Sosok Syekh Saleh Al Thalib kini tengah menjadi sorotan. Musababnya, eks imam terkemuka di Masjidil Haram Mekkah itu telah divonis 10 tahun penjara oleh Pengadilan Banding Arab Saudi pada pekan ini.
Ia ditangkap diduga usai mengkritik kebijakan Saudi yang kini lebih terbuka terhadap masuknya budaya asing. Kabar penangkapan tersebut dikonfirmasi oleh Organisasi untuk Demokrasi di Dunia Arab (DAWN), pada Senin (22/8).
“Pengadilan Banding kriminal khusus di Riyadh menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara setelah membatalkan keputusan pembebasannya di masa lalu,” lapor DAWN, seperti dikutip dari The Siasat Daily.
Prisoners of Conscience, akun di Twitter yang mendokumentasikan berita tentang ulama atau aktivis yang ditahan Saudi, juga mengkonfirmasi hal tersebut.
Sebelumnya, Al Thalib pernah ditangkap pada Agustus 2018 ketika otoritas Saudi meluncurkan kampanye penangkapan ulama atau aktivis tertentu yang dianggap menentang kebijakan kerajaan.
Menurut laporan media setempat, Syekh Saleh Al Talib ditangkap usai memberikan khotbah yang mengecam pembauran antara pria dan wanita yang bukan muhrim di tempat umum.
Untuk mengenal lebih lanjut siapakah sosok Syekh Saleh Al Thalib, berikut kumparan kumpulkan informasi yang telah disadur dari berbagai sumber:
Lahir dari Keluarga Cendekiawan Hawtat Bani Tamim
Lahir di Riyadh pada 23 Januari 1974, Al Thalib berasal dari keluarga cendekiawan.
Keluarganya merupakan keturunan Huwtat Bani Taimi dari Hawtat Bani Tamim, yang merupakan salah satu keluarga terhormat di Jazirah Arab.
Hawtat Bani Tamim terkenal di masyarakat Saudi sebagai keluarga yang berpendidikan dan cemerlang dalam ilmu pengetahuan, peradilan, ilmu-ilmu Syariah, dan Al-Quran.
Semasa mudanya, Al Thalib menempuh pendidikan di Universitas Imam Saudi dan memperoleh gelar pascasarjana dari Fakultas Perbandingan Yurisprudensi Islam.
Pria berusia 48 tahun itu kemudian melanjutkan studi magisternya di Fakultas Hukum Internasional dari Georgetown University, Amerika Serikat.
Sebelum menjadi imam di Masjidil Haram, Al Thalib sempat berprofesi sebagai hakim di Pengadilan Tinggi Mekkah selama 3 tahun.
Ketika menjadi hakim, ia dinilai patuh terhadap kebijakan rezim Saudi. Namun ketika pemerintah mulai menerapkan keterbukaan Arab Saudi pada budaya asing, Al Thalib mulai memperlihatkan keberatannya.
Sejak 2018, rezim Saudi mulai bersikap terbuka terhadap masuknya pengaruh asing. Pihaknya melonggarkan undang-undang yang mengizinkan wanita untuk bebas berada di tempat umum dan berbaur dengan pria.
Budaya asing seperti penyelenggaraan konser, festival, dan tempat hiburan pun mulai bermunculan di negara itu.
Al Thalib menilai kebijakan baru itu sebagai pemaksaan kepada masyarakat dan tidak mencerminkan syariat Islam.
Ia tidak setuju terhadap tindakan pemerintah Saudi yang ia anggap mulai hendak memperbaiki hubungan dengan Israel.
Ia sangat menentang pendudukan Israel di Palestina dan kerap menyuarakan hal itu dalam khotbahnya.
Meskipun tidak pernah secara langsung mengkritik Kerajaan Arab Saudi, namun Al Thalib tidak setuju pada pernyataan Putra Mahkota Saudi, Mohamed bin Salman, yang menyebut Israel memiliki hak atas tanah mereka sendiri dan menilai bahwa Saudi dan Israel memiliki banyak kepentingan bersama.
Menurutnya, sangat penting bagi rezim Saudi untuk memperjuangkan kemerdekaan Palestina dibandingkan menjalin kesepakatan dengan Israel. Berdasarkan laporan Taj Rights, Al Thalib dengan tegas menganggap Palestina adalah milik warga Arab dan Muslim.
Sebelum divonis hukuman 10 tahun penjara, Al Thalib memperoleh kepercayaan dari Kerajaan Arab Saudi untuk diangkat menjadi imam di Masjidil Haram pada 2003. Kala itu usianya masih 29 tahun.
Namun sejak ia pertama kalinya ditangkap atas kasus khotbah yang mengkritik itu pula, pada Agustus 2018 ia terpaksa untuk pensiun dan tidak pernah lagi memimpin salat di Masjidil Haram hingga sekarang.
Beberapa jam setelah penangkapannya yang pertama, akun Twitter Al Thalib dalam bahasa Inggris dan Arab dinonaktifkan. Ia memiliki pengikut yang tersebar di seluruh dunia dan siaran khotbah yang ditonton ribuan orang di Youtube.(Sumber)