Kepercayaan tinggi kembali ditunjukkan Presiden Joko Widodo kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan.
Meski sudah punya tugas dan jabatan seabrek, Luhut justru ditunjuk Jokowi untuk mengurus permasalahan minyak goreng.
Menurut politikus PDIP, Deddy Yevri Sitorus, Luhut sudah terlalu banyak jabatan dan tanggungjawab di Kabinet Indonesia Maju.
Tak seharusnya Luhut kembali diberi tugas baru yang tidak bisa dibilang ringan.
“Pak Luhut itu kan sudah banyak pekerjaan sebagai Menko Marves, kenapa sekarang diserahkan tugas mengambil alih pekerjaan Menko Ekuin, Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian sekaligus?” kata Deddy kepada wartawan, Rabu (25/5).
Selain itu, lanjut Deddy, penunjukkan Luhut juga berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
Pasalnya, Luhut dikenal dekat dengan pihak-pihak yang kini terjerat kasus mafia minyak goreng.
Anggota Komisi VI DPR RI ini menilai, penunjukkan Luhut akan menimbulkan rumor negatif dalam penyelesaian kasus hukum yang sedang berjalan.
Hal itu justru akan menjadi kontraproduktif, karena Luhut dipersepsikan sebagai bagian dari masalah.
Sebab, tambah Deddy, nama Luhut terlalu sering dikait-kaitkan dengan konflik kepentingan dalam urusan kebijakan yang dia tangani.
Deddy mencontohkan, saat Luhut menjadi komandan penanganan masalah pandemi, muncul isu bisnis antigen dan PCR yang bikin heboh.
Demikian pula ketika ditunjuk menjadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional, santer juga di media tentang keterlibatan Luhut dalam perseteruan konsesi proyek pembangunan PLTA terbesar di Asia Tenggara yang rencananya dibangun di Sungai Kayan, Kalimantan Utara.
“Saya khawatir, sebentar lagi isu kedekatan Pak Luhut dengan para pemain sawit akan menjadi buah bibir di tengah masyarakat,” kata Deddy.
“Jika itu terjadi, kasihan Pak LBP yang sudah banyak tanggung jawab kembali jadi sasaran rumor lagi.
Apalagi jabatannya sudah sangat banyak, kesannya jadi seolah-oleh tidak ada orang lain yang bisa bekerja selain LBP,” sambungnya.
Ditegaskan legislator dari Dapil Kalimantan Utara ini, masalah minyak goreng adalah masalah konsistensi dalam penegakan aturan dan Undang-undang yang sudah ada.
“Urusan membangun sistem penguasaan, distribusi dan cadangan, baik pasokan bahan baku industri maupun produk untuk sampai ke masyarakat,” ujarnya.
Menurut Deddy, tugas dan kewajiban kementerian, lembaga, aparat penegak hukum, Pemda sudah sangat jelas.
Musuh dari kelangkaan itu adalah regulasi yang tidak dilaksanakan, sinergi yang tidak berjalan, hingga akhirnya membuka ruang bagi spekulasi, manipulasi dan penyeludupan.
“Jadi kata kuncinya ada pada proses penegakan hukum, pada sistem, dan bukan pada sosok pribadi, karena sudah ada mekanisme untuk itu.
Dan saya pribadi berharap agar proses hukum di Kejaksaan Agung terus berjalan secara profesional dan sesuai dengan aturan yang ada,” pungkasnya.(Sumber)