Desak Penuntasan Tragedi Kudatuli, Ribka Tjiptaning: Memaafkan Tapi Tidak Melupakan

Sejumlah kader PDIP saat beraksi di Komnas HAM/Net

Sejumlah kader PDI Perjuangan menuntut Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk menuntaskan kasus Tragedi Kerusuhan 27 Juli 1996, atau yang dikenal dengan Kudatuli. Aksi ini dipimpin langsung kader PDIP, Ribka Tjiptaning.

Ribka ditemani politikus senior PDIP Trimedya Panjaitan, dan sejumlah kader serta simpatisan PDIP yang lainnya.

Kudatuli adalah kerusuhan yang terjadi di kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro Nomor 58, Jakarta Pusat pada 26 tahun silam.

“Saya tidak akan melupakan tragedi 27 Juli 1996, yang terjadi 26 tahun lalu. Memaafkan, tapi tidak melupakan.

Mengapa? Bagi saya, satu negara akan mudah dihancurkan dengan cara menghapus, mengaburkan atau menyimpangkan sejarahnya,” kata Tjiptaning, dalam keterangannya.

Ribka menuturkan, peristiwa Kudatuli merupakan bentuk intervensi kekuasaan terhadap partai politik dan simbol matinya demokrasi. Komnas HAM, kata dia, sudah menemukan bukti-bukti adanya perencanaan dan upaya penyerangan untuk pengambilalihan secara paksa kantor partai yang menjadi simbol demokrasi rakyat tersebut.

Sehingga, tragedi yang menjadi momentum perjuangan dalam rekam jejak perlawanan menegakkan demokrasi itu jadi pukulan telak untuk kelompok pro demokrasi.

“Di situ ada pembungkaman dan kekerasan negara terhadap rakyatnya. Dari pukulan itu, kekuatan elemen rakyat pun bersatu dan menjadi simbol perlawanan,” tegas dia.

Hingga 26 tahun berlalu, menurut Ribka Tjiptaning, pengorbanan sejumlah elemen masyarakat dalam memperjuangkan demokrasi kala itu kini telah dinikmati banyak pihak.

“Banyak petani punya anak jadi pejabat. Anak supir angkot jadi jenderal dan sebagainya. Kisah-kisah itu bikin haru. Sebuah berkah karena hari ini kita bisa menikmati kebebasan tersebut. Dan sekali lagi itu tidak gratis. Tidak ada yang sia-sia dari sebuah perjuangan,” pungkasnya.(Sumber)