News  

Media China Sindir Sikap Ambisius RI Beli Jet Tempur Perancis Miliaran Dolar: Darimana Uangnya?

Keputusan Indonesia untuk membeli jet tempur canggih demi memperkuat armada angkatan udara ternyata menghabiskan biaya miliaran dollar.

Jet tempur asal Perancis Rafale dan Amerika Serikat (F 15 Eagle), yang resmi diboyong Indonesia pada kesepakatan 10 Februari 2022, lalu.

Kesepakatan ini bermula dengan diumumkannya soal pembelian 42 unit jet tempur Rafale Prancis dengan total nilai USD 8,1 miliar.

Yang kemudian disusul Biden dengan persetujuan penjualan jet tempur canggih F 15 dengan total nilai USD 13, 9 miliar.

Pembelian jet tempur F 15 Eagle dan Rafale dipercaya akan meningkatkan kekuatan Indonesia yang saat ini hanya mengoperasikan pesawat tempur F-16 buatan AS dan dua jet Sukhoi Rusia.

“Sangat penting bagi kepentingan nasional AS untuk membantu Indonesia dalam mengembangkan dan mempertahankan kemampuan bela diri yang kuat dan efektif,” ucap Departemen Kementerian Luar Negeri AS.

Keputusan ini sempat turut dikomentari oleh media asal China, Cannews.com mempertanyakan bagaimana cara Indonesia membayar tagihan lebih dari Rp300 triliun itu demi memboyong Rafale dan F 15 Eagle.

“Ambisius, tapi dari mana uangnya? Meskipun tidak mungkin Indonesia mampu membayar 22 miliar dollar AS saat ini, sebagai kekuatan regional yang terdiri dari lebih 17 Ribu pulau, ambisi militer Indonesia dalam beberapa tahun terakhir telah lama terungkap,” tulisnya seperti dikutip dari laman Pikiran Rakyat, pada Sabtu, 16 Juli 2022.

Tak cuma jet tempur canggih asal Perancis dan AS, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto juga memiiki daftar panjang soal perencanan alutsista yang diperkirakan akan menelan biaya hingga USD 125 miliar selama 22 tahun mendatang.

Namun, ambisi ini diprediksi akan menemui banyak penolakan dari publik. Seperti analisis yang dipaparkan oleh oleh Collin Koh, peneliti di Institute of Defense and strategic Studies di Singapura, melalui laman South China Morning Post.

“Tantangan terhadap rencana pembelian terutama adalah masalah fiskal, mengingat Indonesia telah mengumpulkan tumpukan utang nasional yang cukup banyak dan memiiki banyak prioritas pendanaan.

Paling tidak untuk respon pandemik dan pengembangan infrastruktur Ibu Kota Nusantara,” ucap Collin Koh kepada SCMP.(Sumber)