangkan source yang membentuk sentimen itu terdiri dari Twitter sebesar 70%, News pemberitaan 18,9%, Web 9,6%, dan Blog 0,9%. Sementara itu reach yang dihasilkan tidaklah begitu besar, hanya sebanyak 19 juta orang dari 5796 interaksi.
Jika menilik data milik Puan Maharani ini, ada kecenderungan pembentukan sentimen dibuat secara monolog oleh akun-akun dengan followers tidak besar hingga memunculkan data penyebutan yang besar tetapi reach yang dicapai tidak signifikan.
Bisa jadi ini adalah pembentukan sentimen yang kurang organik. Sebab, tingginya sentimen dan mentions tidak bisa secara efektif menjangkau lebih banyak orang dengan indikator reach.
Tokoh terakhir dengan sentimen tertinggi adalah Prabowo Subianto. Menteri Pertahanan dan Ketua Umum Partai Gerindra ini memiliki 88,7% pembicaraan positif dan 11,3% pembicaraan negatif dari 12.524 mentions.
Source pembentuk sentimen Prabowo Subianto hampir mirip dengan Puan Maharani yakni Twitter yang lebih dominan dengan 57,5% penyebutan, News pemberitaan sebanyak 28,2%, Web 11,7% dan Blog 2,2%.
Sementara itu, reach yang dihasilkan dari sentimen itu menjangkau 18 juta orang dari 7605 interaksi. Jika melihat data ini, sepertinya Prabowo Subianto juga memiliki karakter yang sama dengan Puan Maharani, pertumbuhan sentimen dilakukan secara monolog tanpa mengindahkan tujuan kampanye berlangsung secara efektif atau tidak.
Reach Prabowo Subianto dibanding para kompetitornya terbilang paling kecil seiring dengan mentions yang juga paling kecil. Ini berbahaya untuknya, seiring dengan hasil survei berbagai lembaga yang mengindikasikan penurunan elektabilitas secara periodik nama Prabowo Subianto.
Publik sepertinya menolehkan wajah dari Prabowo Subianto, hingga tim pemenangan Prabowo Subianto harus bekerja lebih keras lagi guna mencapai reach atau jangkauan penyebutan yang tinggi, hingga bisa mengimbangi sentimen yang ia miliki.
Demikian hasil riset kami, semoga ini bisa menjadi masukkan bagi para Capres dan Cawapres yang akan bertarung di Pilpres 2024. Bahwa sentimen adalah hal penting, tetapi terpenting dari itu semua adalah efektifitas kampanye.