News  

Utang Pemerintah Akhir Juni 2022 Naik Hingga Rp.7.123,62 Triliun

-Utang pemerintah kembali naik hingga akhir Semester I 2022. Berdasarkan data APBN KITA edisi Juli 2022 yang dipublikasikan Kementerian Keuangan, utang pemerintah per 30 Juni sebesar Rp 7.123,62 triliun.

Posisi utang pemerintah ini naik 1,69 persen dibandingkan dengan posisi utang pada akhir Mei 2022 yang tercatat Rp 7.002,24 triliun.

Sementara itu, rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) juga mengalami peningkatan menjadi 39,56 persen ketimbang bulan sebelumnya yang tercatat 38,88 persen.

“Rasio utang terhadap PDB dalam batas aman, wajar, serta terkendali diiringi dengan diversifikasi portofolio yang optimal,” berikut nukilan dari dokumen APBN KITA yang dipublikasikan, Senin, 1 Agustus 2022.

Adapun total utang hingga akhir Juni 2022 itu berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 6.301,88 triliun. Utang pemerintah ini terdiri atas surat berharga negara (SBN) Domestik Rp 4.992,52 triliun dan SBN Valas Rp 1.309,36 triliun.

SBN Domestik didominasi oleh penerbitan surat utang negara (SUN) sebesar Rp 4.092,03 triliun. Sedangkan SBN Valas juga didominasi oleh SUN dengan nilai Rp 981,95 triliun. Sisanya berasal dari pinjaman sebesar Rp 821,74 triliun. Pinjaman ini terdiri atas pinjaman dalam negeri Rp 14,74 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp 806,31 triliun.

Kementerian Keuangan memastikan pemeritah mengelola portofolio utang agar optimal. Peningkatan utang pun telah diperhitungkan secara matang demi mendapatkan risiko dan biaya yang paling efisien.

“Penambahan utang sebagian besar terjadi sejak tahun 2020 karena adanya badai Covid-19,” tulis Kemenkeu dalam laporan tersebut.

Kementerian Keuangan juga menekankan, pengadaan utang pemerintah ditetapkan atas persetujuan DPR dalam UU APBN dan diawasi pelaksanaannya oleh BPK.

“Dalam usaha menyehatkan APBN, Pemeritah mengelola portofolio utang agar optimal, sehingga peningkatan utang pun telah diperhitungkan secara matang demi mendapatkan risiko dan biaya yang paling efisien,” kata Kemenkeu.(Sumber)