News  

Fabrikasi Sejarah dan Manipulasi Medsos Bikin Ferdinand Marcos Jr Menang Pilpres Filipina

Amnesia tampak menjangkiti Filipina. Sebab, Ferdinand Marcos Jr. meraih kemenangan telak dalam pilpres pada Selasa (10/5/2022).

Dia adalah putra eks diktator Ferdinand Marcos Sr., sosok keji yang memutilasi puluhan ribu orang saat masih menjadi orang nomor satu di Filipina.

Pria yang kenal sebagai Bongbong itu sendiri tidak jatuh jauh dari pohonnya. Pengadilan sempat menjatuhkan hukuman terhadapnya akibat menggelapkan pajak pada 1995.

Keluarganya yang terperosok ke dalam pengasingan itu tak bangkit dengan mudah. Marcos Jr. merangkai segala tipu muslihat untuk menutup mata publik.

Dia memegang politik dinasti hingga loyalitas dari generasi ke generasi. Tetapi, satu siasat yang paling menguntungkannya ialah manipulasi media sosial.

Bongbong memiliki mereknya sendiri dalam revisionisme sejarah. Dia memanfaatkan teknologi untuk memfabrikasi rekaman lampau.

Konsumsi media sosial di negara itu melampaui rata-rata. Data Reportal mencatat, ada 92,05 juta pengguna media sosial di Filipina pada Januari 2022. Jumlah itu setara dengan 82,4 persen dari keseluruhan populasi.

Marcos Jr. lantas mempersenjatai dirinya dengan celah tersebut. Klan politiknya bahkan mendekati perusahaan politik Inggris untuk merombak citra mereka di media sosial.

Firma tersebut menolak tawarannya. Namun, disinformasi terkait Bongbong kian mengalir.
Fabrikasi Sejarah Manipulasi Medsos Buat Anak Diktator Menang Pilpres Filipina (2)

Laman-laman pendukung klan Marcos telah menulis ulang sejarah. Mereka menyangkal kediktatoran dan menutupi pencurian miliaran dolar dari kas negara.

Pendukungnya menyebut pelanggaran hak asasi manusia selama pemerintahan sang diktator sebagai isapan jempol belaka. Kendati demikian, badan hak asasi mencatat, Marcos membantai dan menyiksa sekitar 70.000 orang.

Marcos kerap beralasan, badan itu bahkan tidak pernah singgah di Filipina. Sehingga, laporan mereka hanya bualan.

Amnesty International telah mengunjungi negara itu hingga dua kali selama pemerintahan Marcos.

Tetapi, unggahan yang mengutip kebohongan itu tetap dibagikan hingga lebih dari 3.000 kali.

Para pendukung mengusung tema umum, yakni bahwa pemerintahan tirani Marcos sebenarnya adalah ‘periode emas’ bagi Filipina. Nyatanya, rezim yang kejam dan korup mendorong ekonomi negara itu ke ambang kemiskinan sebab dicekik utang asing.

Salah satu laman bahkan berpura-pura menjadi kantor media sah. DU30 MEDIA Network mengeklaim, Filipina adalah negara terkaya kedua selama rezim Marcos.

Negara itu sebenarnya mendekam dalam resesi yang dalam pada 1985. Tetapi, berita palsu itu telah dibagikan hingga 300 kali.

Platform media sosial pun tidak bisa berbuat banyak dalam membendung disinformasi. Pendukung Bongbong tidak hanya memanipulasi narasi.

Mereka juga mengembangbiakkan akun-akun anonim untuk menyerang orang-orang yang mengungkap kebenaran.

Facebook telah mengidentifikasi lebih dari 150 operasi informasi sejak 2017. Sejumlah operasi rahasia itu terdeteksi dari jaringan di Filipina.

Narasi manipulatif semacam itu berkeliaran luas. Alhasil, dukungan anak muda pun mengalir kepada Bongbong. Pasalnya, generasi-generasi muda tidak pernah merasakan kediktatoran Marcos.

Mereka tidak mengenal kekerasan, korupsi, dan ketidakstabilan rezim sang diktator. Sistem pendidikan Filipina dinilai bersalah atas ketidaksadaran itu. Sekolah-sekolah tidak sungguh mendidik para pemilih muda tentang darurat militer Marcos.

Generasi muda juga merupakan populasi yang paling mahir menggunakan teknologi. Akibatnya, mereka rentan tenggelam dalam platform media sosial. Mereka mungkin melek teknologi, tetapi buta akan sejarah.

Kampanye Marcos Jr. menyasar target pemilih muda tersebut dengan cerdik. Propaganda daring dan jaringan disinformasi telah meningkatkan citra keluarga Marcos di tahun-tahun menjelang pemilihan presiden Marcos Jr. secara sistematis.

Survei oleh Pulse Asia pada Februari 2022 menunjukkan, tujuh dari sepuluh kelompok pemilih termuda di negara itu memilih Bongbong.

Generazi Z atau Gen Z merupakan kelompok usia dengan peringkat preferensi tertinggi terhadap putra diktator itu. Hingga 71 persen orang Filipina berusia 18 hingga 24 tahun menginginkan Bongbong menjadi presiden berikutnya.

Sekitar 64 persen dari populasi termuda selanjutnya, yakni antara 25 hingga 34 tahun serta 35 hingga 44 tahun, juga memilih Bongbong. Sementara itu, pemilih berusia 65 tahun ke atas memiliki kemungkinan terkecil untuk memilih Bongbong.

Kini, Bongbong telah merengkuh lebih dari 50 persen suara. Jumlah itu lebih dari dua kali lipat dukungan untuk saingan terdekatnya, Leni Robredo.

Penentang Bongbong lantas menggigit jari. Mereka khawatir Bongbong mungkin akan meneruskan dinasti mendiang ayahnya di masa mendatang.

“Akan ada lebih banyak kematian, akan ada lebih banyak utang, akan ada lebih banyak kelaparan.

Keluarga Marcos akan mencuri,” ungkap seorang satiris politik berusia 58 tahun pengikut Revolusi ‘People Power’ yang menggulingkan Marcos, Mae Paner, dikutip dari AFP. (Sumber)